logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 20 TATAPAN TIGA DETIK

Dua pasang mata yang saling bertatapan, yang satu memberi tatapan dingin serta sinis dan yang satu lagi memberi tatapan membunuh. Seolah tatapan yang ia berikan ingin segera mencincang habis tubuh lawan jenis yang di sampingnya.
Ya, itu Flo da Axel.
Terlihat mereka berjalan beriringan di koridor kampus, Flo yang sedari tadi tak berhenti menatap Axel dengan tatapan tajamnya hingga tidak memperhatikan jalannya lagi.
Bugh!
Flo menabrak pilar tembol yang ada di hadapannya, itu mengakibatkan tubuhnya terhuyung ke belakang, seseorang segera menangkap tubuhnya.
"Aduh!" Flo meringis dan menyentuh keningnya yang berciuman secara live dengan pilar yang di hadapannya.
Flo membuka matanya perlahan dan ia terkejut melihat siapa yang menopang tubuhnya sekarang. Matanya bertemu dengan mata orang yang sudah menopang tubuhnya.
Posisi Axel yang menopang tubuh Flo dari samping, dengan dada bidangnya yang menjadi sandaran punggung Flo, kedua tangannya menyentuh lengan Flo dari kedua sisi.
Axel menatap dalam manik mata Flo, begitu pula sebaliknya. Sudah banyak suara yang berbisik-bisik dari mahasiswa yang melihat mereka.
Tidak ada pergerakan dari mereka berdua.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Bugh!
Dengan cepat Axel menjauhkan diri dari tubuh Flo dan melepaskan tangannya, alhasil Flo jatuh terduduk di lantai.
Flo meringis dan memegang bokongnya yang dicium oleh lantai. Sakitnya sekarang menjadi double.
"Kamu gila ya! Sakit tahu!" Flo mengusap bokongnya yang terasa sangat ngilu, wajahnya tidak bisa digambarkan seperti apa, marah, kesal, kesakitan semua menjadi satu.
"Sakit ya? Tapi sayangnya gua ga peduli tuh!" Axel berjongkok di hadapan Flo,"dan ini belum seberapa." Raut wajahnya menjadi semakin datar,setelah mengucapkan itu Axel berdiri dan meninggalkan Flo begitu saja.
Mendengar itu, Flo semakin kesal dan berteriak.
"AXEL SIALAN! AKU BALAS KAMU!!" Karena terlalu kesal, Flo tidak sadar banyak mahasiswa yang melihat ke arahnya akibat dari teriakan tadi. Dia mencoba bangkit berdiri meski bokongnya masih sangat sakit.
"Ini tiang juga, berdiri sembarangan!" gerutu Flo, dia terlihat seperti memarahi pilar yang di hadapannya itu.
"Lu yang ga merhatiin jalan, malah tiang yang lu salahin." Suara seseorang dari arah belakang Flo sontak membuat tubuhnya berputar, untuk melihat siapa orang itu.
Mata Flo membelalak, tangannya mengepal melihat wajah seseorang yang kini berdiri di hadapannya. Nafasnya memburu, jantungnya berdetak dengan cepat. Tatapan tajamnya itu seolah-olah ingin membunuh orang yang dihadapannya ini. Tapi dengan segera Flo pergi meninggalkan orang itu.
Melihat reaksi Flo, orang itu kebingungan dan bergumam, “cewek aneh!'' Lalu dia melanjutkan langkahnya lagi.
Sementara Axel yang melanjtkan langkahnya hanya tersenyum sinis mendengar teriakan itu, tanpa menghentikan langkah dia pergi menuju kantin.
Ddrrrttt
Ddrrrttt
Getaran handphone yang ada di saku celananya menghentikan langkah pria itu, dan merogohnya.
Dia mendapati ponselnya, Mamah calling. Keningnya mengernyit, tidak biasanya Mamah nelpon pagi-pagi gini, dan tadi dia juga sudah pamitan pada Mamah sebelum berangkat ke kampus.
Ada apa ya?
Kenapa perasaannya mendadak tidak enak.
Segera dia geser tombol berwarna hijau di layar handphone dan mendekatkannya pada telinga kanan.
"Halo, ada apa Mah?"
"......"
"Hah! Gak, enggak Mah. Biar dia datang sendiri aja, biasanya juga dia sendirikan?"
"......"
"Hmm, oke, oke. Nanti Axel bawa dia"
Piipp
Axel hanya bisa mendengus setelah mendengar ucapan Mamah. Benarkan yang dia katakan tadi, perasaannya tidak enak. Dan inilah yang terjadi.
Mamah memaksanya pulang ke rumah bersama Flo, apa-apaan Mamah, apa dia tidak tahu bahwa Axel sangat benci berdekatan dengan gadis itu.
Akh sudahlah.
Tapi tidak apa, nanti di rumah Axel akan memberinya lagi pelajaran.
Tunggu saja Flora Katarina.
__
Axel berjalan menghampiri kedua sahabatnya yang sudah setia menunggu kedatangan dia. Dia tiba dan duduk tepat di hadapan Albert.
"Wiish, dateng juga lu boss!” ucap Albert, yang kemudian mematikkan korek pada rokok yang ada dihimpitan jari tengah dan telunjuknya.
Mereka bertiga memang perokok.
"Kalian udah lama?" tanya Axel pada kedua sahabatnya itu.
"Gak juga!" jawab Alex yang duduk di sebelah Axel.
"Al, ada cewek tuh, seksi man. Lu ga mau deketin dia?" Alex bertanya pada Albert yang masih asyik dengan rokoknya. Dia berkata begitu karena di aAntara mereka bertiga hanya Albert yang paling menyukai cewek-cewek seksi dan cantik.
"Siapa?" tanya Albert.
"Lihat aja ke belakang, lu pasti suka men. Gua yakin!" ucap Alex, yang semakin membuat Albert penasaran.
Tanpa tunggu lama lagi, Albert segera menoleh ke belakang dengan wajah yang berbinar. Setelah melihat siapa cewek seksi yang di katakan oleh Alex tadi, raut wajah Albert menjadi datar.
Dengan segera Albert melemparkan bungkus rokok yang ada di hadapannya ke arah Alex, setelah tubuhnya berbalik menghadap kedua sahabatnya itu.
"Sialan lu Lex!" ketus Albert.
Alex dengan sigap menangkap bungkus rokok itu, dan terkekeh melihat wajah Albert.
"Ck, apa omongan gua salah? Tu cewekkan emang seksi men, lu nyari yang kayak gitukan?" ucap Alex yang kemudian juga ikut menyalakan rokok.
"Gua masih waras kali! Ya kali gua ngedeketin cewek yang kayak begituan, mending gua jadi perjaka tua!" ketus Albert.
"Lu berdua gak tau, kalau ini cuma pelarian gua aja." ucap Albert dalam hatinya.
Albert menyukai gadis-gadis cantik dan seksi bukan sifat dia yang sebenarnya, itu hanya pelarian. Pelarian, karena sampai saat ini hanya ada satu nama yang masih setia terukir di hatinya. Dan itu tidak akan bisa dihapus oleh siapapun.
"Ck, tu cewek mahasiswi tercantik di kampus ini Bro. Masa lu nolak dia?" Alex tetap menggoda sahabatnya itu yang sudah terlihat kesal.
"Cantik apanya kampret, itu orang transgender!" kesal Albert, yang kemudian diiringi tawa oleh Alex.
Orang yang di tunjuk oleh Alex tadi adalah Sonia, seorang transgender yang sebelumnya bernama Soni.
"Cantik."
Alex dan Albert saling memandang, dan sama-sama menggelengkan kepala seolah berkata, "bukan gua.” Lalu mereka menatap Axel, yang sedang senyum senyum sendiri dan tatapannya lurus ke depan.
"Indah."
Lagi, itu Axel yang mengucapkan. Albert dan Alex semakin bingung, dan kemudian melihat ke arah yang di tatap oleh Axel.
Mata mereka berdua, melotot sempurna melihat apa yang ditatap oleh Axel, dia adalah Sonia.
"Coklat yang indah.”
Alex dan Albert semakin bingung dengan ucapan yang keluar dari mulut Axel. Mereka berdua saling tatap.
"Dia kenapa?" tanya Alex yang menunjuk Axel dengan jarinya dan wajahnya yang masih terlihat bingung.
"Gak tau gua, kesambet kali!" jawab Albert dengan raut wajah yang tak kalah bingungnya dari Alex.
"Woiii!" Albert menepuk pundak Axel tiba-tiba, dan itu membuat Axel tersadar dari lamunannya.
"Ck, lu apa-apaan sih, buat gua kaget aja!" kesal Axel melihat Albert yang mengganggunya.
"Lu kenapa? Jangan bilang lu suka sama Sonia?" tanya Alex dengan raut wajah yang menatap Axel dengan curiga.
Mendengar itu, Axel bergidik ngeri.
"Apaan sih lu pada. Gua masih waras ya." Axel menggelengkan kepalanya, lalu mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam tas.
"Ya dari tadi mata lu itu ke arah Sonia mulu!” kata Albert.
"Dan lu ngomong ga jelas!" lanjut Alex, dia sama bingungnya seperti Al.
"Ck, apaan sih." Hanya itu yang di ucapkan oleh Axel, dan raut wajahnya kembali datar seperti biasa.
"Ya syukurlah lu masih waras men. Tapi kok tadi lu bilang cantik, indah, coklat yang indah apaan tu maksudnya?" tanya Alex.
Axel mengernyit, bingung. Perasaan dia tidak pernah mengucapkan hal seperti itu.
"Gua gak ngucapin kata-kata kayak gitu. Ngaur lu berdua!" elak Axel, sebenarnya dia tidak sadar dengan apa yang di ucapkannya tadi.
"Lu pikir kita budek?" ucap Albert, dan kemudian wajah Albert mendekat ke arah Axel yang duduk dihadapannya, Albert tersenyum misterius yang membuat Axel bergidik ngeri.
"Atau jangan-jangan-" Albert menggantungkan ucapannya.
"Jangan-jangan apaan?" tanya Axel masih dengan wajah datarnya.
Melihat tingkah Albert, Alex mendengus dan menggelengkan kepalanya. Sahabatnya yang satu itu memang aneh, sok misterius, dan sok dramatis.
"Jangan-jangan lu lagi jatuh cinta ya?" tanya Albert dengan senyum yang menjijikkan bagi Axel.
"Ck, ngaur lu!" ucap Axel, yang kemudian bangkit berdiri dari kursinya, dan pergi meninggalkan mereka berdua. Alex juga ikut berdiri untuk menyusul Axel.
"Sok misterius lu!" ucap Alex yang kemudian mengusap wajah Albert dengan telapak tangannya lalu pergi.
"Cihhh! Tangan lu asin kampret!'' pekik Albert yang memeletkan lidahnya.
"Iya, tadi gua abis ngupil!" Alex pergi dengan cepat, dan tertawa terbahak-bahak.
"Alex awas lu ya ,kampret!" teriak Albert, wajahnya sudah memerah. Lalu dia berlari menuju toilet pria.
Itu adalah hal biasa bagi mereka. Justru hal aneh seperti itu yang membuat persahabatan mereka semakin erat.
••••••••••••

Komentar Buku (99)

  • avatar
    HutabaratElisawati

    Trimkh,msih ada penulis novel yg mengajak pembcanya utk belajar utk bisa mengampuni masa lalu dan menerima kekurangan org laintanpa kesan mengajari atau panatik dlm suatu agama tertentu,membacanya seperti melihat alur cerita nyata bkn seperti novel2 yg lain yg mengutamakan hayalan tingkat tinggi yg kadang keluar dr fakta kehidupan

    18/01/2022

      0
  • avatar
    Jaku.Reza

    Mantap

    3d

      0
  • avatar
    Adamezza

    bagus

    22/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru