logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

13. Untuk Pertama kalinya

Selamat membaca!!
~~~
Anggasta sudah tiba dikediamnya, dia lantas membuka pintu rumah dan masuk, hari ini cukup membuatnya lelah dan merasa senang juga.
Kegiatan sekolah mulai cukup padat tahun ini, berbeda dengan tahun sebelumnya. Banyak sekali kegiatan yang akan dilaksanakan untuk beberapa bulan kedepan. Setelah acara festival selesai, masih ada acara lainnya yang akan datang.
Ditambah lagi untuk tahun ini akan ada acara prom night dan itu cukup membuatnya merasa lelah dan tertekan. Dia harus pandai mencari waktu untuk dirinya sendiri.
Anggasta langsung duduk disopa dan melepas jaket miliknya. Asisten rumah tangganya langsung membawa secakir teh hangat untuknya.
Anggasta tersenyum. "Terimakasih."
Dia kembali teringat dengan kejadian tadi dimobil. Senyuman Renata sungguh sangat menggetarkan hatinya, ada perasaan aneh yang muncul dalam dirinya saat gadis itu tersenyum.
"Aku tidak menyangka dia akan secantik itu jika sedang tersenyum." gumamnya.
"Rupanya kamu sedang jatuh cinta?"
Anggasta langsung terkejut mendapati ibunya tengah berdiri dibelakangnya. Dia tidak menyangka jika Sopia mendengar ucapannya.
"Siapa juga yang sedang jatuh cinta."
"Masa? Ibu dengar kamu sedang memuji seorang gadis. Siapa dia? Renata?" tebak Sopia.
Anggasta jelas terkejut mendengar ucapan Sopia, kenapa tebakan ibunya benar.
"Bu–kan!! Siapa juga yang menyukai gadis itu." jawabnya gugup.
Sopia hanya tersenyum mendapat jawaban gugup dari Anggasta. Putranya sudah mulai beranjak dewasa, dia kini telah memiliki seorang gadis yang dia sukai meskipun dia selalu menyangkalnya.
Tumbuh tanpa seorang ayah memanglah sangat sulit, terkadang Sopia juga selalu mendapati Anggasta tengah memegang poto Ayahnya, dia selalu seperti itu jika sedang kesulitan atau merasa tertekan.
Tapi dia tidak ingin melarang Anggasta untuk melakukan itu, karena dia mengerti, apalagi Anggasta adalah seorang pria, dia membutuhkan seseorang yang juga sama sepertinya untuk berbagi keluh kesahnya.
"Kenapa tidak? Renata gadis yang baik, dia pintar dan cantik. Cobalah untuk lebih dekat dengannya, siapa tau dia bisa sembuh karena orang-orang sekitarnya."
Anggasta menatap ibunya lurus. "Apa penyakit yang dia derita bisa sembuh?" tanyanya.
"Ummm mungkin saja, jika ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dengan baik, maka secara perlahan dia akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Seperti yang dia bilang pada ibu, dia sudah tidak memiliki mimpi buruk, dan itu terjadi karena dia sudah mulai banyak berinteraksi dengan orang lain. Jadi ibu minta padamu untuk menjadi temannya."
Mendengar itu tentu membuat Anggasta senang, itu hal yang baik. Renata sudah tidak memiliki mimpi buruk lagi, setidaknya itu bisa mengurasi rasa trauma dalam dirinya.
Kali ini sudah memutuskan untuk bisa lebih dekat dengannya, meskipun Renata masih enggan berteman dengannya.
~~~
Hal yang sangat dia benci disekolah adalah ketika seluruh isi kelas sangat berisik. Ingin sekali dia berteriak dan meminta mereka untuk tenang, tapi apa dayanya dia tidak ingin membuat masalah apapun.
Renata hanya membuang napas kesal sebelum membawa bukunya dan berjalan keluar dari kelas.
Dia berniat untuk pergi keperpustakaan tapi sebelum itu dia ingin pergi ketoilet sebentar.
Dia masuk kedalam toilet begitu sampai, namun langkahnya langsung terhenti saat mendapati orang yang dia kenal tengah dikerumuni oleh beberapa orang.
Renata hanya bisa membuang nafas pelan, kenapa harinya selalu buruk. Ini sudah keduakalinya dia melihat Andini sedang diganggu oleh orang yang sama. Tapi kali ini lebih parah, mereka melakukan hal yang sangat diluar batas. Pakaian Andini sudah sangat basah, mungkin karena mereka mengguyurnya dengan air.
"Kenapa aku selalu melihat kalian." ucap Renata dingin.
Entah keberanian dari mana Renata bisa berbicara seperti itu, selama ini dia selalu tidak peduli dengan orang-orang sekitarnya tapi melihat Andini diperlakukan seperti itu membuat Renata sedikit marah.
Semua orang didalam toilet menoleh padanya. Mereka terlihat sedikit terkejut dengan kedatangan Renata, namun itu tidak menjadikan mereka takut padanya.
"Hah selalu saja, kenapa selalu muncul saat aku merundung Andini. Apa kamu itu penjaganya?"
Renata hanya dia tak menjawab ucapan mereka, dia masih menatap mereka semua. Lebih tepatnya Renata tengah mengamati wajah mereka semua.
"Aku hanya kebetulan masuk ke dalam toilet dan melihat kalian. Apa kalian tidak memiliki perkerjaan lain selain menganggunya?" tanya Renata.
Salah satu dari mereka terlihat sudah marah padanya. "Jangan pikir kami takut padamu hanya karena kamu pintar dan populer disekolah, aku bisa saja menjadikanmu target rundunganku." acamnya.
Mendegar itu Renata berdecih kesal, dia sudah tidan bisa lagi menahan rasa kesalnya pada orang-orang ini. Mereka sungguh tidak punya etika sama sekali.
"Baiklah, mulai sekarang jadikan aku sebagai terget rundungan kalian. Andini jalan kearahku sekarang."
Andini terlihat sangat kaget saat mendengar ucapan Renata, gadis itu terlihat sangat berbeda dari biasanya. Sikap yang dia tunjukan seperti bukan Renata yang biasanya. Andini masih ragu untuk jalan kearah Renata, karena orang-orang yang merundungnya tengah menatap sengit dirinya.
Renata membuang nafas pelan saat melihat Andini ketakutan, dia lantas berjalan menuju kearah Andini dan langsung menarik tangan gadis itu untuk keluar dari toilet.
Orang-orang didalam toliet mulai berteriak memanggil namanya dengan kesal, namun Renata tidak peduli dan terus menyeret Andini keluar dari toilet.
Dia membuka kardigan miliknya dan menyematkan di bahu Andini. "Pakailah dulu."
Andini menatap Renata, dia terlihat sangat terharu dengan sikap Renata saat ini. "Terimakasih."
Lalu Renata langsung membawa Andini ke UKS untuk berganti baju. "Tunggu sebentar disini, aku akan mengambil pakaianku didalam loker." setelah mengucapkan itu Renata langsung keluar dari UKS menuju loker miliknya.
"Renata...,"
Mendengar namanya dipanggil, dia langsung menoleh dan nendapati beberapa teman kelasnya tengah berjalan menuju kearahnya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Tanganmu kenapa? Apa kamu sakit?"
Renata langsung menoleh pada tangan kirinya yang masih diperan, dia baru menyadari jika kardigannya sudah dia kasih pada Andini.
"Tidak apa-apa." Renata berusaha menyembunyikan tangan kirinya.
Mereka menatap curiga pada Renata. "Apa selama ini kamu selalu memakai kardigan karena tanganmu—"
"Apa yang tengah kalian lakukan disini?" Anggasta tiba-tiba memotong ucapan teman kelas Renata.
"Sebaiknya segera kekelas, bel sebentar lagi berbunyi." perintahnya.
Mereka langsung mengangguk dan pergi begitu saja meninggalkan Renata yang masih berdiri.
"Tumben sekali tidak memakai kardigan?" tanyanya.
"Aku kasih pada orang lain." jawabnya.
Renata berniat untuk segera pergi mengambil baju. Namun Anggasta tiba-tiba menyematkan jaket miliknya dibahu Renata, membuat dia sedikit terkejut akibat ulahnya.
"Pakailah untuk sementara agar orang-orang tidak menanyai tentang tanganmu." Anggasta lansung pergi begitu saja tanpa menunggu Renata berbicara.
Renata hanya diam menatap kepergian Anggasta. Dia menarik jaket milik Anggasta dan dia menatapnya sebentar.
"Terimakasih."
***

Komentar Buku (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru