logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

3. Prajurit Utusan Jenderal Tong

Hal tersebut memang berdasarkan kenyataan yang ada, bahwa sesungguhnya Changyi tidak tahu menahu tentang persoalan yang berkaitan dengan para pemberontak. Namun, para prajurit itu tidak mau mendengar perkataan dari Changyi.
Seorang prajurit berdiri gagah di hadapan Changyi, lalu mengangkat pedangnya tinggi. Kemudian berkata, "Atas perintah panglima kami ... kau harus aku binasakan, jika kau tidak mau mengatakan keberadaan kelompok pemberontak yang sedang kami buru!" seru prajurit itu sambil menendang perut pria paruh baya yang sudah tidak berdaya itu.
"Jangan bunuh aku! Aku benar-benar tidak mengetahui persoalan yang kau tuduhkan," kata Changyi berharap dapat pengampunan dari para prajurit tersebut.
Meskipun demikian, prajurit itu tidak mau tahu. Mereka tetap bersikeras menuduh Changyi telah terlibat dalam kasus tersebut.
"Percuma saja, Pak Tua. Kau sudah terlambat, kami tidak dapat memberikan ampunan lagi kepada siapa pun yang sudah membangkang terhadap pihak istana."
Tanpa basa-basi lagi, prajurit itu langsung menancapkan ujung pedangnya yang tajam ke bagian lambung Changyi. Sehingga pria paruh baya itu memekik keras, dan tewas seketika dalam kondisi mengenaskan.
Jerit tangis pun pecah seketika. Seorang wanita paruh baya yang merupakan istri Changyi menangis histeris memeluk tubuh suaminya yang sudah tak bernyawa lagi.
"Kalian memang kejam. Kalian tidak mempunyai belas kasihan sedikit pun terhadap kami!" teriak wanita paruh baya itu meratapi kematian suaminya.
"Bunuh saja wanita itu sekalian!" seru seorang prajurit senior. "Agar mereka tenang berdua di neraka," sambungnya tanpa ada belas kasihan.
"Bunuhlah aku! Jika itu membuat kalian puas!" teriak wanita paruh baya itu memeluk erat jasad suaminya.
Dengan demikian, prajurit yang sudah membunuh Changyi kembali mengangkat pedang yang masih berlumuran darah. Darah segar itu menetes dari ujung pedang yang sudah diarahkan ke bagian punggung wanita paruh baya itu.
Tanpa rasa kasihan sedikit pun, prajurit itu langsung menusuk punggung wanita paruh baya yang tengah menangisi jasad suaminya. Sehingga wanita paruh baya itu pun tewas dalam keadaan tengah memeluk jasad suaminya.
Peristiwa itu, ternyata diketahui oleh seorang penduduk yang kebetulan tengah melintas di jalan yang tidak jauh dari kediaman Changyi.
"Kejam sekali mereka, aku harus melaporkan ini semua kepada kepala desa," desis penduduk itu.
Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung bangkit hendak melaporkan peristiwa tersebut kepada sang kepala desa.
Setelah berada di hadapan sang kepala desa, penduduk itu langsung menceritakan apa yang dia lihat.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa terhadap tindakan para prajurit itu, mereka memang kejam sekali. Sebaiknya kalian segera urus jasad Changyi dan istrinya!" perintah kepala desa kepada beberapa orang penduduk yang ada di tempat tersebut.
"Bagaimana nanti jika Lui Tau pulang? Apa yang harus kita katakan padanya?"
Kepala desa itu menarik napas dalam-dalam, ia pun merasa bingung harus berkata apa kepada Lui Tau jika dia sudah kembali ke rumahnya. Tentu Lui Tau akan marah, dan menganggap para penduduk tidak ada yang mau menolong kedua orang tuanya.
"Kita bicara sejujurnya saja! Katakan kepada Lui Tau, kita di sini mendapatkan ancaman dari para prajurit istana!" kata sang kepala desa.
Beberapa hari kemudian ....
Setelah tewasnya Panglima Xio Lie, Jenderal Tong Xian Guo langsung mengutus seorang prajurit senior kepercayaannya untuk menemui kawannya yang bernama Chun Lie di kota Anming.
"Berangkatlah kau sekarang juga ke kota Anming, temui Chun Lie! Katakan kepadanya, aku meminta dia untuk mencari Lui Tau," perintah Jenderal Tong Xian Guo kepada seorang prajuritnya. "Katakan juga kepada Chun Lie agar segera menangkap Lui Tau, hidup atau mati!"
"Baik, Jenderal. Aku akan segera berangkat," jawab prajurit itu menjura hormat kepada sang jenderal yang berdiri di hadapannya.
Dengan demikian, prajurit tersebut segera berangkat dengan menunggangi kuda menuju ke arah selatan. Hendak menemui Chun Lie yang berada di sebuah kota yang ada di wilayah daratan kekaisaran Tonggon.
Sebelum menemui Chun Lie, prajurit itu terlebih dahulu bertemu dengan seorang pemuda yang merupakan anak buah Chun Lie. Setelah itu, barulah ia diantar oleh pemuda tersebut menghadap Chun Lie yang merupakan murid senior dan ketua di perguruan kungfu Haocun.
"Kau tunggu di sini! Aku akan memberitahu ketua tentang kedatanganmu," kata pemuda itu bersikap ramah terhadap tamu utusan sang jenderal.
"Baiklah," jawab sang prajurit tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Dengan demikian, pemuda itu pun langsung melangkah masuk ke dalam ruangan. Tampak seorang pria berusia sekitar 40 tahun tengah duduk bersila dengan mata tertutup rapat.
Pria paruh baya itu adalah Chun Lie—murid paling senior dan merupakan seorang ketua di kelompok para pendekar Haocun.
Ketika pemuda itu sudah berada di hadapannya. Tiba-tiba saja, Chun Lie membuka mata, dan langsung berkata, "Ada apa kau datang menghadapku?" tanya pria paruh paruh baya itu menatap tajam wajah seorang pemuda yang berdiri di hadapannya.
Pemuda itu menjura kepada Chun Lie. Kemudian menjawab, "Mohon maaf, Ketua. Ada seorang prajurit yang hendak menghadap, Ketua."
"Ada keperluan apa di datang ke sini?" tanya Chun Lie menatap wajah pemuda itu.
"Entahlah, Ketua. Aku tidak bertanya kepada prajurit itu akan maksud kedatangannya."
"Ya, sudah. Bawa dia ke sini!" perintah Chun Lie.
"Baik, Ketua."
Pemuda itu kembali keluar dari ruangan tersebut, hendak menghampiri prajurit utusan Jenderal Tong Xian Guo yang menunggu di luar. Setelah berada di hadapan prajurit tersebut, ia langsung mengajaknya untuk menghadap Chun Lie di dalam ruangan tersebut.
"Prajurit, ikutlah denganku! Ketua sudah mengizinkanmu untuk menemuinya," kata pemuda tersebut kepada sang prajurit.
Prajurit itu hanya mengangguk dan langsung berjalan mengikuti langkah pemuda tersebut, mereka masuk ke dalam ruangan tempat keberadaan Chun Lie—ketua perguruan kungfu Haocun yang hendak ditemui oleh prajurit utusan sang jenderal.
Chun Lie berpaling ke arah prajurit yang sudah berdiri di belakang anak buahnya. Kemudian, bertanya, "Siapa yang sudah mengutusmu untuk datang ke sini?" Dua bola matanya yang tajam terus menatap wajah prajurit itu.
Prajurit itu membungkukkan badan di hadapan Chun Lie. Kemudian berkata, "Terimalah salam hormatku, Tuan."
Chun Lie hanya tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya sebagai isyarat menerima salam hormat dari tamunya itu.
"Aku datang karena diutus oleh Jenderal Tong Xian Guo agar menyampaikan pesan penting kepada Tuan," ujar prajurit itu bersikap sopan terhadap Chun Lie.
Mendengar perkataan dari prajurit tersebut, Chun Lie tersenyum. Kemudian langsung mempersilakan prajurit itu untuk duduk, "Duduklah!" pinta Chun Lie bersikap ramah terhadap prajurit utusan Jenderal Tong Xian Guo.
"Terima kasih, Tuan," jawab prajurit itu menjura hormat.
Kemudian, ia langsung duduk dan segera menyampaikan pesan dari Jenderal Tong Xian Guo, yang hendak meminta bantuan kepada Chun Lie untuk menangkap Lui Tau yang sudah membunuh Panglima Xio Lie.
"Menangani seorang pemuda saja tidak becus ... kalian ini para prajurit tangguh, kenapa tidak bisa menangani persoalan kecil seperti ini?" desis Chun Lie tertawa kecil.
"Entahlah, kami pun tidak mengerti. Pemuda itu terlampau tangguh bagi kami."
"Apakah kau mengenalinya?" tanya Chun Lie.

Komentar Buku (94)

  • avatar
    MahdiMuhammad

    semoga seru tak di awal

    21/07

      0
  • avatar
    ZainalNizam

    best

    15/06

      0
  • avatar
    MHuma

    cerita tersebut sangatlah menarik untuk di baca

    10/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru