logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 1

Argatha berdiri di balkon sekolah, melihat beberapa anak sedang berlatih basket. Ia belum memiliki teman satu pun. Entah karena sikapnya yang terlalu dingin, atau memang teman-temannya yang enggan untuk bersamanya. Hanya Argatha lah yang tau.
"Bro..," ucap seseorang seraya menepuk bahu Argatha.
Argatha menoleh, melihat orang yang menepuk bahunya. "Kenalin, gue Angkasa Mahaldi," ucapnya seraya melepaskan tangannya dari bahu Argatha.
"Gue manggilnya siapa nih? Angkasa atau.." ucap Argatha menggantung.
"Jangan panggil Angkasa, jangan panggil Maha, panggil aja Aldi," jawabnya.
Argatha mengangguk mengerti. "Yang duduk di pojok kan?"
"Iya benar banget," jawab Aldi tertawa.
"Belum ada teman nih," jawab Argatha dengan tatapan melihat anak-anak yang berada di lapangan.
"Tenang bro, ada gue," sahut Aldi
"Siap, siap," ucap Argatha menunjukkan ibu jarinya pada pria yang berada di sampingnya.
"Bro, jangan mau di dekatin sama Ayana," ucap Aldi.
"Kenapa?"
"Biang masalah," jawab Aldi
"Hah? Itu anak?" tanya Argatha
"Nggak percaya? Lo tanya sama anak-anak disini, pasti mereka pada kenal sama si biang onar satu itu," jelas Aldi.
"Tapi jangan salah, walaupun biang onar, dia tetap banyak fansnya, terutama cowok-cowok," tambah Aldi.
"Lo tau banget ya tentang Ayana," ucap Argatha
Aldi tertawa, "Hahaha.. gimana gue nggak tau tentang dia, gue dari kelas sepuluh udah satu kelas sama dia," ucap Aldi.
"Nggak bosan hampir tiga tahun sama dia?" tanya Argatha dengan senyum sinis.
"Bosan banget sumpah," jawab Aldi dengan penuh penekanan.
Argatha menghadapkan posisinya ke arah Aldi. "Ayana emang gitu ya anaknya?" tanyanya.
"Gitu gimana?" tanya Aldi sedikit serius, melihat wajah Argatha yang serius.
"Ya, agresif gitu," jawab Argatha ragu-ragu.
"Cuma sama lo aja dia begitu, sama cowok lain mah, nggak," ucap Aldi.
Aldi menepuk bahu Argatha lagi dengan keras, membuat pria itu sedikit meringis. "Berarti lo itu high quality, jadi dia dekatin lo," tambah Aldi.
"Lo kira gue barang pabrik," sahut Argatha
"Udah jangan ngomongin Ayana terus, kalau orangnya dengar, bisa dibakar hidup-hidup gue," ucap Aldi.
Argatha dan Aldi memasuki kelas. Mereka saling melihat satu sama lain, saat melihat Ayana yang tersenyum kepada mereka berdua. "Aldi udah dekat sama Argatha?" tanya Ayana.
"Udah," jawab Aldi singkat.
"Aldi sini deh," ucap Ayana.
Aldi menghela napasnya, lalu menuruti ucapan gadis itu, karena jika tidak, ia harus siap mendengar rengekan dari gadis aneh itu. "Kenapa?" tanya Aldi.
"Aldi, gimana caranya biar bisa dekat sama Argatha?" bisik Ayana seraya melirik Argatha yang sekarang sudah duduk di kursinya.
"Ya nggak gimana-gimana," jawab Aldi jujur.
"Ih, Aldi mah gitu," decak Ayana.
Aldi mengerutkan keningnya, "Gue kenapa?" tanya Ali bingung.
"Bantuin Ayana dekat sama Argatha ya?" Ayana menakupkan kedua tangannya seraya memohon pada pria itu.
"Nggak! Nggak! Nggak!" tolak Aldi cepat.
"Ih, Aldi!" rengek Ayana.
"Nanti lo tinggalin Argatha gitu aja pas dia udah cinta sama lo, kayak yang dulu-dulu. Nggak deh" ucap Aldi.
"Ih, nggak Aldi, Ayana serius sama Argatha. Ayo dong Aldi bantuin Ayana," mohon Ayana.
"Nggak janji," Aldi langsung berjalan menuju ke kursinya, membiarkan Ayana yang melihat ke arahnya.
"Aldi awas aja ya, Ayana pastiin Aldi nggak akan bisa masuk kantin mulai besok," ancam Ayana.
Seketika anak-anak yang berada di kelas tertuju dengan Aldi dan Ayana. Tidak terkecuali dengan Argatha.
Langkah Aldi pun terhenti, ia menarik napasnya panjang. Ia malas sekali berurusan dengan gadis itu, karena akan menjadi sangat panjang dan susah diselesaikan.
"Ngancem terus!" ucap Aldi.
"Biarin!" sahut Ayana seraya menjulurkan lidahnya.
"Mampus lo, Di, akses lo ke kantin di lockdown," ucap Farah tertawa.
"Perkataan Ayana nggak pernah main-main loh," ucap Ayana pada Aldi.
"Iya iya, gue bantuin!" sahut Aldi pasrah.
Mendengar ucapan Aldi, senyum di bibir tipis Ayana langsung mengembang. "Nah gitu dong, kalau gitu, Aldi bebas jajan di kantin. Aldi mau apa aja tinggal ambil" ucap Ayana.
"Serius? Dibayarin?" tanya Aldi excited.
"Ayana biarin," jawab Ayana tertawa.
"Sial!" gerutu Aldi.
Argatha hanya tersenyum saat melihat perdebatan kecil yang terjadi di kelas tersebut. Kemudian ia mengambil earphone dan memasangnya.
Ayana menghampiri Argatha yang nampak asyik mendengarkan musik. "Argatha..," panggilnya.
Tidak ada respon apapun dari Argatha, pria itu tetap aja memejamkan matanya sambil mendengarkan musik.
"Argatha..," panggilnya lagi.
Tetap saja tidak ada jawaban apapun dari pria itu. Ayana mendecak kesal, ia memandang Argatha lekat. Lalu, menarik salah satu earphone yang terpasang di telinga Argatha, dan memasang earphone tersebut di telinganya, membuat pria itu terpelonjak kaget.
Argatha menoleh, menatap gadis di sampingnya dengan sinis. "Balikin earphone gue."
"Nggak mau."
"Sini."
"Nggak."
"Argatha suka lagu ini? Ayana juga suka loh lagu ini," ucap gadis itu.
"B aja," sahut Argatha singkat.
Farah melipat kedua tangannya, ditaruh di depan dada. Farah melihat Ayana yang terus mendekati Argatha, membuatnya tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. "Benar-benar gila tuh anak," ucapnya pelan.
°°°°°°
Seluruh siswa-siswi SMA Unasa nampak berkumpul di kantin, menghabiskan jam istirahat mereka dengan makan dan bercanda gurai. Tidak terkecuali dengan Argatha dan Aldi, mereka berdua nampak asyik mengobrol sambil memakan bakso.
"Di, kata lo si Ayana hobi bikin onar, mana? Sejauh ini masih aman-aman aja tuh anak," Argatha membuka pembicaraan.
Aldi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "Biasanya sih jam segini tuh anak beraksi," jawab Aldi.
Tidak lama kemudian..
"Bu, bakso satu."
"Pak, es the manis dua gelas ya.."
"Eh lo yang duduk di pojok, sana minggir gue mau duduk disitu," teriak seorang gadis yang sangat Argatha kenal. Siapa lagi kalau bukan Ayana.
"Tuh kan mulai beraksi tuh anak," ucap Aldi.
Argatha menelan ludahnya kasar, melihat gadis itu dengan tajam. "Setiap hari Ayana begitu?" tanyanya.
"Setiap hari selama hampir tiga tahun," jawab Aldi.
"Yang lebih parahnya lagi, makanan dan minuman yang dia pesan, nggak pernah dibayar," tambah Aldi.
"Serius?" tanya Argatha tidak menyangka.
"Dia sih nggak pernah bayar, tapi selalu ada yang bayarin," jawab Aldi seraya terus menyantap bakso miliknya.
"Siapa?"
"Nanti juga lo tau," jawab Aldi lagi.
Ayana berjalan menuju tempat duduk yang ia sudah ia pilih sebelumnya. Gadis itu tersenyum saat makanan dan minuman yang pesan sudah datang. "Makasih Pak, Bu. Seperti biasa ya, yang bayar Isal," ucapnya dengan keras.
Isal yang berada tidak jauh dari Argatha dan Aldi langsung membelalakkan kedua matanya. "Hah? Gue lagi yang bayar?" tanyanya.
Gadis itu bangkit dan berjalan menghampiri Isal. "Iya, kenapa? Lo keberatan?" tanya gadis itu ketus.
"E..nggak kok. Gampang nanti gue yang bayar," ucap Isal terbata-bata.
Kedua sudut bibir Ayana mengembang, ia membalikkan langkahnya kembali ke tempat duduknya. "Nah bagus, gitu dong" sahutnya santai.
"Tuh kan, gila tuh anak," bisik Aldi.
"Baru kali ini gue lihat cewek yang berkuasa di sekolah. Dan semuanya tunduk sama dia. Dahsyat," ucap Argatha dalam hati.
"Lo takjub sama Ayana?" tanya Aldi yang melihat Argatha sedang memperhatikan gadis itu.
"Hah? Kenapa?"
"Lo takjub sama Ayana?" Aldi mengulang pertanyaannya.
"Haha.. nggak lah," jawab Argatha tertawa.
"Bagus deh, jangan sampai lo terpesona sama dia. Kita beda circle sama tuh anak," ucap Aldi.
°°°°°
Jam pelajaran kembali di mulai, semua murid di kelas 12 IPA mengerjakan soal yang diberikan oleh Bu Vanya.
Sesekali Argatha melirik ke arah gadis di sampingnya, gadis itu tidak mengerjakan soal tersebut sama sekali. "Lo nggak ngerjain?" tanya Argatha.
Ayana menoleh, lalu tersenyum. "Ah Argatha perhatian banget sih," ucap gadis itu.
"Nyesel gue nanya ke lo!" sahut Argatha ketus.
"Ih! Argatha mah!"
Argatha kembali mengerjakan soal yang diberikan, membiarkan gadis itu asyik dengan dunianya sendiri.
Bu Vanya berjalan menghampiri Ayana. "Kamu lagi ngapain?" tanya Bu Vanya ketika berada di depan gadis itu.
"Gambar si botak, Bu," jawabnya tenang.
"Saya ini guru Matematika ya, bukan guru seni. Ngapain kamu gambar di jam pelajaran saya?" Bu Vanya mulai berbicara dengan nada sedikit tinggi.
"Saya nggak ngerti matematika, Bu, yang saya ngerti Cuma gambar si botak," jawab Ayana tetap santai.
Bu Vanya menarik napasnya panjang, ia merasa kesabarannya mulai habis. "Keluar kamu dari kelas," ucapnya keras.
"Serius ibu nyuruh saya keluar?" tanya Ayana.
"Kamu pikir saya becanda?"
Kedua sudut bibir Ayana mengembang, tangannya mengambil bolpoin dan kertas yang sudah ia gambar. "Makasih banget Bu, Ibu benar-benar guru ter-the best, tau banget keinginan saya. Sekali lagi makasih ya, Bu" ucap gadis itu menyeringai.
Farah menghela napasnya berat. "Harus diruqyah tuh anak" ucapnya pelan.
Argatha mematung sejenak. Apa-apaan ini, ia melihat sendiri gadis itu keluar tanpa merasa bersalah sedikitpun. Malah ia keluar dengan senang sambil membawa kertas yang telah ia gambar 'si botak'.

Komentar Buku (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    11d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    17d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru