logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 52 Hati Tidak Bisa Berdusta

Nadzifa mengalihkan pandangan ke sisi kiri ruangan. Dia pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Farzan barusan. Padahal hatinya sekarang meronta-ronta kegirangan.
“Zi?” Farzan masih menanti jawaban darinya.
Gadis itu memutar kepala ke arah Farzan dalam gerakan slow motion lagi. “Emang … harus dijawab ya?”
Farzan menganggukkan kepala.
“Kalau nggak mau gimana?” Dia memberi tatapan malas, bertolak belakang dengan isi hatinya.
“Aku nggak mau pulang sampai kamu jawab,” ancam Farzan tersenyum manis. (Ya ampun, cowok tersenyum manis.)
Mata hitam lebar Nadzifa membesar seketika. “Zan, ini udah malam. Kamu mau nginap di sini?”
“Kita udah pernah tidur satu ranjang sebelumnya, Zi,” goda Farzan.
Nadzifa semakin melongo mendengar perkataan Farzan. Matanya terpejam erat ketika kepala bergerak ke kiri dan kanan.
“Nggak bisa! Pulang gih sana, nanti jadi gunjingan orang. Dosa loh bikin orang ghibah,” usirnya mengibaskan tangan.
“Nggak sebelum kamu jawab pertanyaanku tadi. Aku berhak tahu perasaan kamu, Zi.”
“Nggak mau!” tegas Nadzifa melengos ke sisi kiri ruangan.
Farzan berdiri kemudian melepas jaket yang sejak tadi dikenakan. Dia melangkah ke tempat tidur single dan duduk di pinggirnya.
“Kalau gitu aku tidur di sini aja,” katanya menyeringai.
“Nggak bisa gitu dong, Zan. Kita belum nikah, jadi nggak boleh sekamar dulu!” cicit Nadzifa panik dengan delikan protes.
Farzan kembali berdiri dan bergerak ke dekat gadis itu. Dia berlutut di depannya seraya memegang lengan kursi rotan. Pandangan mata elang itu menatap lurus Nadzifa yang tampak salah tingkah sekarang.
“Kamu mau ngapain? Bisa jaga jarak nggak?” Dia memundurkan kepala ke belakang takut kalau Farzan mencium atau memeluk dirinya. “Kamu nggak lihat aku sekarang gimana?”
Pria itu kembali mengulas senyum. “Aku nggak buta, Zi. Aku tahu banget. Makanya dari tadi nahan diri untuk nggak peluk kamu. Tapi kalau ini masih boleh, ‘kan?”
Farzan meraih tangan kanan Nadzida dan menggenggamnya erat. “Kamu cantik banget dengan balutan kerudung itu,” pujinya tulus.
“Aku yakin kamu bisa jadi makmum yang salehah bagiku.” Farzan masih memandang lekat wajah Nadzifa yang semakin salah tingkah.
“Mau kamu jawab atau nggak pertanyaanku tadi … aku tetap ingin katakan ini sama kamu,” sambungnya membuat Nadzifa melihat ke arah Farzan.
“Tadi kamu bilang kita nggak boleh sekamar dulu sebelum nikah, ‘kan?”
Kepala Nadzifa bergerak ke atas dan bawah membenarkan. Jantungnya sekarang berdebar dengan cepat menanti kalimat yang diucapkan Farzan setelah ini.
“Kalau gitu, kamu mau nggak meneruskan rencana kita yang tertunda?”
Bibir berisi Nadzifa terbuka sedikit, seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun sesaat kemudian kembali tertutup.
“Pernikahan kita ditunda loh, Zi. Bukannya dibatalkan,” sambung Farzan lagi masih memandang netra hitam itu bergantian.
“Trus, aku harus gimana?” tanggap Nadzifa tidak nyambung.
“Ya, kita reschedule lagi waktunya. Apalagi sekarang Mas Brandon udah ketemu, jadi nggak ada alasan buat kita tunda pernikahan.”
Nadzifa menggigit bibir bawah ketika membalas tatapan Farzan. Dia bisa melihat keseriusan dari cara pria itu memandang. Namun, sekarang ada hal penting yang harus dilakukan.
“Boleh aku jawab nanti setelah kasus tabrakan Mas Brandon kelar diusut polisi?” tawar Nadzifa tersenyum kecut.
Kedua pangkal alis Farzan naik ke atas. “Apa hubungannya, Zi? Lagian kecelakaan Mas Brandon itu kecelakaan tunggal. Paling nggak itu yang disimpulkan polisi dari penyelidikan.”
“Sebentar, kamu curiga ada yang mau celakai Mas Brandon?” selidik Farzan serius.
“Kamu pulang dulu, Zan. Aku capek banget. Kamu juga pasti capek habis dari Sukabumi trus ke rumah sakit habis itu,” anjur Nadzifa mengalihkan percakapan.
Mata elang Farzan berkedip pelan ketika mengitari paras cantik berbalut kerudung itu. Seperti ada yang disimpan oleh Nadzifa. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi percuma jika mengajukan pertanyaan kepada gadis itu. Lebih baik, ia coba tanyakan langsung kepada Brandon besok.
“Ya udah. Besok pagi sebelum ke rumah sakit aku ke sini lagi.” Farzan berdiri tegak.
“Ngapain ke sini?”
“Aku masih kangen, Zi. Kamu nggak tahu apa yang aku rasakan selama sebulan ini,” lirih Farzan melihat Nadzifa yang masih duduk di kursi rotan.
Emang kamu aja yang kangen, Zan? Aku juga. Nggak mudah jalani hari-hari tanpa kamu, batin Nadzifa tidak bisa berbohong.
Gadis itu menarik napas dalam, sebelum berdiri juga. Dia mengerling ke arah pintu agar Farzan keluar sekarang.
“Zi.” Farzan memutar balik tubuh menghadapnya.
“Kenapa lagi, Zan?” desis Nadzifa lelah.
“Jangan tunggu sampai penyelidikan selesai dong. Kelamaan,” keluh Farzan keberatan.
Nadzifa melipat kedua tangan di depan dada. “Trus kamu maunya kapan?”
“Sekarang.”
“Astaghfirullah, Farzan.”
“Biar kita bisa nikah minggu depan.” Farzan tidak menyerah berusaha membujuk Nadzifa.
Gadis itu menundukkan kepala ke bawah beberapa detik. Jika ditanya bagaimana hatinya saat ini, ingin sekali menjawab dan mengatakan dia juga mencintai Farzan. Namun, ada sesuatu yang membuat Nadzifa mengulur waktu menjawab pertanyaan itu.
“Aku takut kalau kamu berubah pikiran dan pernikahan kita gagal lagi, Zan,” bisik gadis itu pelan.
“Kenapa? Apa benar ada yang kamu sembunyikan dariku?” Farzan membungkukkan tubuh agar bisa melihat wajah Nadzifa dari dekat.
Nadzifa mengangkat pandangan, kemudian mulai merengek. “Kamu jangan dekat-dekat. Bikin aku deg-degan.” Wajahnya berkerut-kerut selesai mengucapkan kalimat itu.
Senyum lebar terbit di paras Farzan. Dia kembali menegakkan tubuh ke posisi tegap.
“Apapun itu nggak akan mengubah keputusanku untuk nikah sama kamu, Zi. Pernikahan kita nggak akan gagal.” Farzan mengenakan lagi jaket yang tadi dilepaskan. “Aku udah tahu jawaban dari kamu.”
“Kamu sekarang tidur. Nggak usah anterin aku. Besok pagi aku ke sini lagi. Bikinin nasi goreng buat sarapanku,” tutur pria itu mengedipkan sebelah mata.
Nadzifa mengulum senyum mendengar perkataan Farzan. “Tapi aku emang mau turun juga kok. Mau kunci pintu.”
Farzan memutar balik tubuh, kemudian meraih jemari Nadzifa. Tidak ada penolakan dari gadis itu, sehingga ia semakin mengeratkan tautan tangan mereka. Keduanya menuruni tangga beriringan sampai pintu keluar ruko.
“Sampai sini aja. Kamu istirahat ya, jangan begadang.” Farzan mengulas senyuman.
“Kamu juga jangan nyetir ngebut-ngebut. Kalau ngantuk berhenti dulu, jangan dipaksain.” Nadzifa hening sejenak. “Jangan bikin aku khawatir pokoknya.”
Farzan mengangguk seraya memiringkan kepala. Dia masih mengamati Nadzifa yang semakin anggun dengan aurat tertutup.
“Ngapain lihat aku kayak gitu?”
“Kamu bikin aku pengin cepat-cepat nikah, Zi. Cantik banget.”
Nadzifa langsung melepaskan tautan tangan mereka ketika jantungnya semakin berdegup kencang. Ada ribuan kupu-kupu menari dalam tubuhnya sekarang.
“Udah pulang sana,” suruhnya tidak mau lama-lama berada di dekat Farzan, apalagi saat ini hanya mereka berdua di ruko.
“I love you, Zizi,” ucap Farzan membuat gadis itu semakin salah tingkah. “Good night, mimpi yang indah.”
“Basi banget tahu nggak,” balas Nadzifa mengalihkan pandangan ke tempat lain menahan senyum. Bibirnya boleh berkata demikian, tapi faktanya hati tidak bisa berbohong. Farzan mampu membuat gadis itu berbunga-bunga.
Farzan segera beranjak menuju mobil. Sebelum memasuki kendaraan, dia kembali membalikkan tubuh. Pria itu tersenyum lagi melihat ke arah Nadzifa. Meski rindu belum mampu pergi seutuhnya, tapi percakapan mereka selama satu jam bisa mengurangi persentasenya.
Sementara Nadzifa memandang pria itu dengan senyum samar. Ada banyak hal bergelayut di benaknya sekarang. Salah satunya mengenai kesaksian yang akan diberikan di kantor polisi nanti. Semua akan terungkap, terutama dalang di balik kecelakaan Brandon.
Bersambung....

Komentar Buku (82)

  • avatar
    Yuliana Virgo

    menarik

    31/05/2023

      1
  • avatar
    Joezeus Maria Catalanoto

    leen,novelmu buagus smua nih. nungguin trus novel barumu yg lain. udah ku baca berulang" ttep aja bgus. kok lama bgt gak ada novel bru drimu sih.

    22/12/2022

      1
  • avatar
    Sugiarto

    bgs

    05/12/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru