logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 5 Kecantikan Seorang Wanita

Setelah terjadi perdebatan kecil antara dirinya dan Lina, Abimanyu mengakhiri telepon. Dia kembali dengan wajah yang terlihat kusut.
“Dia marah?” tebak Maya.
Abimanyu mengangguk dan tersenyum samar.
“Sudah biasa,” katanya, “apakah semua wanita seperti itu?”
“Tergantung situasi. Tapi jika marah hanya karena telepon tidak diangkat, agak berlebihan menurutku,” jawab Maya, “bagaimana jika yang ditelepon sedang rapat atau dalam situasi lain?”
Seketika matanya membulat. Mata yang begitu indah, sangat menarik.
Abimanyu mengangkat bahu, lalu melemparkan pandangan ke arah Raja yang tengah asyik bermain air.
“Kenapa tidak menikah saja?”
Maya mulai usil.
“Bukankah dengan menikah, kamu akan selalu berada dalam pengawasannya?” tutur Maya menahan tawa.
Abimanyu memasukkan kedua tangan di sela saku celana, menengadahkan kepala menatap langit biru yang cerah.
Dia terlihat menghela napas berat. “Aku sudah mencoba melamarnya, tapi sepertinya begitu banyak halangan.”
Dia diam sejenak, kemudian menundukkan kepala.
“Orang tuanya tidak terlalu senang dengan pekerjaanku sekarang. Menurut pandangan mereka, menjadi penulis tidak akan bisa memberi kecukupan untuk putrinya setelah menikah nanti,” lanjutnya.
“Bagaimana dengan kekasihmu?” tanya Maya dengan paras serius.
Abimanyu menekuk wajah dengan bibir melengkung ke bawah.
“Yaah sebelas dua belas dengan orang tuanya. Dia ingin menikah setelah aku punya uang banyak untuk biaya pesta pernikahan nanti. Dia ingin sebuah pesta yang mewah, bahkan lebih mewah dari pesta pernikahan sahabat-sahabatnya,” jelas pria itu.
Maya kembali membulatkan mata dengan bibir sedikit menganga.
“Hey pernikahan tidak selalu butuh biaya yang besar, bukan? Bahkan itu bisa dilakukan di catatan sipil saja.”
Abimanyu menghela napas panjang.
“Itu yang aku inginkan, menikah dengan cara yang sederhana. Menikah dengan biaya besar hanya buang-buang uang saja. Lebih baik uang disimpan untuk membeli rumah yang akan ditempati setelah menikah,” paparnya lesu.
Maya menganggukkan kepala setuju.
Abimanyu sebenarnya menyadari begitu banyak perbedaan antara dirinya dan Lina. Tapi cintalah yang selama ini bisa membuatnya bisa menjalani waktu tiga tahun menjalin kasih dengan wanita cantik itu.
Maya kembali melihat Raja, khawatir jika terjadi apa-apa kepada Raja. Setelah memastikan putranya baik-baik saja, ia mengalihkan pandangan ke arah Abimanyu.
“Apa kau mencintainya karena dia cantik?” tanya Maya lagi, “aku melihat foto yang muncul di layar ponselmu tadi.”
“Tentu Maya, semua pria pasti akan jatuh cinta karena kecantikan seorang wanita. Memiliki wanita cantik sebagai kekasih, merupakan suatu kebanggaan bagi kami,” cetus pria itu bangga.
Maya menahan tawanya dan tersenyum dengan satu sudut bibir.
“Ada yang aneh?” Pria itu menatap bingung.
“Dengar Abi, kecantikan seorang wanita hanya bisa bertahan sampai ia mempunyai anak. Ibarat sebuah investasi yang nilainya terus menurun dari tahun ke tahun. Jika kau mencintainya karena kecantikan fisik, maka cinta itu akan berubah seiring memudarnya kecantikan istrimu kelak,” komentarnya kembali tersenyum hambar.
“Tapi kamu masih terlihat cantik meski sudah punya satu anak,” sanggah Abimanyu spontan.
“Sepertinya kamu butuh kacamata,” ledek Maya, “bentuk tubuh wanita mulai berubah setelah memberikan suami, satu orang anak. Mata mulai kendur saat terus bergadang, menemani bayi yang masih ingin mengajak bermain di tengah malam. Semua akan berubah setelah mempunyai anak, kecuali kebaikan hati. Itulah yang tidak akan berubah.”
Nada suaranya menurun di ujung kalimat.
“Jika kamu melihat istrimu tidak lagi secantik dulu, maka kamu akan mencari lagi wanita cantik yang bisa kamu banggakan di depan sahabat-sahabatmu,” suaranya semakin terdengar pelan.
Pandangan Maya nanar ke depan. Dia tidak menyadari Raja yang tengah melambaikan tangan padanya. Wanita itu hanya menatap kosong.
Abimanyu yang menyadari Maya tengah melamun berkata, “Hey Nyonya, Raja melambaikan tangan kepadamu.”
Maya bergeming. Pria itu mengibas-ngibaskan tangan di depan mata Maya. Sontak wanita itu langsung terkejut dan menoleh kepada pria yang ada di sampingnya.
“Lihatlah ke sana!” suruhnya melempar pandangan ke arah Raja.
Maya baru menyadari ternyata Raja melambaikan tangan kepadanya sedari tadi.
Abimanyu beranjak ke tempat Raja. Entah apa yang mereka bicarakan, Maya hanya melihat bocah itu keluar dari kolam renang dan berjalan beriringan dengan Abimanyu menuju ruang ganti.
Setelah beberapa menit, mereka keluar mengenakan pakaian kering, lantas berjalan mendekati Maya. Abimanyu mengajak Maya dan Raja makan siang di restoran yang terletak di kawasan Ancol. Selesai makan siang, mereka kembali ke hotel.
“Hari ini jalan-jalannya sampai di sini dulu ya, Jagoan. Sepertinya ibumu butuh istirahat agar besok bisa kembali segar bertemu dengan pimpinan dan staf Star Indonesia Magazine,” kata Abimanyu sebelum berpisah.
“Aku besok akan menjemputmu jam 07.00 AM, kita harus berangkat pagi agar tidak terkena macet.”
Kali ini Abimanyu berbicara kepada Maya.
“Oke, besok pukul 06.30 aku sudah berada di lobi setelah sarapan,” sahut Maya.
“Oya, jangan lupa bawa pakaian untuk satu malam. Karena setelah dari kantor, kita langsung ke Kepulauan Seribu. Kita akan mengunjungi beberapa pulau di sana,” jelasnya.
“Kamu kuat ‘kan melakukan perjalanan panjang besok?”
Dia membungkukkan tubuhnya ke arah Raja.
“Kuat dong Paman, aku ‘kan laki-laki. Kata ibu aku harus jadi laki-laki yang kuat,” celoteh Raja.
Abimanyu memberikan pelukan kepada Raja dan mencium kening kecil bocah itu.
“Nah, Paman pulang dulu ya. Sampai ketemu besok,” ujarnya sambil melambaikan tangan kepada Raja. Tidak lupa juga pamit kepada Maya.
Bersambung....

Komentar Buku (149)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    a******2@gmail.com

    ok good

    24/05

      0
  • avatar
    PratiwiWidya

    ceritanya bagus

    11/05

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru