logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4.2. Bayang-bayang masa lalu

Cukup lama Mas Hanif menunggu ku di luar rumah. Bahkan saat aku ke luar menghampiri dirinya, dia seperti orang kelelahan sampai-sampai tidur dengan posisi duduk menyandar dengan tangan menyilang. Aku bingung saat itu harus membangunkannya dengan cara apa. Karena tidak mau menunggu lebih lama lagi, akhirnya aku pun memberanikan diri untuk meraih pundak Mas Hanif dan membangunkannya.
Tiba-tiba saja di saat yang bersama telepon mas Hanif berdering kencang, itu membuat dirinya terkaget dan langusng  terbangun.
Sekilas Mas Hanif menoleh ke arahku, sampai akhirnya dia mengangkat panggilan yang entah dari siapa.
"Ya. hallo, Dit!" seru Mas Hanif  membuatku mengerti kalo pemilik panggilan tersebut yang tak lain adalah Adit.
"Oh iya, Mas sebentar lagi nyampe ke rumah kamu, kok. Ya udah kalo begitu Mas tutup panggilannya ya, Dit."
Setelah menutup panggilannya Mas Hanif menatap ke arahku.
"Ca..."
"Maaf Ya, Mas. Caca udah buat Mas Hanif nunggu terlalu lama," selaku yang membuat dia tersenyum.
"Gak papa, Ca. Ya udah kita berangkat sekarang, yuk!" ajaknya yang ku balas anggukkan singkat dan langsung mengunci pintu setelahnya.
Tidak mungkin rasanya jika harus menunggu Taksi depan rumah bunda. Karena itu sangatlah tidak mungkin, terkecuali kebetulan. Dan pada akhirnya aku dan Mas Hanif memilih berjalan kaki terlebih dahulu untuk sampai ke luar perumahan yang mengarah jalan raya.
Belum beberapa langkah ke luar dari rumah, kami berdua sudah jadi pusat perhatian ibu-ibu yang sedang berkerumun.
"Permisi, Bu," kata Mas Hanif  yang saat itu mendahului ucapan yang akan ku lontarkan juga saat melewati mereka.
"Ekh ada Nenk Caca, sama A Hanif. Kok bisa berduaan begini?" kata ibu-ibu paruh baya dengan nada sarkasnya.
"Iya, Ca. Bukannya udah gak punya hubungan lagi, Yah," timpal ibu-ibu yang ada di sebelahnya.
Aku yang saat itu merasa kesal hanya bisa menahan amarah lalu menarik napas panjang dan mencoba tersenyum pada mereka, meski senyuman terpaksa tentunya.
"Coba kalo bukan ibu-ibu, udah aku balas sindiran mereka," gumamku kesal saat sudah jauh dari kerumunan tersebut.
"Di sabarin aja, Ca," balas mas Hanif yang mendengar gumamanku.
Tidak lama aku dan Mas Hanif menunggu di pinggir jalan, sampai akhirnya taksi yang kami tunggu pun lewat, dan dihentikan.
Mas Hanif saat itu memilih duduk di depan sejajar dengan supir, sedangkan aku di belakang. Mungkin maksud dirinya baik, untuk menghilangkan rasa canggung di antara kami.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam dan sibuk dengan ponsel masing-masing, sampai akhirnya taksi yang kami tumpangi berhenti tepat di depan rumah Raina.
Awalnya aku ragu masuk berdua bersama Mas Hanif. Takut akan tanggapan Bunda seperti apa saat melihat kami bisa datang berbarengan. Karena aku yakin banget kalo Bunda akan mempertanyakan itu.
Sampai akhirnya Adit keluar menyambut kami berdua dan menyuruh masuk.
"Kok kamu biasa aja liat kami berdua datang barengan, Dit?" tanyaku heran.
"Mas Hanif udah cerita tadi di whatsapp, Mba," jawabnya santai.
"Terus bunda, udah tau belum?" tanyaku penasaran.
"Belum, hehehe," jawabnya sembari menampakan senyumnya yang lebar.
"Udah, gak usah takut begitu. Mas yakin pasti bunda ngerti kok. Lagian kita datang bareng kesini bukan karena di sengaja, kan?" tanya nya yang membuatku mengangguk singkat atas ucapannya.
"Semoga saja begitu," batinku.
Aku berjalan menelusuri anak tangga yang mengarah ke kamar Keynan, karena Adit bilang kalau bunda ada di atas bersama Key, cucu kesayangannya. Benar saja apa yang dikatakan Adit, kalo bunda sedang ada di kamar tersebut, tapi kali ini  bukan sedang main, melainkan bunda sedang menemani Keynan  tidur siang. Karena tidak mau menganggu mereka akhirnya aku memilih menghampiri Raina, kamar yang bersebelahan dengan putra pertamanya.
"Ra ...!" panggilku seraya mengetuk pintu kamar miliknya.
"Kak Caca ya. Masuk aja kali, Ka!" pinta Raina yang sudah mengetahui keberadaaan ku hanya dengan suara.
Aku yang mendapat ijin dari Raina pun langsung membuka pintu tersebut dan masuk.
Raina tersenyum lebar ke arahku sembari memperlihatkan wajah bayi yang berumur satu bulan dan teramat menggemaskan itu.
"Akh ... lucunya ...." kataku langsung menghampiri. "Mirip banget sama kamu, Ra. Cuma yang ini lebih mancung," sarkas ku yang membuat Raina berdecak kesal.
"Emang aku gak mancung apa, Kak," katanya yang saat itu mencoba meraba hidungnya sendiri.
Aku terdiam sembari memandanginya. "Mancung, sih. Tapi mancung ke dalam," kataku yang membuat Raina semakin kesal.
Kami berdua pun tertawa setelahnya, sampai akhirnya Raina bertanya perihal kepulangan ku yang  bisa pulang bersamaan dengan Mas Hanif. Sulit untuk di jelaskan secara rinci, tapi aku pun menceritakan sesuai fakta yang terjadi.
"Ka. Gimana rasanya pulang bareng sama mantan suami, grogi gak?" tanya Raina yang membuat ku mendelik  ke arahnya.
Bagaimana bisa Raina bertanya seperti itu kepadaku.
"Kamu itu kepo banget sih jadi adek. yang pasti biasa aja, lah. Lagian itu kejadiannya udah lama banget, kan," kataku yang seolah biasa saja.
Karena memang kenyataanya aku biasa saja dengan Mas Hanif. Memang  ada rasa canggung jika bersamanya, tapi bukan berarti aku mencintainya.
"Bukan kepo, tapi cuma sekedar pengen tau aja gitu rasanya bagaimana."
"Sama aja," ucapku menegaskan.
Sejenak Raina terdiam seolah sedang mendapati pesan penting dari handphone nya. Sampai akhirnya dia menatap tajam ke arahku dengan mata membulat.
"Kenapa liatin aku begitu? Kaya liat hantu aja kamu, Ra," kataku datar.
"Ka, sini deh," pinta Raina menyuruhku mendekat ke arahnya.
"Apaan, sih kamu, Ra. Bikin Kaka takut aja."
"Ka Fras barusan chat Rara, dia bilang mau nikah minggu depan. Selain mengundang Rara, Ka Fras juga ngundang Bunda," kata Raina dengan raut wajah serius sembari menatapku.
Fras, lebih tepatnya Ananda Frasetyo. Yah, benar sekali.  Dia lelaki yang selalu ada dalam setiap cerita ku. Lelaki yang menjalin kasih denganku  selama enam tahun. Lelaki yang membuat diriku menangis saat di dalam kereta. Dan dia lelaki yang membuatku tidak bis melupakannya.

●●●●●
Yuk kenalan sama Visual Kembalikan Cinta yang hilang. Sebelum kepin aku ingetin dulu buat selalu Vote dan Komen. Terimakasih atas pengertiannya
Kalian Team mana?
Hanif or Frass

Komentar Buku (495)

  • avatar
    Kty Felydiqa Phi Francis

    cerita nya sangat bagus saya suka first time baca sukaa sangattttt

    19/05/2022

      1
  • avatar
    Florenica Mike

    the best stories 🥰

    05/04/2022

      1
  • avatar
    SetiyawanAlif

    100

    6d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru