logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

4. Buah Terlarang

Saat ini dia tidak akan membantah apa pun perkataan Guntur. Dia sedang butuh lelaki ini. Dia masih butuh tempat untuk berlindung. Walau dia harus mempersembahkan tubuhnya. Akan dia lakukan segala cara untuk bertahan di dunia yang kejam ini.
Tidak ada cara lain selain bisa mendapatkan hati lelaki di depannya ini. Mungkin ini adalah takdir yang digariskan Tuhan bertemu dengan seorang lelaki yang terlihat gagah, tetapi berwajah sedingin batu es.
Ingatannya akan hari-hari belakang, sedaya upaya dia benamkan ke dalam palung jiwa yang paling dalam. Jika dia terus mengenang semua kepahitan itu, dia tidak akan bisa bangkit dan hanya akan membuat hatinya kian rapuh.
Tidak! Aku harus bisa menguatkan hati dan jiwaku sendiri. Selama dendamku belum terbalas, maka aku tidak akan menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada.
Tuhan sudah membukakan jalan. Bertemu dengan seseorang yang walau aku belum tahu siapa dia, aku akan menjadikannya kunci untuk membuka lembaran di dalam hidupku.
Puas merasai hati, Namida menghapus air matanya dan kembali melanjutkan makan. Menghirup aroma sup dalam-dalam. Merasakan nikmat daging ayam yang sekian lama tidak pernah mampir ke dalam mulutnya. Membuang semua kekalutan hatinya ke dalam makanan tersebut.
Satu hal yang dia sadari, Guntur menatapnya dalam diam secara sembunyi-sembunyi. Dan Namida sangat paham sekali arti pandangan lelaki tersebut. Setelah hujan mengangkat semua kotoran di tubuhnya, kecantikan alami yang selama ini terkubur, kembali muncul ke permukaan.
Ini modal yang kupunya. Orang seperti Guntur, sudah pasti akan menyukaiku. Akan kujerat dia dengan pesonaku dan tentunya lambat laun dia akan tunduk pada kemauanku. Namida tersenyum samar. Di suapan terakhir supnya, Namida menjatuhkan mangkok ke bagian pahanya. Membuat kuah sup tumpah.
"Aduh, panas ... tsss!" Namida pura-pura kesakitan. Guntur yang mendengar Namida merintih, dengan cepat mendekati perempuan itu dan mengambil sapu tangan yang tidak begitu jauh dari Namida duduk. Menghapus bekas kuah tersebut. Melapnya dengan lembut, merasakan betapa dekatnya tubuh mereka sekarang.
Guntur terkejut ketika tangan Namida memegang wajahnya. Mata mereka saling bertaut. Kesepian terbaca di mata legam lelaki itu.
"Bisa bantu gendong aku ke kamar mandi?" Mata gadis itu kian sayu. Napasnya hangat, menyapu wajah Guntur. Jakun lelaki itu bergerak. Aliran darahnya terasa panas. Tak urung, dia mengangguk.
Dengan hati-hati, Namida merangkulkan tangannya di leher sang Lelaki. Dengan hati berdebar, Guntur mulai mengangkat dan membawa Namida ke kamar mandi.
Kamar mandi yang sangat sederhana. Sebuah sumur dengan baskom besar di sampingnya. Dengan perlahan, Namida didudukkan di atas sebuah bangku kecil.
"Bantu aku!" Namida berbisik lirih sambil membelai bahu Guntur lembut. Keduanya kembali bersitatap.
Di malam yang belum terlalu tua itu. Namida melakukan apa yang seharusnya seorang isteri lakukan. Dia berusaha membuang semua kesepian lelaki itu. Membuatnya mendesah, menggigit bibir dan pada puncaknya meledak dengan tubuh mengejang. Melepaskan semua lahar kelelakiannya yang selama ini tersimpan lama di kantung epididimis-nya.
Namida tersenyum sambil mencuci tangannya. Kau telah masuk ke dalam jeratku, Guntur.
Guntur memandikan Namida dengan tanpa ragu lagi. Wanita itu telah membuka pintu untuk sebuah hubungan. Mereka akan mengisi satu sama lain. Walau berbeda tujuan, namun, suatu saat Guntur akan tahu, kalau semua kebaikannya akan mengantarkan ibu dan anak ini ke jurang yang sarat dengan dendam.
***
"Aku hamil, Uda!"
Berita itu terasa begitu mengejutkan. Suryana menatap gadis di depannya dengan tatapan tidak percaya. "Tidak! Kau ... pasti bohong, 'kan? Kau sedang bercanda, 'kan?" Suryana mengguncang tubuh ringkih tersebut. Mencengkeram bahunya kuat.
"Sakit, Uda! Sakit sekali!" Namida meronta-ronta dalam cengkeraman Suryana. "Kenapa Uda begitu cemas mendengar kehamilanku?"
Suryana melepaskan tangannya. Dia terlihat panik. Berjalan mondar-mandir di depan Namida.
"Bagaimana aku tidak panik, Nami? Apa kau lupa, kita berhubungan hanya sekali dan kau hamil? Oh tidak! Kau pasti membohongiku! Apa ... ada lelaki lain yang menyetubuhimu?"
Mata Namida terbelalak. Tanpa bisa dia tahan, tangannya melayang, menampar keras wajah kekasih hatinya itu.
"Teganya Uda berucap seperti itu! Uda tahu bagaimana Nami luar dalam. Selama ini, Nami hanya mencintai Uda. Menyayangi Uda sepenuh hati. Bagaimana bisa Uda mengucapkan kalimat menyakitkan tersebut?" Namida berteriak histeris. Menghamburkan semua ganjalan di hatinya.
"Tdak! Kau ... kau tahu Namida! Sampai kapan pun kita tidak akan bisa bersama! Kau tahu itu!"
"Apa yang Nami tahu, Uda? Apa!? Kalau Uda memang ragu dengan Nami, kenapa tidak Uda katakan dari dulu. Nami memang baru satu tahun di kampung ini, Uda! Banyak yang Nami tidak tahu! Apa yang membuat Uda mau lari dari tanggung jawab???"
"KITA SESUKU, NAMIDA!!! DI ADAT MINANG, PANTANG KAWIN DENGAN ORANG SESUKU! KAMU TAHU ITU???"
Namida tidak lagi serasa menginjak bumi. Apa yang disampaikan Suryana barusan seolah-olah membuat nyawanya terbetot putus. Sesuku? Bagaimana dia lupa akan satu ini. Semenjak dia kembali ke ranah Minang, dia tidak begitu paham dengan budaya dan adat istiadat nenek moyangnya itu.
"Pokoknya aku tidak mau tahu. Gugurkan kandunganmu, Namida! Atau kita tidak akan pernah bisa bertemu lagi!"
***
Namida tersentak dari tidurnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Dadanya terasa sesak. Kata-kata Suryana kembali mengiang di telinganya.
Gugurkan kandunganmu! Gugurkan!
Namida menoleh ke arah sosok lelaki yang tertidur pulas di sampingnya. Diraihnya tangan lelaki itu, dibawa ke dalam pelukan dan Namida kembali mencoba memejamkan mata.

Komentar Buku (105)

  • avatar
    hashimah 706

    best sangat

    15d

      0
  • avatar
    RupiahPejuang

    cerita nya bgs

    11/08

      0
  • avatar
    kusumarepal

    baguss banget novel nya

    10/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru