logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Mencari Peluang

Sudah seminggu aku di Batam, belum ke mana-mana. Hanya membaca beberapa surat kabar dan melihat iklan lowongan kerja. Pernah satu hari aku membaca satu halaman penuh iklan lowongan kerja, aku tandai yang cocok dengan kriteriaku. Mama minta aku Minggu depan sudah mulai berkeliling mendatangi perusahaan, jangan mengandalkan dari koran saja.
“Harus jemput bola, jangan santai. Kehidupan terus berjalan, harus gerak cepat. Supaya tidak kalah dengan yang lain,” omel Mama ditelepon.
Aku terdiam cukup lama, aku tidak berani membantah apa yang mamaku sampaikan ditelepon. Apa yang dikatakan Mama memang betul, aku tidak bisa hanya berdiam diri menunggu panggilan wawancara. Sesekali aku pun harus keluar untuk jemput bola, seperti pesan Mama. Tapi Tante Puspa melarangku pergi sendirian, dia meminta suaminya cuti dulu baru bisa mengantarku.
“Kita coba ke Muka Kuning, ya Tet,” ujar Om Dedi.
“Muka Kuning?” tanyaku.
“Itu nama tempat Tet, kawasan industri terkenal di Batam. Banyak perusahaan hebat di situ, peminatnya saja banyak sekali. Ajak ke sana Pa, nanti dari sana baru ke Batam Center,” ujar Tante Puspa mengarahkan Om Dedi.
Nama tempat yang disebutkan tanteku barusan membuatku sedikit bingung, nama-nama tempatnya unik. Kami berkeliling menggunakan motor, helm dan jaket tidak lupa aku kenakan. Panas sekali Batam hari ini, seperti hari-hari sebelumnya. Saat memasuki kawasan industri Muka Kuning, ada penjagaan yang cukup ketat. Kami harus menyerahkan KTP untuk bisa masuk.
“Wah, luas sekali ya Om,” tanyaku.
“Iya, di sini banyak pintu masuk. Kamu bisa masuk dari pintu mana saja, kita tadi masuk dari pintu timur yang pengawasannya memang cukup ketat karena di sisi timur ini banyak perusahaan besar yang terkenal di dunia,” ujar Om Dedi sambil membetulkan letak helmnya.
Kami berhenti disalah satu perusahaan yang sedang ada antrean cukup panjang, semua memegang map warna yang sama. Aku memberanikan diri mendekat.
“Permisi, saya ingin melihat informasi lowongan kerja, Pak,” ujarku ke satpam penjaga.
“Silakan di lihat, jika membawa lamaran hari ini bisa langsung wawancara,” jawab satpam ramah.
“Sampai jam berapa pak, proses wawancaranya?” tanyaku lagi.
“Jam empat sore,” jawab satpam lagi.
“Besok masih bisa?” aku kembali bertanya dengan mimik ragu.
“Masih, selama informasi masih ditempel. Artinya masih dibuka,” ujar satpam lalu masuk ke dalam pos.
Aku mencatat beberapa informasi, semuanya meminta berkas lamaran kerja diantar langsung. Dan proses wawancara dilakukan di hari yang sama.
“Sudah ada sepuluh perusahaan Om, rasanya cukup. Kita coba ke Batam Center ya Om, setelah itu kita pulang,” pintaku sambil memakai helm.
“Boleh juga, tapi biasanya beberapa perusahaan yang ada di sini buka cabang di Batam Centre. Di sini pusatnya, di tempat lain pengembangan dari sini,” jelas Om Dedi.
Batam benar-benar panas hari ini, mungkin karena aku tidak pernah keluar rumah cukup lama jadi sengatan panas matahari membuatku kehausan. Beberapa kali aku minum air mineral saking hausnya.
Kami tiba di Batam Centre, situasi yang sama aku jumpai saat berada di Muka Kuning. Puluhan orang berbaris rapi menunggu giliran dipanggil, beberapa aku lihat sedang duduk bergerombol. Pantas saja Batam begitu menarik untuk para calon pekerja, memang banyak lowongan kerja yang ditawarkan. Yang beruntunglah yang akan berhasil.
Setelah perjalanan kemarin ke kawasan industri, pagi ini aku mengirimkan lamaran kerja ke beberapa perusahaan melalui email. Bahasa asing yang aku kuasai, hanya bahasa Inggris. Sementara banyak iklan lowongan kerja yang meminta pelamar kerja juga bisa menguasai bahasa Mandarin, aku menarik nafas dalam-dalam. Akhirnya hanya ada tiga lamaran yang aku kirimkan, aku tidak cukup punya keberanian untuk mengirimkan surat lamaran jika tidak sesuai dengan kemampuanku.
“Sudah melamar berapa perusahaan, Tet?” tanya tanteku.
“Ada tiga perusahaan, Tante,” jawabku pelan.
“Posisi apa sih, yang kamu cari?” ujar tanteku sambil duduk di samping meja telepon.
“Sebentar, ada yang mau Tante telepon,” ucap Tante Puspa sambil memberi tanda aku jangan bicara dulu.
Sudah hampir dua Minggu dan aku masih jadi pengangguran! Aku mulai putus asa. Menyesal hanya lulusan diploma satu dan belum sarjana. Aku membaca banyak sekali lowongan pekerjaan untuk sarjana, aku harus sekolah lagi. Aku harus sarjana! Pekikku dalam hati.
“Tante, nanti malam aku minta tolong ditemani ke rumah Tante Maria, ya?” pintaku.
“Tante Maria yang kamu ceritakan semalam? Iya, boleh juga tuh, Tet. Apalagi posisi beliau kepala klinik di perusahaan terkenal, pasti bisa bantu kamu,” jawab Tante Puspa menyemangatiku.
Sebegitu sulitnya mencari pekerjaan, walau pun banyak sekali posisi yang ditawarkan namun kita tetap harus menggunakan jalur khusus.
“Semoga saja Tante, setelah Magrib kita ke sana, ya... Kamu tidak telepon dulu, untuk memastikan? Takutnya beliau tidak ada di rumah,” saran Tante Puspa.
“Sebentar lagi saya telepon, Tante,” jawabku.
Aku bersyukur sekali memiliki keluarga di Batam, biaya hidup selama masih menganggur ditanggung tanteku. Jika harus ditanggung sendiri, entah sudah berapa banyak. Biaya hidup di Batam cukup tinggi, khususnya biaya transportasi dan sewa rumah.
Setelah selesai salat Magrib, kami menuju kediaman Tante Maria. Waktu yang dibutuhkan hanya 10 menit, kami pun tiba.
“Waalaikumsalam, Kayla, ya?” tanya seorang perempuan separuh baya keluar dari balik pintu.
Dia mengenaliku, ramah sekali beliau. Seperti keramahan Tante Ida saat pertama kali berkenalan denganku.
“Apa kabar, Tante. Dapat salam dari Tante Ida, maaf saya baru sempat ke sini,” jawabku dan mencium punggung tangannya.
“Tidak apa-apa Kayla, sudah coba berapa perusahaan? Di Muka Kuning lagi banyak buka lowongan kerja, tapi memang kebanyakan posisi operator produksi. Kamu lulusan apa?” tanya Tante Maria penuh senyum.
“Diploma satu, komputer akuntansi, Tante,” sahutku sambil menunduk.
“Di tempat saya belum buka lowongan untuk rekrutan lokal, kemungkinan bulan depan. Biasanya perusahaan kami mengambil pekerja malah dari luar Batam, kok kamu waktu di Jakarta tidak coba melamar? Kalau dari luar Batam malah enak, nanti begitu cuti tahunan keluar dapat jatah tiket pulang kampung,” jelas Tante Ida.
Aku mengangguk-angguk, ada rasa khawatir usahaku sia-sia.
“Kamu bawa berkas lamarannya? Besok Tante tanyakan ke HRD, kapan rekrutan lokal di buka. Jadi nanti kalau sudah ada, tinggal Tante titipkan lamaran kamu. Tapi kamu tetap coba di tempat lain juga ya, mungkin saja ada yang lebih baik. Dari pada terlalu lama menganggur,” pesan Tante Maria.
“Ini saya bawa, Tante,” jawabku cepat.
Aku serahkan sebuah amplop coklat, ada doa tersemat semoga saja aku di terima. Perjumpaanku dengan Tante Maria sungguh membahagiakan, tadi pun aku sempat berkenalan dengan suami Tante Maria yang ternyata bekerja di perusahaan yang sama. Bahagia sekali aku dikelilingi orang-orang baik.

Komentar Buku (423)

  • avatar
    AhmadUdin

    mantap

    2d

      0
  • avatar
    Desi Gusri Murni

    akhirnya bisa dapat aplikasi yg bisa menghasilkan diamond dan terimakasi kepada developer yang udah buat aplikasi ini dan aku juga syok ini aplikasi bisa menghasilkan diamond yang bagus

    5d

      0
  • avatar
    Mainii

    cerita sangat bagus 🥰🥰 bikin tersentuh hati

    15d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru