logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

5. Itu bukan urusanku

Selamat membaca!!
~~~
Renata baru saja melakukan hal yang sangat kurang ajar, bagaimana bisa dia membantah ucapan Kepala Sekolahnya. Dia sangat benci jika sudah berada disituasi seperti ini.
Dia berjalan dengan langkah terburu-buru hingga sebuah tarikan menghentikan langkahnya.
Dia menoleh pada Pria yang sudah menarik lengannya. "Apa kamu sudah gila?!" pria itu berbicara dengan nada marah dan kesal.
Renata masih menatap Pria dihadapnnya ini, dia kemudian menepis lengan Pria itu yang masih memegang tangannya.
Dia Anggasta. "Bagaimana bisa kamu tiba-tiba pergi begitu saja saat Kepala Sekolah sedang berbicara." ucapnya lagi.
"Aku tidak punya kepentingan dengannya, aku juga sudah menolak tawarannya." Renata berbicara sambil mentap Anggasta.
Anggasta berdecih tidak percaya atas ucapan gadis ini. "Lucu sekali, aku sungguh tidak paham dengan cara berfikirmu. Apa kamu menjadi pasien ibuku karena kelakukanmu seperti ini?"
Sorot mata Renata menajam saat mendengar ucapan Anggasta. "Jangan campuri urusan ini dengan kehidupan pribadiku, karena kamu sama sekali tidak tau apa yang terjadi." tunjuknya
Anggasta sama sekali tidak mau kalah, dia sudah kesal dengan Renata, bagaimana bisa siswa yang begitu populer dan disukai banyak orang ternyata orang yang sangat buruk dalam bersikap.
Dia benar-benar tidak mencerminkan siswa yang baik. "Aku memang tidak tau apa yang terjadi denganmu sampai-sampai kamu menjadi pasien ibuku. Tapi aku tau satu hal tentang itu, kamu–" tunjuk Anggasta."tidak memiliki sopan santun."
Renata masih menatap menatap tajam Anggasta, dia berusaha untuk menahan emosi. Kemudian dia mengambil nafas. "Baiklah, aku memang tidak memiliki sopan satun, bahkan aku menolak tawaran dari kepala sekolah, tapi aku sungguh tidak ingin pergi kesana."
Anggasta menatap bingung Renata, sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis dihadapannya ini. Dia hanya ingin tau penyebab dia menolak pergi kesana. Apa dia takut karena penyakitnya akan kambuh?
"Kenapa? Apa kamu takut nanti akan terjadi sesuatu? Jika itu penyebabnya aku pasti akan melindungimu." Anggasta mulai menurunkan rasa kesalnya dan berusaha membujuk Renata.
"Itu bukan hal yang bisa diatasi, aku benar-benar tidak bisa."
"Apa kamu selalu menghindar dengan semua rasa takutmu? Itu tidak akan membuatmu merasa lebih baik jika kamu terus menghidarinya, aku akan membantumu untuk melawan rasa takut itu."
Renata sekali lagi hanya diam, dia memang selalu menghindar dari itu semua. Dia benar-benar pengecut.
Ucapan Anggasta sangat menyinggung perasaannya, tapi dia tidak bisa marah ataupun berteriak padanya, karena ucapan Anggasta sangat benar.
Renata membuang nafas pelan sambil menatap Anggasta. "Jika itu yang kamu mau, baiklah aku akan pergi kesana. Tapi ingat, jika terjadi sesuatu padaku nanti, kamu orang pertama yang akan bertanggung jawab." tunjuk Renata.
Anggasta terseyum menatap Renata, akhirnya gadis ini mau pergi dengannya. Bukan apa, sebenarnya dia bisa saja mengajak siswa lain untuk ikut dengannya dan membujuk kepala sekolah, tapi karena dia sudah terlanjur penasaran apa penyebab Renata tidak ingin pergi, jadi dia mencoba untuk membujuknya.
Meskipun dia akhirnya tau tentang ketakutan Renata, itu tidak mengurangi rasa penasarannya mengenai penyakit apa yang diderita gadis itu.
Apa ini ada hubungannya dengan sikap yang sering dia tunjukan pada orang lain dan orang sekitarnya? Apa mungkin juga dia sedang berpura-pura untuk menutupi sifat aslinya?
"Apa aku sudah boleh pergi?"
Anggasta lalu menoleh. "Tentu saja, aku akan kembali ke ruang Kepala sekolah."
Setelah itu Renata langsung pergi meninggalkan Anggasta yang masih menatapnya di koridor.
~~~
Renata kini sudah ada di dalam kelasnya, dia sama sekali tidak bisa fokus untuk mengikuti pelajaran.
Pikirannya terus berputar mengenai percakapannya dengan Anggasta tadi dikoridor. Untuk pertama kalinya, dia berbicara pajang lebar dengan seseorang, selama ini dia hanya bisa berbicara seperlunya, dia juga sering menghindari percakapan panjang dengan teman sekelasnya. Bukan apa, itu dilakukan agar dirinya merasa aman.
Apa keputusannya untuk ikut seminar udah benar? Ada rasa takut dalam dirinya, dia hanya tidak ingin nanti terjadi sesuatu. Tapi pikirannya kembali teringat dengan ucapan Anggasta.
Jika dipikirkan kembali dia memang seorang pengecut yang selalu menghindari masalahnya.
"Renata...," Panggilnya.
Renata langsung sadar dan menoleh. "Apa kamu baik-baik saja? Selama pelajaran saya kamu terus melamun, apa kamu sakit?" tanya Bu Meris.
"Aku baik-baik saja, Maaf." Renata menjawab dengan tenang.
Dia kembali menatap papan tulis dan mulai fokus terhadap pelajarannya.
Jam istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu, Renata hanya diam di dalam kelasnya sampai seseorang memanggil namanya.
"Renata!!" Dia teman kelasnya yang bernama Andini.
Beberapa hari ini dia selalu mengajak Renata berbicara, entah apa yang dipikirkannya. Mungkin saja dia berusaha untuk mengajak Renata berteman. Tapi Renata malah terlihat risih dan tidak suka, mungkin karena dia sudah terbiasa sendiri.
"Ayo kekantin." Ajaknya.
Renata menatap gadis itu dan menggeleng pelan. "Aku tidak pergi kesana, kamu saja."
Andini masih berdiri didepannya dan tersenyum. "Aku ingin berteman denganmu, aku lihat kamu tidak pernah mengunjungi kantin, apa kamu tidak suka pergi kesana?" tanyanya.
Sekali lagi Renata menggeleng pelan. "Aku hanya tidak ingin saja." Renata kemudian berdiri dan mengambil beberapa buku.
"Aku akan pergi keperpustakan untuk membaca." Setelah mengucapkan itu dia lantas pergi meninggalkan Andini yang masih menatapnya.
"Sulit sekali untuk bisa berteman dengannya, tapi aku tidak mau menyerah."
Renata sudah tiba di perpustakaan milik sekolah, dia masih berputar mencari buku yang dia inginkan dan mengambilnya jika itu menarik untuk dia baca.
Setelah membawa beberapa buku, dia lantas duduk dikursi yang sudah disediakan. Hari ini dia akan menghabiskan waktunya untuk membaca diperpustakaan. Pelajaran sudah tidak akan dimulai lagi karena semua guru akan mengadakan rapat sehingga seluruh siswa dibebaskan dengan syarat tidak pulang.
Baru beberapa menit dia membaca, sebuah suara mengusik telinganya. Dia menjadi tidak bisa fokus membaca.
Renata menoleh mencari sumber suara, tatapannya tertuju pada segerombolan siswa perempuam yang tengah duduk dikursi paling belakang.
Mereka tengah asik berbincang dengan suara dengan volume suara sedikit kencang. Renata tidak mengenal orang-orang itu.
Awalnya dia berniat mengabaikannya dan memilih pergi untuk menghindari masalah. Tapi dia tidak sengaja melihat seseorang yang dia kenal.
Andini? Bukankah dia sedang dikantin?
Renata terus menatap mereka tanpa ekspresi, dia juga melihat Andini seperti sedang katakutan. Rupanya mereka tengah menganggu Andini.
Tatapan mereka bertemu, Andini seperti memberi isyarat pada Renata untuk menolongnya. Tapi Renata hanya bisa menatapnya datar.
Tak ingin terlibat dengan sebuah masalah, Renata memilih untuk pergi dan meninggalkan Andini.
Tapi ada hal yang terus saja mengganjal dalam dirinya, sisi kemanusiaannya mulai muncul, ada rasa tidak tega melihat teman sekelasnya diperlakukan seperti itu.
Renata membuang nafas pelan dan kembali berjalan masuk kedalam perpustakaan.
"Bisakah kalian tidak berisik?" tanya Renata pelan.
"Ada Renata ternyata, apa kamu terganggu dengan suara kami?" tanya salah satu siswa perempuan tersebut.
Renata hanya diam dan menatap mereka. "Baiklah-baiklah kami tidak ingin mencari masalah denganmu."
Mereka mulai berdiri dan langsung menarik lengan Andini untuk ikut dengan mereka.
"Andini." Panggilnya.
Semua siswa perempuan tersebut menoleh dan menatap Renata. "Kamu dipanggil ketua kelas tadi." ucap Renata tenang.
Mereka menatap Andini. "Lain kali kita ketemu lagi." Perempuan tersebut pergi meninggalkan Andini dan juga Renata.
Setelah kepergian mereka, Renata langsung membuang nafas lega. Sejujurnya dia sangat takut, dia tidak tau apa yang akan terjadi jika dia ikut campur dengan urusan oranglain. Selama ini dia hanya menghindar dan tidak memperdulikan orang-oranh disekitarnya demi menyelamatkan dirinya sendiri.
Tapi kali ini, entah kenapa dia memiliki keberanian untuk menolong Andini.
"Terimakasih." Ucap Andini pelan.
Renata hanya menoleh dan pergi begitu saja keluar dari perpustakaan.
***

Komentar Buku (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru