logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Rey&Rafael

Roma, Italia
Pria tampan bak dewa Yunani tengah berbaring di atas king size mewah miliknya. Rasanya, hari ini dia enggan untuk bangun. Pikirannya terus melayang pada mimpi yang terus saja menghantuinya akhir-akhir ini. Dirinya sangat bingung, mengapa biar memimpikan terus menerus seseorang seperti itu. Apalagi, orang itu tidak dia kenal, melihatnya pun hanya sekilas.
"Arghh .... Mengapa aku terus memimpikan gadis itu, apa yang terjadi denganku?" tanya pria itu pada dirinya.
Dia mengacak rambutnya frustrasi, mandi pun sangat malas rasanya. Pria itu lebih memilih ke kamar mandi sekedar membasuh wajahnya, tidak untuk membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mengelap wajahnya yang basah, dia langsung ke luar kamar menuju lantai utama. Penampilannya yang sedikit acak-acakan, membuat para pelayan di mansion-nya menatap heran. Tak biasanya sang majikan mereka berpenampilan kusut, biasanya pagi-pagi telah rapi menggunakan setelan jas kantornya.
"Paman Rico!" Pria itu memanggil asisten pribadinya.
"Iya, ada apa, Tuan?" Rico berjalan segera menghampirinya.
"Aku ada tugas untukmu, Paman. Ayo, ikut ke ruangan pribadiku!" tegasnya, lalu berjalan mendahului.
Setelah berada di ruang pribadi miliknya, pria itu menceritakan semua hal yang menghantui mimpinya beberapa malam. Selain asisten pribadi, Rico juga seperti ayah kandung baginya. Rico bersamanya sejak dia masih kecil, dan sangat tahu bagaimana keadaan dirinya dari sejak dulu.
"Sepertinya kau jatuh cinta, Anak muda.” Rico menepuk bahu anak muda di sampingnya.
"Apakah mungkin aku bisa jatuh cinta, Paman?"
"Ya, bisa jadi. Karena beberapa hari ini kau terus memikirkannya, Rey. Apa yang kau mau sekarang?"
"Aku ingin informasi se-detail mungkin," jawabnya.
Pria itu bernama Rey Sturback Wilson, mafia kalangan teratas di kawasan Italia. Dia menggeluti berbagai jenis bisnis legal dan ilegal. Hal yang paling ia geluti di dunia hitam adalah merakit dan menjualbelikan senjata api. Dia mempunyai beberapa markas besar tempat perakitan dan pelelangan senjata. Segala hal dia lakukan demi memperlancar bisnisnya.
Untuk pertama kalinya, pikiran Rey terganggu dengan seorang gadis yang pernah dia lihat secara sekilas. Entah perasaan apa yang ada pada dirinya, ada rasa kagum saat melihat gadis itu beberapa hari lalu. Hingga saat ini bayangan itu terus melintas dalam benaknya, hingga terbawa mimpi berturut-turut setiap malamnya.
Dia mengerahkan Rico dan beberapa orang informan untuk mencari tahu di mana keberadaan gadis itu. Rey hanya mengingat sedikit ciri-ciri gadis itu, sehingga sangat minim kemungkinan ditemukan. Rey memberitahu kapan dan di mana ia melihat gadis itu berada. Hanya bermodalkan informasi itu saja, Rico harus menemukan keberadaan gadisnya. Apa, gadisnya? Sepertinya Rey memang menaruh hati pada gadis tersebut.
°°°
Merasa ada sesuatu yang ia lupakan, Rey berjalan ke sana kemari sembari memijat kepalanya. Rey berusaha untuk mengingat kegiatan apa yang seharusnya hari ini dia lakukan. Sudah 10 menit dia uring-uringan, tak kunjung mendapatkan jawaban dari pikirannya tersebut. Akhirnya, dia pun berlari ke kamarnya berniat untuk mengecek jadwal harian dalam laptopnya.
Rey langsung menatap tajam laptop yang berada di depannya, matanya tak berkedip sedikit pun. Menarik napasnya dalam-dalam, lalu berteriak. "Oh My God! Mengapa aku melupakannya?”
Hari ini jadwal keberangkatan Rey ke New York, ia sangat lupa akan hal itu. Tidak ada yang mengingatkannya, Rico telah pergi meninggalkan mansion untuk melakukan tugasnya, ini memang kebodohannya sendiri. Segera saja dia menyiapkan barang-barang yang akan dibawa ke New York, lalu berganti pakaian dengan setelan tuxedo berwarna abu-abu. Rey merapikan rambut hitamnya, menatap dirinya di hadapan cermin, ia tersenyum simpul.
°°°
Kedua pengawal mempersilahkan Rey untuk segera masuk ke dalam pesawat, langsung diangguki oleh Rey. Pramugari cantik beserta pilot menyambut kedatangan Rey dengan sebuah senyuman dan sapaan hangat.
Tak ambil pusing, Rey langsung saja duduk di kursi bagian penumpang, lalu menyuruh sang pilot untuk segera menerbangkan pesawat. Sang Pilot mengangguk tanda setuju, ia mulai menyalakan mesin pesawat. Perlahan, pesawat mulai melaju, lalu mengapung di atas permukaan tanah.
Rey menatap fokus ke depan. Pikirannya hari ini masih sama seperti beberapa hari lalu. “Mengapa harus dia yang terlintas dalam benakku?” gumam Rey pelan. Ia memejamkan matanya sejenak, lalu tersenyum simpul. “Bagaimanapun caranya, aku harus mendapatkanmu.”
°°°
New York, Amerika Serikat
Seorang pria tampan tengah duduk santai menatap indahnya alam di atas balkon apartemennya, sesekali menyeruput jus lemon yang sejak tadi dia genggam. Wajahnya tampak berseri, dia sangat bahagia hari ini. Hal yang dia nantikan selama beberapa tahun, akan terjadi hari ini. Sungguh, hal yang luar biasa dia inginkan kembali keberadaannya.
"Tuhan, aku sangat bahagia hari ini," ucap pria itu tersenyum manis.
"Aku tak sabar ingin berjumpa kembali dengannya.” Pria tersebut kembali menyeruput jus lemonnya.
Sejak tadi pagi dia berada di balkon, sekedar menikmati indahnya alam ciptaan Tuhan. Dirinya enggan untuk pergi ke mana pun, hari ini ia sengaja mengistirahatkan tubuhnya. Sebenarnya bukan semata-mata istirahat, hanya saja ada alasan di balik semua itu.
Rafael Gionino Immanuel—seorang model tampan yang terkenal di Amerika Serikat, kekayaannya tak perlu diragukan. Kadar ketampanannya pun sangat memuaskan, terbukti banyaknya mantan yang ia miliki, sampai saat ini terhitung hampir 76 wanita yang telah ia pacari. Hanya saja, untuk bulan ini dia memilih untuk menyendiri. Berbagai karakter wanita luar atau dalam negara telah banyak ia temukan.
Kantuk mulai menerpa Rafael, ia menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sungguh, ia tak bisa menahan rasa kantuknya itu. Namun, sial. Baru saja beberapa menit ia tertidur, pelayan datang membangunkannya. Sangat menjengkelkan, Rafael terpaksa terbangun dari tidurnya, kepalanya sedikit terasa pusing akibat rasa kagetnya.
Rafael melangkahkan kakinya gontai, ia berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu apartemennya. Dia melirik ke sana kemari, tidak ada siapa pun di sana. Rafael menatap pelayan di hadapannya tajam, tangannya mengepal geram.
"Hey! Kau bilang ada tamu, mana sekarang, hah?” tanya Rafael sedikit meninggikan suaranya.
"M-maaf, Tuan. Tadi memang ada tamu ke sini dan menanyakan tentang keberadaan tuan Rafael." Pelayan itu menjelaskan sembari menunduk.
"Mana buktinya? Apa kau tidak bisa melihat, hah?!" Rafael tersulut emosinya. Pelayan tersebut hanya bisa menundukkan kepala, dia sangat takut akan majikannya.
“Pergi!” Rafael memerintah sinis.
Rafael mendudukkan bokongnya di atas sofa, pelayan tersebut masih setia berdiri di hadapannya berulang kali mengucap kata maaf. “Buatkan kopi untukku!” Rafael mengibaskan tangannya agar pelayan itu segera pergi.
°°°
Seseorang mengamati Rafael dari balik dinding pemisah antara ruang tamu dan dapur. Dia tersenyum miring, ide jahil terlintas dalam benaknya. Menatap ke arah kanan, dilihatnya seorang pelayan membawa secangkir kopi. Hal ini bisa dijadikan bahan untuk idenya.
"Biar aku yang mengantarkannya." Dia mengambil alih cangkir kopi dari tangan pelayan secara paksa.
"S-saya takut kena marah," ucap pelayan itu ketakutan.
Tidak ada jawaban dari orang tersebut. Dia langsung melenggang pergi, meninggalkan pelayan yang masih ketakutan. Dia berjalan mendekati Rafael, raut wajah yang datar masih saja menjadi andalannya, senyum smirk menjadi ciri khas utamanya.
"Ini kopi hangatnya, Tuan." Dia berucap layaknya pelayan. Rafael kaget bukan main, ia membanting ponsel yang sedang ia gunakan secara sembarang ke lantai.
Rafael tak berkedip sedikit pun, ia mengucek kedua bola matanya. Di hadapannya tampak seseorang yang selama ini dia rindukan. Orang itu memakai kaos berlengan pendek serta celana selutut. Dari mana dia bisa masuk? Padahal jelas-jelas Rafael berada di ruang tamu, tetapi tidak melihatnya masuk. Apa jangan-jangan orang yang tadi disebutkan pelayan itu?
"Heh! Apa kau sekarang bisu, hm?" tanya pria di hadapannya datar.
"Rey, kau sudah sampai? Kapan? Apakah kau sekarang menjadi makhluk ghaib? Mengapa aku tidak melihat kau datang, tapi kau sudah ada di depanku? Bagaimana ini, apakah aku mimpi?" Pertanyaan beruntun keluar dari mulut Rafael, dia mengamati tubuh Rey sambil menepuk-nepuk bahunya.
“Aku mengira kau bisu,” jawab Rey santai.
Ya, pria yang sejak tadi ditunggu oleh Rafael adalah Rey Sturback Wilson. Mereka bersahabat dari sejak kecil. Hanya saja, ketika sudah sama-sama dewasa, mereka menggeluti bisnis di belahan dunia yang berbeda. Hampir dua tahun mereka tidak bertemu, hanya bertegur sapa lewat sosial media, itu pun jarang sekali mereka lakukan dikarenakan kesibukan melanda keduanya.
"Astaga, Rey! Kapan kau datang?" Rafael bertanya ulang.
"Sebelum kau memarahi pelayan," jawab Rey santai.
"Bukan rencana yang baik, Rey." Rafael mendelikkan matanya, seperti bocah.
Mereka tampak bahagia telah dipertemukan kembali oleh keadaan, Rey dan Rafael berbincang tentang banyak hal. Rey sembari menyesap rokoknya ditemani kopi hangat, sedangkan Rafael hanya ditemani secangkir kopi, ia sedang malas untuk merokok hari ini.
Berbagai macam hal mereka ceritakan, sampailah pada cerita Rey tentang gadis yang selama ini menghantui pikirannya. Rafael dengan setia menyimak cerita tersebut, sesekali ia tersenyum simpul, ada rasa bahagia dan sedih di sana.
“Aku akan membantumu,” ucap Rafael serius.
“Thanks.”

Komentar Buku (172)

  • avatar
    snkq_a

    cerita ini sangat bagus padahal aku baru baca berapa bab doang tapi ini cerita udah bagus, bagus banget malah

    31/07/2022

      0
  • avatar
    Resky Ananda Novita

    Terimakasih

    10d

      0
  • avatar
    Natalia Putri

    wow bagus banget aku suka

    18/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru