logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Warisan Adik Lelaki Ibu Membuatku Jadi Wanita Sukses

Warisan Adik Lelaki Ibu Membuatku Jadi Wanita Sukses

Ga Wol


Bab 1 Dituduh mencuri

Assalamualaikum, hadir cerita baru lagi! Semoga tidak bosan dengan sajian cerita ini ya, ayo dukung author agar bisa menamatkan. Jangan lupa subscribe dan follow dan kasih like dan komen jika puas. Terima kasih!!
"Dasar pencuri! Sana pergi, bawa Ibumu yang miskin itu keluar dari rumah ini!" hardik Ratna, Mama mertuaku yang sombong.
"Ma, demi Allah! Ibuku nggak ada mencuri kalung Mama," kataku memohon.
Namun, rengekan demi rengekan Ibuku tidak digubris Mama. Malah Mama tega menendang Ibu hingga Ibu tersungkur. Aku memeluk Ibu yang meringis kesakitan. Belum puas, Mama juga melempar tas pakaian Ibu keluar rumah.
"Cukup, Ma! Jangan sakiti Ibuku lagi. Bagaimana mungkin Mama lebih percaya wanita itu daripada menantu Mama sendiri," teriakku emosi.
"Alah, nggak usah mengelak kamu! Bukankah udah terbukti kalung Tante ada di tas Ibu kamu," cetus Maya mencibir, pelakor sekaligus dalang dibalik keributan ini.
*****
Flasback
Pagi itu, saat aku sedang menyiram bunga, terlihat seorang wanita tua berdiri celingukan di depan gerbang. Aku pun mengamati dan menghampiri sambil memastikan siapa gerangan.
Setelah dekat aku terkejut, wanita itu menatapku dengan senyum lembutnya. Senyum yang selama ini selalu membuatku rindu.
"Ibu!" panggilku senang dan memeluknya erat.
"Ayu, bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Ibu usai melepas pelukan.
"Ayu baik, Bu! Ibu sehatkan, kenapa Ibu kemari?" tanyaku heran sambil memperhatikan keadaan Ibu.
"Ibu kangen sama kamu, Yu! Ibu kesepian semenjak ditinggal Bapakmu, jadi Ibu kemari. Apa Ibu boleh menginap beberapa hari disini?"
Mataku berkaca-kaca mendengar penuturan Ibu, rasa kasihan gegas menyelinap dalam hatiku. Wanita yang melahirkan diriku kini tampak rapuh sejak belahan jiwanya pergi untuk selamanya.
"Boleh, Bu! Ayo kita masuk dulu."
Sambil menggandeng tangan Ibu, aku mengajaknya masuk kedalam rumah, beliau hanya membawa tas kecil untuk tempat baju.
Belum juga sampai di depan pintu, Ratna-- mertuaku keluar dengan dandanan modis lalu memicingkan mata melihatku bersama Ibu.
"Eh, tunggu dulu! Ini sapa yang kamu ajak masuk?" tegur Mama.
"Ma, ini Ibuku. Beliau datang menjengukku dan ingin menginap beberapa hari disini. Boleh kan?" tanyaku meminta ijin.
Mama menatap Ibu dari kepala sampai ujung kaki, kemudian menggeleng dan memencet hidung lalu mengibaskan tangannya.
"Sudah sana masuk, tapi suruh Ibumu mandi dulu! Baunya sungguh bikin muntah," ujar Mama kemudian berlalu.
"Mama mau kemana?" tanyaku saat terlihat Mama pergi dan akan naik mobil.
"Mama mau arisan, ingat jangan sampai Ibumu masuk kamar Mama atau tempat lainnya. Suruh Ibumu tidur di kamar pembantu," perintah Mama menyindir.
Hatiku sakit mendengar Mama menyinggung Ibu. Apa salahnya jika miskin, toh Ibuku juga tidak pernah menyusahkan orang dan mengemis.
Kulihat mendung di wajah Ibu, tapi beliau tetap tersenyum kala masuk kedalam rumah. Pandangannya terus mengitari ruangan yang besar. Maklum, rumah besar yang kami tempati bersama suami adalah rumah mertua. Suamiku sendiri sudah berangkat ke kantor.
Aku mengajak Ibu naik lantai atas, untuk masuk ke kamarku. Terlihat Ibu enggan untuk naik.
"Nak, Ibu dibawah aja nanti mertuamu marah," tolak Ibu halus.
"Nggak apa-apa, Bu! Mumpung beliau lagi pergi, Ayu nggak akan bilang pada Mama," kataku tetap memaksa Ibu naik.
Akhirnya Ibu mau juga setelah aku janji tidak akan mengadu pada mertua. Toh, aku juga tidak mungkin mencelakakan orang tua kandung sendiri.
Setiba di kamar, aku menyuruh Ibu mandi terlebih dahulu. Saat beliau di kamar mandi, aku mengambil sehelai daster untuk dipakainya. Tidak mungkin aku biarkan Ibu memakai baju lusuhnya.
Selesai mandi, aku semprotkan parfum ke daster yang Ibu kenakan. Ibu terlihat senang, aku pun memeluknya bahagia.
"Kita makan dulu ya Bu, Ibu pasti udah lapar kan!" ajak ku sambil menuntunnya turun dari tangga.
Asisten rumah tangga, Bi Inem segera mengeluarkan lauk pauk di meja. Ibu dengan ramah mengenalkan dirinya pada Bi Inem. Selama ini Bi Inem sungguh baik padaku, jadi mudah akrab dengan Ibu.
"Silahkan dimakan, Bu!" tawar Bi Inem.
"Ya, terima kasih. Ayo makan bareng, nggak apa-apa!" ajak Ibu.
"Saya udah makan, Ibu makan aja bareng Non Ayu," tolaknya halus lalu berlalu kebelakang.
Ibu menggeleng lalu menatapku. "Yu, kenapa dia segan makan bersama kita? Padahal Ibu juga berasal dari kampung."
"Bu, semua yang kerja di rumah ini segan makan bareng dengan tamu tuan rumah, apalagi dengan tuan rumah sendiri," jawabku sambil mengambil nasi ke piring Ibu.
Ibu mengangguk dan tidak bertanya lagi kemudian matanya berbinar saat memandang lauk yang banyak. "Ibu mau lauk yang mana?" tanyaku.
"Lauknya sebanyak ini, Yu? Sampai sore juga nggak bakal habis," seru Ibu nervous.
Aku tertawa. "Lauk ini hanya untuk sekali makan, Bu! Nanti saat makan malam beda lagi," kataku tersenyum.
"Bener itu, jadi sisanya ini bagaimana?" tanya Ibu heran.
"Ya, biasa pekerja sini yang habiskan. Sebentar lagi mereka makan, Bu! Jadi, ayo kita makan dulu."
Ibu tersenyum lalu membaca doa sebelum makan. Aku bahagia melihat Ibu disini, apalagi saat beliau makan dengan lahap. Sepertinya Ibu memang jarang makan terlihat badannya kurus. Ah, betapa berdosa aku tak bisa merawat Ibu.
Bukannya aku tidak mau, tapi memang aku tak bisa pulang menjenguk Ibu. Mertuaku melarang aku keluar, apalagi sampai menginap berhari-hari. Kalo aku melanggar maka harus bersiap-siap tidak balik lagi kerumah ini.
Suamiku? Jangan ditanya, dia anak yang patuh pada Mamanya, apa yang dikatakan mertua suami pasti percaya. Terkadang kami ribut juga karena masalah sepele. Mama suka ikut campur jadi masalah tambah runyam.
Seperti kali ini, kedatangan Ibu ternyata menorehkan luka dan benci di hatiku pada Mertuaku. Mama tanpa mendengar penjelasan dariku dan Ibu langsung menuduh Ibu pencuri.
Aku tau persis, Ibu tidak mencuri karena saat itu Ibu lagi dibelakang rumah bersama Bi Inem. Tuduhan itu dilaporkan Maya pada Mama, lalu dengan emosi dan kasar Mama menarik Ibu hingga kedalam rumah.
"Besan, sungguh saya nggak mencuri kalung. Dari tadi saya ada dibelakang bersama Inem," ungkap Ibu cemas.
"Nggak usah bohong kamu, dari awal saya nggak suka dan nggak percaya kamu masuk kerumah ini. Ayo, ambil dan buka tas kamu!" hardik Mama.
Aku yang melihat Ibu diseret Mama segera menghampiri dan melerai mereka. "Ma, apa yang Mama lakukan pada Ibuku?"
"Tanya aja sama Ibu kamu!"
"Yu, Ibu nggak tau! Ibu nggak ada mencuri kalung besan, sungguh Ibu nggak melakukannya," Isak Ibu menangis.
Aku memeluk Ibu, kasihan Ibu. Kenapa mertuaku semakin beringas, tanpa rasa belas kasihan sama sekali.
"Sudah, Tante! Kita periksa aja tasnya biar lihat langsung," anjur Maya mengompori Mama.
Aku menatap tajam Maya, dia orang luar tapi seenaknya saja ikut campur. Mama lalu merampas tas dan membuka isinya dengan kasar. Lalu saat Mama mengeluarkan tangannya bersamaan dengan kalung yang dicarinya.
Aku begitu shock, begitu juga Ibuku. Beliau menggeleng tak mengerti, tak mungkin. Bagaimana bisa kalung itu ada dalam tas Ibu.
"Ini apa, hah? Masih juga nggak mengaku!" bentak Mama.

Komentar Buku (205)

  • avatar
    Denn

    sangat seruu sekali ceritanya

    21/08

      0
  • avatar
    GawolRini

    Bagus ceritanya

    20/07

      0
  • avatar
    Sasmita Bhizer

    bagus

    06/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru