logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Teman Lama

"Sayang, mau paman beri tahukan sesuatu?" Davin pun menyambar tubuh Cherry untuk digendong, lalu memberi kode pada Kirara untuk mengikuti dirinya.
Pria dengan tinggi 173 sentimeter itu sedikit membenarkan pangkuan Cherry di lengan, sambil menyapu pandang suasana yang masih nampak ramai di sana.
"Paman tahu, kamu masih kenyang. Iya, 'kan?" bisik Davin di telinga Cerry.
Impulsif, kepala kecil itu menoleh. Cherry terkejut, hingga tanpa sadar genggaman pada tangkai balon dan cone es krim sedikit lebih dieratkan. Apa rasa kenyangnya tertulis jelas di dahi?
"Paman Apin kok, bisa tahu?" balas Cherry berbisik.
Irisnya segera ditarik ke ujung untuk melirik sang ibu dan tanpa sadar langsung menghela lega, saat melihat Kirara berada dua langkah di belakang mereka. Semoga ibunya itu tidak mendengar ataupun curiga pada apa yang sedang mereka bicarakan.
"Tentu saja aku tahu, karena aku juga pernah makan es krim ini, dan itu membuat perutku penuh."
Cherry mengangguk. Dia setuju dengan pernyataan itu. Es krim dua tumpuk ini sangat mengenyangkan perut, tetapi membuat haus kerongkongan!
"Tapi, boleh tahu, kenapa Cherry bilang lapar?" lanjut Davin penasaran. Yah, ini mungkin terdengar kekanak-kanakan, karena tadi itu waktunya sangat tepat untuk memulai agar Kirara berbicara serius dengannya.
Apa Cherry tidak suka dia dan Kirara berbincang serius seperti tadi? Davin galau. Sebagai pria yang memiliki niat untuk masuk dan menjadi bagian dari hidup mereka, tentu sikap kecil seperti ini membuatnya cemas.
Cherry terdiam, ragu untuk mengutarakan apa yang dia rasakan.
"Tiap muka Mamah lagi begini." Cherry mulai merengut masam, mencontoh wajah murung Kirara. "Celly halus bantu Mamah. Celly halus bikin Mamah senang lagi."
Entah apa yang dirasakannya itu, Cherry pun kurang mengerti, dia hanya mengikuti kata hatinya.
Davin diam mencerna lalu terkekeh pelan. Dia mengerti apa yang Cherry maksud, hatinya pun menghangat dan bersyukur karena ternyata, alasan tindakan Cherry itu tidak seperti pikirannya.
Mungkin, rasa sayangnya pada anak ini semakin bertambah. Yah ... dari awal, tidak ada alasan yang bisa membuat dirinya membenci anak semanis Cherry.
Davin harap, mereka bisa menjadi keluarga sungguhan. Namun, sepertinya Kirara masih ragu meski hubungan pertemanan mereka sudah berganti menjadi kekasih.
"Rara?"
Suara pria asing terdengar memanggil dengan nada interogatif.
Tiga orang yang terlihat seperti keluarga itu pun serentak memandang pria yang berdiri memegang satu gelas minuman dingin, tidak jauh di depan mereka.
"Vino?" celos Kirara, terdengar sangat pelan sampai Davin dan Cherry yang kini berada satu langkah di depannya pun tidak bisa mendengar.
Seakan semua berhenti, seolah semua suara meredam dan seolah semua orang di sana menjadi samar.
Hanya ada Kirara Freysia dan Alvino Deanove.
Dua orang yang sama-sama membeku, melempar pandang dengan binar yang sulit diartikan. Ingin mengatakan sesuatu, tetapi entah mengapa kedua bibir mereka malah kian mengeras dan memberat.
Haruskah mereka berpelukan? Atau, haruskah mereka hanya mengucap sapa dan pergi?
Ini ... adalah pertemuan pertama mereka setelah kurang lebih enam tahun tidak bertemu dan ... yang lebih penting, Kirara-lah yang selalu berlari menghindari pria itu.
"Kamu kenal dia?" interupsi Davin, aneh melihat Kirara dan pria asing di sana hanya diam dan saling memandang saja.
Kirara masih membisu. Seluruh atensinya tetap terpaku pada pria berjaket levis di sana. Rasanya ada yang berbeda. Aura dari pria berkulit cokelat manis itu terasa berbeda. Alvino terlihat lebih dewasa.
"Sayang!"
Teriakan nyaring sontak membuat Kirara mengerjap kaget. Dua netranya langsung menyorot ke asal suara. Bukan Davin ataupun Cherry yang berteriak, melainkan seorang wanita bertopi baret sedang berjalan cepat menghampiri Alvino.
"Kamu kok malah diam di sini, sih? Aku nungguin kamu dari tadi, loh," protes kesal dari wanita berbusana rok mini berpadu dengan atasan lengan panjang.
Entah siapa wanita itu, Kirara hanya diam memperhatikan. Benar-benar menjadi tuli, sampai suara Davin yang memanggil pun belum bisa menyadarkan dirinya.
"Ra? Hei?" panggil Davin untuk yang ketiga kali.
"Oh? Iya, sebentar Vin," sahut pelan Kirara tanpa menoleh, bersamaan dengan tangan yang menyentuh lengan sang kekasih.
Alvino menoleh, membagi antensi pada wanita yang mengapit lengannya, juga pada wanita yang menatap diam ke arahnya.
"Maaf May, nih minuman kamu," ujar Alvino, sesekali melirik canggung pada Kirara.
Alvino sendiri juga bingung, harus bagaimana jika Kirara tetap tidak merespon seperti itu. Bahkan dirinya ragu, apakah wanita bercardigan ivory itu adalah wanita yang dia kenal?
Kirara yang selalu tampil dengan rambut pendeknya sekarang memiliki rambut panjang dan terkuncir, bahkan pakaian feminim yang jauh dari style wanita itu pun, saat ini sudah membungkus pas di tubuh.
"Mamah!" seru Cherry, cemas melihat ibunya yang tiba-tiba menjadi aneh.
Selang berikutnya, Cherry menatap sinis Alvino. Semua karena orang itu, Mamahnya jadi aneh. Alvino adalah pria pertama yang masuk blacklist Cherry.
"Mamah?" pikir Alvino. "Dia ... sudah punya anak?" lanjutnya membatin, sungguh mengejutkan. Dia sama sekali tidak menyangka, kalau Kirara sudah memiliki anak.
Tak lama kening Alvino semakin mengerut dalam sambil menatap bingung pada Cherry yang memelototi dirinya. Apa salahnya hingga harus menerima pandangan di pertemuan pertama mereka.
"Kamu kenal mereka?" Lagi, wanita bernama Maya itu berbicara pada pasangannya.
Alvino mengangguk ragu. "Sepertinya," ucapnya pelan, masih memperhatikan Kirara yang berbicara pada seorang anak dan sesekali mencuri pandang ke arahnya. Manik aswad Alvino pun merambat pada pria yang juga ikut bicara dengan Kirara. "Suaminya?" lanjutnya menebak dalam hati.
Maya memandang bingung Alvino. Persis seperti dirinya, dua orang yang berada dekat dengan Kirara juga terlihat bingung.
"Mamah kok diam aja, sih? Ayo cepat kita makan, Celly udah lapal!" rengek Cherry.
"Ra, kamu kenapa? Kamu kenal dia? Atau, mau aku saja yang mengurusnya?" tawar Davin, kini tangan kirinya sudah bertengger posesif di bahu Kirara.
Padahal, belum lama dirinya mengatakan, kalau dia cemburu pada apa yang ada di dalam pikiran Kirara dan sekarang, dia tidak suka pada pria yang ditatap seperti itu oleh kekasihnya.
Davin benar-benar tipe pria pencemburu.
Kirara serentak membuang napas dari mulut dan hidung. Dia sudah kembali pada kesadarannya.
"Aku nggak apa-apa, kok. Maaf, tadi aku cuma sedikit kaget. Nggak disangka bisa ketemu sama rekan kerjaku dulu," ujar Kirara menenangkan Davin, kemudian beralih memandang sang putri dan memberikan belaian halus di pipi Cherry. Putrinya terlihat ngambek.
Davin diam. Wajahnya datar. Apa pun sebutannya, dia tetap tidak suka! Namun, tidak ada yang bisa dia lakukan jika sang kekasih sudah berbicara seperti itu.
"Rekan kerja dulu? Waktu kamu bekerja di redaksi?" tanya Davin, untuk saat ini ingin memastikan sampai di situ saja.
Kirara mengangguk. "Hm, benar. Biar aku perkenalkan kalian."
Hanya sekali lihat saja, Kirara tahu dengan ketidaksukaan Davin pada Alvino. Salahnya yang merespon keberadaan Alvino seperti tadi di depan kekasih yang pencemburu.
Kirara mulai mendekat. Mungkin ini sudah saatnya mereka bertemu. Sejak dirinya memutuskan untuk menghilang dari semua hal yang berhubungan dengan Alvino, sejak itu juga dia sudah memikirkan ... cepat atau lambat, takdir akan kembali mempertemukan mereka. Sebab dia tahu, pria ini masih terus mencari dirinya sampai sekarang.
"Long time no see, Vin ...."
Davin menaikkan samar satu alisnya. Hatinya terasa tersentil. Vin? Kirara memanggil orang itu, Vin? Apa nama dia sama seperti dirinya? Semakin tidak suka Davin dengan teman kekasihnya itu.
"Kamu, benar Kirara?" ragu Alvino tidak percaya. Meski begitu, tidak bisa dia pungkiri kalau hatinya melega mendapati wanita di depannya ini adalah orang yang selama ini dia cari.
Kirara tertawa. "Melihatmu ragu seperti itu, sepertinya penampilanku banyak berubah, ya?"
"Benar. Penampilanmu banyak yang berubah. Aku sampai pangling, loh. Oh, bagaimana kabarmu?" balas Alvino.
Inginnya sih memeluk, tetapi melihat Davin yang memandang tajam padanya, membuat Alvino hanya mengulurkan tangan.
"Selama ini, kamu bersembunyi di mana? Benar-benar pintar," sambung Alvino sarkas. Pertanyaan yang sudah dia siapkan sejak dulu. Lebih tepatnya, selalu terlintas sepanjang waktu menghilangnya Kirara.
Di sisi lain, berbeda dengan Alvino yang merasa senang setelah sekian lama tidak bertemu Kirara. Ada Cherry yang merengut masam. Pun dengan pria yang menggendongnya, hanya saja ... Davin tidak terlalu menunjukkan ekspresi ketidaksukaanya.
"Celly nggak suka olang itu," keluh Cherry setengah berbisik, melihat malas ke arah Kirara dan Alvino. Kepalanya bahkan sudah disandarkan ke bahu lebar di sana. Dia malas sekaligus lelah, padahal yang menompang seluruh tubuhnya adalah Davin.
Mendengar pengakuan lucu yang menyentil hatinya, membuat raut Davin kembali cerah. Hatinya mengumpat karena sudah bersikap kekanak-kanakkan di depan anak kecil! Terima kasih pada Cherry yang tanpa sengaja telah menyadarkan dirinya.
"Begitukah? Tapi, apa Cherry ingat? Dulu kamu juga nggak suka denganku, bukan?" ledek Davin.
Davin masih ingat akan satu tahun lalu, di mana Cherry menatap tidak suka dan akan berbuat onar setiap kali dia berdekatan dengan Kirara. Saat itu, benar-benar seperti berada di medan perang.
"Paman, itu kalena dulu Celly masih kecil dan sekalang, kita 'kan udah jadi teman!"
Mendengar itu, kening Davin refleks mengerut samar. Bukankah sekarang anak ini juga masih kecil?
Tidak bisa ditampung lagi, Davin melepas tawa geli sambil mencubit gemas pipi Cherry yang menggelembung empuk seperti ikan buntal. Semakin gemas kala mendapati wajah merengut Cherry yang sama seperti Kirara ketika ngambek.
"Kalian sedang membicarakan aku, ya?" sambar Kirara. Tawa Davin yang terdengar geli di belakangnya membuat hatinya tergelitik ingin menoleh sampai mengacuhkan pertanyaan Alvino.
Jujur saja, melihat mereka tertawa, hati Kirara sedikit melega. Nanti, dia pasti akan menanyakan bagaimana perasaan Cherry tentang Davin.
Davin berdeham meredakan tawanya. "Apa tadi kita sedang membicarakan Mamah?" tanyanya pada Cherry.
"Nggak!" sungut jutek Cherry, dia masih ngambek pada Kirara yang memilih berbicara pada orang asing daripada pergi makan bersamanya.
Kirara menyipit gemas. Cherry sedang merajuk? Lucu sekali ....
"Putrimu menggemaskan sekali," celetuk Alvino. Sejak tadi memperhatikan getir kehangatan dari keluarga kecil itu. Ada rasa tidak ikhlas di sudut hatinya. Entah kenapa bisa begitu, Alvino juga tidak tahu.
Kirara kembali menoleh, lalu mengangguk setuju. "Selain menggemaskan, dia juga pintar buat orang kangen!"
"Celly nggak suka! Celly nggak gemesin!" seru Cherry tidak terima semua mentertawakan dirinya. Semakin ditekuk wajah bulatnya.
Apa mereka tidak sadar, kalau dia sudah sangat bosan berdiri di sini?
Membicarakan Cherry, rasa canggung di antara mereka pun bisa sedikit mengikis. Kirara melirik pada Maya, dia jadi tidak enak telah melupakan satu orang lagi. "Oh ... em, apa dia istrimu?"
Untuk beberapa detik, Alvino memilih diam sembari menatap lekat wanita yang tersenyum di depannya itu, rasanya sedikit kecewa karena Kirara belum juga mau menjawab pertanyaannya ... tentang di mana wanita itu bersembunyi selama ini, tetapi biarlah ... karena setelah ini, dia tidak akan melepaskan wanita itu lagi.

Komentar Buku (328)

  • avatar
    GustiRaden

    terbaik

    2d

      0
  • avatar
    312Nurisah

    seruuu

    29d

      0
  • avatar
    KurniadiAbsallom

    terbaik

    18/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru