logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 23

Murid kelas XII IPA 2 bersiap untuk pulang. Merapikan kursi dan membersihkan kelas sebelum pulang telah mereka melakukan.
"Di sekolah doang gue rajin, di rumah boro-boro, gue aja nggak tau emak gue taruh sapu sama pel dimana," ucap Aldi.
"Kelihatan dari muka lo. Muka orang malas," sahut Farah.
"Lihat nih baik-baik muka gue, gue tuh ganteng, mana ada muka orang males," ucap Aldi melakukan pembelaan.
"Yaudah nanti lo pulang tanya sama emak lo, sapu sama pel taruh dimana," ucap Arken sembari menepuk bahu Aldi.
"Buat apaan?" tanya Aldi.
"Siapa tau aja lo nanti kesurupan setan rajin, jadi lo bersih-bersih rumah," jawab Arken.
"Ganteng doang, tapi males," sarkas Farah.
Aldi tersenyum penuh arti. "Apa tadi? Gue nggak salah dengar? Lo bilang gue ganteng?"
Farah menyesal ketika ia tidak berpikir dulu sebelum berucap.
"Coba bilang sekali lagi," goda Aldi.
"Ih, ngeselin lo!" decak Farah.
Aldi tersenyum lebar, lalu merangkul Farah. "Guys, karena hari ini adalah hari spesial gue, gimana kalau makan-makan dulu," ucap Aldi.
"Nggak usah sok akrab sama gue," Farah langsung melepaskan rangkulan tangan Aldi dari pundaknya.
"Hari spesial? Lo berdua jadian?" tanya Gaeun seraya menunjuk Aldi dan Farah.
"Gue jadian sama si kutu kampret? Idih, nauzubillah mindzalik," ucap Farah.
"Lihat kalender dong, hari ini gue ulang tahun," jelas Aldi.
"Ayana sampai lupa kalau hari ini ulang tahun Aldi. Get well soon Aldi," ucap Ayana sembari tersenyum polos.
"Gue lagi ulang tahun Ay, bukan lagi sakit," sahut Aldi.
"Mau makan-makan dimana nih?" tanya Azka.
"Di resto dekat sekolah aja," jawab Aldi.
"Argatha sama Arken ikut kan?" tanya Ayana.
"Ikut," jawab Argatha dan Arken berbarengan.
"Lo berdua itu Argatha dan Arken, bukan Upin Ipin. Jadi nggak usah kompak terus," ucap Farah.
°°°°°
Mereka telah sampai di restoran dekat sekolah, dan mereka pun langsung memesan beberapa makanan dan minuman.
"Makan guys, anggap aja rumah sendiri," ucap Aldi enteng.
"Dibayarin kan?" tanya Farah.
"Tenang aja, gue yang bayar," jawab Aldi.
"Cobain deh spaghetti aku enak banget," Gaeun menyuapi makanannya pada Azka.
"Di sini nggak ada pecel lele?" tanya Ayana.
Seketika ucapannya membuat teman-temannya menghentikan makannya.
"Kok pada berhenti makan?" tanya Ayana.
"Di sini adanya Pizza, Spaghetti, Burger, sama Hotdog, nggak ada pecel lele," jelas Aldi.
"Kenapa kita nggak makan pecel lele aja sih? Padahal Ayana lagi pengin pecel lele," ucap Ayana.
"Ada lele, timun, lalapan, sama sambal. Ah mantap," tambahnya.
Argatha tersenyum. "Nanti pulang dari sini gue ajak lo ke tukang pecel lele, mau?" ucapnya.
Ayana menganggukkan kepalanya dengan semangat. Saat ini ia benar-benar ingin menyantap pecel lele.
"Ken, kenapa lo diam aja?" tanya Farah.
"Tenang aja Ken, gue yang bayar kok, jadi lo nggak usah mikirin bayarnya," celetuk Aldi.
"Lagi makan, nggak boleh ngomong," ucap Arken dingin.
Seketika mereka terdiam, merasa terjungkal, terdiam, dan terlempar dengan ucapan Arken.
°°°°°
Mereka akhirnya selesai makan. Mereka semua seperti orang kelaparan, hingga menghabiskan porsi makan yang banyak.
Aldi memanggil salah satu pramusaji, meminta bill makan mereka.
Tidak lama kemudian pramusaji datang, lalu memberikan bill tersebut pada Aldi.
Aldi melihat bill tersebut, lalu membuka tasnya. Ia terdiam sejenak, melihat teman-temannya satu persatu.
"Kenapa lo diam aja? Cepat bayar!" suruh Farah.
"Mampus! Gue nggak bawa dompet," ucap Aldi.
Aldi merogoh sakunya, uangnya hanya tersisa lima puluh ribu. "Cuma ada segini."
"Berapa totalnya?" tanya Arken.
"Tujuh ratus lima puluh ribu," Aldi menaruh bill tersebut di tengah-tengah meja.
"Nggak punya duit gaya-gayaan mau traktir!" decak Farah.
"Bukan nggak punya duit Far, dompetnya ketinggalan" jelas Aldi.
"Heleh! Pengalihan isu."
Arken dan Argatha langsung mengeluarkan dompet. Keduanya memberikan black card kepada pramusaji.
Pramusaji nampak bingung ketika melihat Argatha dan Arken menyodorkan black card padanya.
"Pilih aja mas mau yang mana?" ucap Aldi enteng.
Pramusaji tersebut mengambil black card milik Argatha.
"Oh jadi hari ini yang ulang tahun dr Argatha," sindir Gaeun.
°°°°°
"Ayo pulang," ajak Arken pada Ayana.
"Ayana pulang bareng gue," ucap Argatha sembari menarik pergelangan tangan Ayana.
Kedua mata Ayana terbelalak saat melihat tangannya ditarik oleh Argatha.
"Lo mau pulang bareng gue kan?" tanya Argatha.
"I.. i.. iya," jawab Ayana terbata-bata.
"Lo nggak mau pulang bareng gue?" tanya Arken.
Argatha tersenyum sinis. "Kalau Ayana nggak mau pulang bareng lo, jangan maksa!"
"Gue nanya, nggak maksa," ucap Arken tak mau kalah.
"Arken pulangnya bareng Farah aja ya," ucap Ayana.
Arken menghela napasnya berat, lalu berjalan menuju motornya tanpa berucap apapun lagi.
"Arken," panggil Ayana.
Arken langsung menaiki motornya, dan pergi meninggalkan teman-temannya.
"Gue pulang bareng siapa dong?" tanya Farah.
Semua mata melihat Aldi dengan lekat. "Kok pada ngelihatin gue?" tanyanya.
Aldi mengangkat kedua tangannya, "Nggak. Nggak. Gue nggak mau pulang bareng Farah," ucapnya.
"Ih, jahat banget sih! Lo tega lihat gue pulang sendiri?" oceh Farah.
"Tega."
"Jahat banget sih!"
"Please, jangan nyanyi kumenangis," tegur Azka.
"Nggak berperikemanusiaan dan berperikeadilan banget sih."
"Yang penting bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa," ucap Aldi.
"Farah gimana ya pulangnya? Kasihan dia pulang sendiri." Ucap Ayana membuka suara.
Argatha melihat gadis itu dari spion. Perlahan tangannya menarik tangan Ayana dan melingkarkan tangan gadis itu di perutnya. "Daripada lo ngurusin Farah, lebih baik pegangan," ucap Argatha.
"Nanti kalau lo jatuh, siapa yang repot?" tambahnya.
"Emang boleh pegangan?"
Argatha tersenyum. "Pasti boleh dong."
"Kita jadi ke tempat pecel lele kan?" tanya Ayana.
"Jadi dong, nggak boleh sampai nggak jadi," jawab Argatha.
Kedua sudut bibir Ayana mengembang dengan sangat lebar. Ia sangat senang saat menikmati hembusan angin saat ini, ditambah dengan sikap Argatha yang manis.
Mereka berdua telah sampai di tempat pecel lele kesukaan Argatha.
"Mas, pecel lele sama es the manis satu ya," ucap Argatha pada penjual pecel lele.
"Siap!"
"Kok satu? Argatha nggak makan?" tanya Ayana.
Argatha menakupkan wajahnya dengan tangannya, lalu tersenyum. "Cukup lihat lo aja gue udah kenyang."
Ayana menahan tawanya. Ucapan Argatha membuatnya ingin tertawa dengan keras. "Sejak kapan Argatha jago gombal?"
"Sejak gue takut kehilangan lo."
"Argatha tuh kayak bunglon," ucap Ayana.
Argatha mengerutkan keningnya.
"Argatha tuh berubah-ubah. Terkadang Argatha bersikap manis, terkadang jutek," jelas Ayana.
"Tapi, Ayana tetap suka sama Argatha," tambahnya.
"Hati lo sebenarnya terbuat dari apa sih, Ay? Lo bisa tahan ngadepin cowok kayak gue."
"Ayana senang kalau Argatha lagi bersikap manis kayak gini."
Argatha menunjukkan senyum tipisnya. Kedua sorot matanya tidak berpaling sedikit pun dari Ayana. "Maaf ya Ay, gue selalu bikin lo sedih, selalu bikin lo nangis."
"Argatha nggak salah kok, Ayana yang salah, Ayana udah ganggu hidup Argatha."
"Nggak Ay. Justru, lo bawa warna baru dihidup gue. Gue nggak pernah ngerasain hal ini sebelumnya, Ay," ucap Argatha dengan lembut.
Ayana merasakan jantungnya yang berdegup tidak beraturan. Tatapan mata Argatha membuatnya sesak napas.
"Permisi, pesanannya datang," ucap penjual sembari membawakan satu porsi pecel lele dan es the manis.
"Makasih mas," ucap Ayana.
Argatha mendesis pelan. Sorot matanya melihat ke arah si penjual dengan sinis. "Merusak suasana banget!"
Ayana langsung menyantap makanan itu dengan lahap. Seolah ia belum makan, padahal satu jam lalu, Ayana menghabiskan dua porsi pizza dalam ukuran besar.
"Ayana akan ingat terus kalau Argatha pernah ajak Ayana makan pecel lele di sini," ucapnya.
"Kenapa harus diinget?"
"Ini tuh, hal kecil yang sangat berkesan, dan belum tentu ini akan terjadi lagi," jawab Ayana.
"Kata siapa nggak akan terjadi lagi?" tanya Argatha.
"Ini bukan yang terakhir, karena ini baru awalan. Nanti juga lo akan sering kesini, bahkan sampai bosan," ucap Argatha sembari tertawa.
"Ayana nggak akan bosan kalau kesininya sama Argatha."
"Ya harus sama gue doang, nggak boleh sama orang lain, apalagi sama Arken."
Kedua mata Ayana terbelalak. Seketika ia menghentikan makannya. "Argatha cemburu sama Arken?" tanya Ayana.
"Nggak."
"Bohong."
"Nggak."
"Yaudah kalau Argatha nggak cemburu, berarti Ayana boleh dong kesininya sama Arken," goda Ayana.
"Jangan!"
Ayana tersenyum puas. "Ayana suka kalau Argatha lagi kayak gini. Bikin Ayana tambah cinta sama Argatha."
"Apa karena Arken mangkanya Argatha jadi manis banget ke Ayana?" tanya Ayana.
"Iya. Gue nggak suka kalau lihat lo dekat sama Arken," jawab Argatha jujur.
"Kenapa? Argatha kan nggak suka sama Ayana? Jadi boleh dong kalau Ayana dekat sama orang lain?" pancing Ayana.
"Lo udah masuk ke kehidupan gue, dan sekarang lo mau pergi gitu aja?" tanya Argatha.
Ayana terdiam. Ia berusaha keras untuk menahan senyumnya. "Argatha lucu banget sih."
"Lucu apanya sih? Gue lagi serius, Ay."
"Kayaknya ada bagian yang hilang di nama Argatha," ucap Ayana.
"Apa?"
"Posesif."
"Argatha posesif Bumi Yudisthira," goda Ayana.

Komentar Buku (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    10d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    15d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru