logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Pemaksaan

Di Kastil Jullions.
"Permisi, your grace." Lucan berdiri tegap dan sopan di samping kursi Carl. Pria 21 tahun itu hanya menjawab dengan dehaman.
"His Majesty The King of Calzada de Calatrava dari Spanyol ada di ruang tamu Anda bersama putra mahkotanya,"
Carl sampai tersedak begitu mendengar penuturan dari Lucan.
Seketika Esmeralda dan Carl menoleh melotot kaget menatap Lucan. Terlihat wajah Lucan juga sama kagetnya.
"K-kau bilang apa tadi?"
"Ya, your grace. His Majesty The King of Calzada de Calatrava, King Feredick VII. Dan putra mahkotanya, Prince Axton, ada di ruang tamu Anda."
Carl menyambar tisu dan mengelap mulutnya, secepat kilat dia menaiki tangga menuju lantai atas.
"Lucan, cepat siapkan pakaikanku!" teriak Carl sambil berlarian menuju kamarnya diikuti derap langkah kaki Lucan dengan sama tergopoh-gopohnya.
Lucan dengan gesit menyambar pakaian yang diminta Duke-nya. Pakaian apa saja yang penting terlihat formal. Carl sudah sering menghadiri pertemuan-pertemuan formal dengan keluarga kerajaan, tapi biasanya mereka mengadakan pertemuan di aula besar di kastil mereka. Atau membicarakan masalah politik dengan embel-embel undangan makan malam. Tapi baru kali ini, Carl mendapat tamu seorang raja dan pangeran mahkota, langsung datang ke rumahnya. Hal penting apa kira-kira yang mendorong mereka kemari?
Kepala Carl terus disergap rasa cemas dan penasaran sementara gerakannya masih cepat mengganti pakaiannya. Karena tidak mungkin ia menemui mereka berdua dengan baju berkuda.
"Apa yang dipikirkan seorang raja dan putra mahkota mendatangi bangsawan secara langsung?" gumam Carl penasaran sambil memakai scarf-nya.
"Saya tidak tahu, your grace,"
Carl mengabaikan jawaban dari Lucan. Ia berdiri di depan cermin sambil memakai sarung tangan putihnya, kemudian memastikan seluruh pakaiannya rapi dan terlihat elegan sebelum akhirnya berjalan keluar dan menuruni tangga menuju lantai bawah.
Di ruang tamu, ternyata benar, King Feredick VII dan putranya ada dan duduk di sana. Mereka berdua berdiri ketika Carl menghampiri mereka berdua.
King Feredick VII mengulurkan tangan, sebagai formalitas Carl melepaskan sarung tangannya dan menjabat tangan sang raja. Prince Axton melakukan hal yang sama, ia melepaskan sarung tangannya sebagai formalitas dan kehormatan untuk seorang Duke di Inggris, dan Carl juga membalas jabatan tangan dari Prince Axton.
"Saya harap kami tidak mengganggu aktivitas Anda," ucap Prince Axton memulai percakapan. Berbasa-basi.
"Suatu kehormatan your majesty dan your highness menyempatkan diri mengunjungi kami," jawab Carl sopan.
"Silahkan," Carl mempersilahkan mereka duduk, kemudian mereka berdua kembali bercengkerama di kursi.
"Saya tidak ingin menganggu aktivitas Anda. Jadi, saya akan langsung pada intinya. Tapi sebelum itu—" ucapan Prince Axton menggantung, ketika seorang pria yang sepertinya adalah asisten Prince Axton sedang mempersembahkan  sebuah kertas perjanjian di atas meja.
Itu terlihat seperti surat perjanjian resmi. Biasanya ini digunakan untuk membuat perjanjian antar dua kerajaan, bisa juga antara kerajaan dengan suatu pihak tertentu. Tapi biasanya, surat itu akan ditandangani di depan saksi-saksi, misalnya di depan bangsawan terpilih atau didepan keluarga kerajaan. Tapi sepertinya kali ini agak berbeda.
Carl melirik surat itu dan diam-diam membaca dalam hati isi surat itu, yang ternyata menyangkutkan soal perusahannya. Carl tersentak dalam hati, ia terkejut dengan tawaran gila dari Prince Spanyol ini.
"Maaf your highness..." ucapan Carl menggantung. Tidak tau apa yang harus ia katakan dan tanyakan. Ia bingung harus mulai dari yang mana.
Benar-benar diluar kepalanya. Baru kemarin Carl mabuk-mabukkan dan mengatakan sangat ingin mencari seorang Lady untuk dijadikan Duchess-nya. Dan hari ini, seorang raja dari Spanyol, menawarkan putrinya padanya? Dan membayarnya?
Menarik sekali.
Perasaan Carl porak-poranda dan bergejolak kegirangan. Tapi disisi lain, ia juga takut kehidupannya akan dipantau oleh mereka. Tapi ia bisa mengurus hal itu nanti.
"Kami mendengar banyak tentang Anda. Terutama bisnis-bisnis Anda yang memukau dan sangat.... cerdik," ucapan Prince Axton terasa seperti menohok Carl. Ia mengerti, itu bukan suatu pujian. Mereka mencoba mengancamnya!
Baru aja saja Carl bergejolak senang. Kini ia memikirkan cara bagaimana mengusir dua orang Spanyol ini. Pastilah Lady yang mereka tawarkan bermasalah. Dan mungkin itu sebabnya mereka bermaksud membayarnya sampai membuat surat perjanjian, agar ia tak melarikan diri mungkin? Carl mengumpat dalam hati.
Pantas saja mereka berdua jauh-jauh datang kemari. Rupanya keputusannya menikahi dua janda dianggap aib oleh mereka. Atau memang ini adalah aib. Tapi kalangan ton menganggapnya sebagai perbuatan dermawan. Alih-alih skandal, perbuatan licik Carl menjerat suami Esmeralda dan Bianqua, kemudian menikahi dua wanita itu malah dianggap sebagai pertolongan untuk dua wanita itu.
Tapi untuk kali ini, mungkin masyarakat ton akan mengira Carl memanfaatkan putri raja ini, yang entah namanya siapa, untuk mendapatkan kehormatan di mata keluarga kerajaan di Calzada de Calatrava. Bukankah itu menjijikan? Ia tidak merasa kurang kehormatan atau status, juga tidak kekurangan uang. Ia sudah tak berminat lagi dengan tawaran bodoh ini.
"Kami tidak mempermasalahkan bisnis-bisnis Anda. Kami justru menghargai kerjasama Anda dulu dengan Baron Macsen dan Marquess Humphrey." Prince Axton terlihat menaikkan dagunya dengan angkuh, tatapannya sangat tajam, namun ia mencoba menjaga ekspresinya tetap terkendali agar suasana tidak memanas.
Begitupula dengan Carl, ia mencoba menahan diri. Ia tidak mau menciptakan skandal dengan dua orang ini. Meskipun ia sangat ingin sekali menonjok hidung mancung milik pangeran itu, seandainya saja tidak ada peraturan dan etiket  bangsawan.
"Saya mendengar banyak tentang Anda. King William terdengar sangat menyanjung anda, begitu juga dengan masyarakat ton. Saya sangat kagum dengan hal tersebut. Anda juga membantu kami meredam pemberontakan di Calzada de Calatrava tahun lalu," lanjut Prince Axton.
"Saya hanya menjalankan perintah King William, your highness," jawab Carl sambil menahan emosinya. "Dan boleh saya bertanya? Apa maksud Anda tentang tawaran surat perjanjian ini?"
Prince Axton berdeham dan kembali menatap tajam ke arah Carl. "Saya dengar Anda belum menikah,"
Baik, Carl memang sudah menikah. Tapi rupanya para bangsawan manapun benar-benar tidak mengakui kedua istrinya.
"Dengan status dan gelar Anda, dan kehormatan besar yang Anda dapatkan, saya rasa Anda mungkin akan tertarik dengan tawaran kami. Satu juta poundsterling sebagai hadiah dari kami, asal Anda tidak melanggar perjanjian," ucap Prince Axton menjelaskan. Rasanya ia tak perlu lagi secara terang-terangan mengatakan menyuruh Duke itu menikahi adiknya dan menyuap uang satu juta poundsterling sebagai gantinya.
"Saya sangat menghormati penuh atas tawaran Anda, your highness. Tapi, saya belum ingin mengadakan perayaan apapun setelah meninggalnya ayah saya kemarin."
"Oh, maafkan kami," ucap Prince Axton yang terdengar tanpa rasa bersalah sama sekali. "Kami turut berduka cita. Tapi Anda bisa melakukan masa pendekatan selama satu minggu, jika Anda menyetujui, kami akan menyiapkan pernikahan di hari terakhir masa pendekatan Anda. Dan surat perjanjian ini harus Anda tandatangani sekarang,"
"Harus?" ulang Car tajam, namun ia masih tetap mengendalikan ekspresinya. "Saya belum menyatakan persetujuan, your royal highness."
Prince Axton menegakkan punggungnya dengan angkuh. "Saya rasa... maksud saya, bisnis-bisnis Anda. Termasuk hasil perbisnisan Anda dengan Baron Macsen dan Marquess Humphrey... saya bisa mengurus bisnis-bisnis itu,"
Prince Axton tersenyum menyebalkan. Carl menoleh menatap sang raja, beliau sedari tadi menyimak percakapan. Rupanya dia membiarkan putranya memegang kendali.
Carl mengumpat dalam hati. Ternyata benar ia diancam. Mereka akan mengancam membongkar semua rencana liciknya pada masyarakat ton, terlebih pada King William mungkin? Mereka akan menghancurkan semua perbisnisan Carl. Tiba-tiba ia merasa, status kehormatan yang ia miliki rupanya dimanfaatkan oleh dua orang ini. Seburuk apakah skandal putri raja itu, hingga mereka tak mau menikahkan putri mereka dengan seorang pangeran saja.
"Anda sudah memutuskan?" King Feredick VII akhirnya membuka suara. Suaranya sudah terdengar parau dan lemah karena usianya yang sudah tua.
Carl menghela napas pelan. Ia mencoba menghidup udara di ruangan ini, yang terasa begitu pengap. Dalam kepalanya, ia memikirkan cara menjawab dengan baik. Apakah ia seharusnya menerimanya? Rasanya tidak buruk punya hubungan dengan keluarga kerajaan Spanyol. Masyarakat ton tidak mungkin langsung mencelanya. Ia punya status kehormatan yang baik dan prestasi yang memukau, masyarakat ton akan memaklumi jika ia mampu menikahi putri dari King Feredick VII.
"Baiklah, your majesty. Saya setuju," jawab Carl datar. Ia agak ragu dengan keputusannya. Semoga ia tak pernah menyesalinya.
Prince Axton tersenyum dan mengisyarakatkan agar Carl segera menandatangani surat itu.
"Adrew!"
"Baik, your highness."
Pria yang mempersembahkan surat tadi, yang ternyata namanya Adrew, meletakkan wadah tinta dan sebuah pena bulu di meja.
"Silahkan," ucap Prince Axton dengan senyum dan tatapannya yang angkuh.
Carl menandatangani surat itu dan diakhiri dengan senyuman menyebalkan dari Prince Axton. Entah sejak kapan, Carl mulai membenci wajah tampan itu.
"Kami singgah di Kastil Kerajaan London. Masa pendekatan Anda dimulai dari sekarang. Maka kami berbaik hati memberi Anda tumpangan ke kastil jika Anda ingin,"
"Dengan senang hati, your highness," jawab Carl tajam.
***
Berada di Kastil London sangat tidak menyenangkan seperti apa yang ia bayangkan. Berbasa-basi di meja makan panjang dihadiri dua keluarga kerajaan sangat ia benci. Jika ada topik politik atau perdagangan yang mereka bicarakan, mungkin Carl masih bisa bertahan. Nyatanya, mereka terus saling menyombongkan hasil raupan kekayaan mereka masing-masing, atau membicarakan prestasi-prestasi yang mereka raih.
Carl merasa bosan, kemudian memutuskan berpamitan pergi. Ia melarikan diri dari meja makan. Kedua keluarga kerajaan tadi memutuskan tetap tinggal di meja makan sampai Liliane bergabung. Ternyata wanita yang akan ia nikahi nanti adalah Liliane, Viscountess Theodore. Suaminya bahkan bermasalah.
Carl masih ingat Esmeralda mengatakan Viscount Theodore pernah berhubungan dengan pelayanan pribadi istrinya. Sedangkan Liliane sendiri, dulunya ia lari dari pernikahannya dengan Prince van Weijk dari Amsterdam, hanya demi si Viscount Theodore itu.
Menjijikan sekali. Rasanya sangat sayang memberikan gelar Duchess untuk wanita itu. Ia mau perempuan muda dan cantik, dan seorang bangsawan, dan anggun. Baiklah, tidak masalah jika tidak cantik. Minimal latar belakangnya baik dan tidak pernah menciptakan skandal bodoh seperti Liliane.
***
Carl memutuskan berdiri di balkon kamarnya setelah dia melarikan diri dari acara makan-makan tadi. Ia menghembuskan napas lelah kemudian menyalakan korek dan menghidupkan rokok yang sudah tersemat di mulutnya. Ia menghembuskan asap rokok kuat-kuat, seakan mencoba mengeluarkan unek-uneknya lewat rokok itu.
"MY LADY!"
Pekikan wanita tua mengalihkan perhatiannya. Ia menatap ke halaman kastil di bawah, terlihat seorang pelayan tua sedang panik. Dan seorang gadis kecil naik ke bagian belakang kereta. Sepertinya sedang terjadi keributan.
Awalnya Carl terusik. Tapi ia butuh pengalihan pikiran. Maka ia memutuskan turun untuk melihat apa yang terjadi.
Beberapa menit saja, Carl telah melewati lorong panjang dan mewah di kastil. Kini ia berdiri di halaman kastil, merasakan angin semilir menerpa rambutnya, membuat kepalanya dingin. Ia menikmati suasana ini.
Carl berjalan pelan sambil memicingkan matanya, suasana pagi ini mendung sehingga agak temaram. Ia mencoba melihat siapa gadis kecil di sana.
"DADDY!" pekik gadis itu begitu ia bisa melihat jelas wajah cantiknya.
Carl mengernyit bingung. Sedangkan gadis itu berhambur melompat ke pelukannya. Mau tidak mau, Carl terpaksa sigap menompang tubuh gadis itu.
"Aku tidak menyangka kau menyusulku kemari!" Gadis kecil itu mengeratkan pelukannya.
"Eh… my lady… " pelayan tua itu memanggil dengan hati-hati.
Crystaline merasa aneh. Seharusnya Daddy-nya bereaksi, seperti menangis terharu misalnya. Tapi dia diam saja. Crystaline melepaskan pelukannya dan melompat turun. Ia dibuat terkejut dan langsung mengalihkan pandangannya. Pipinya merona merah menyadari ia salah orang. Lagipula orang itu jauh lebih muda dari Daddy-nya.
"M-maaf," gumam Crystaline malu.
Carl tersenyum. Ternyata cuma seorang gadis polos yang sedang merindukan Daddy-nya. Ia tidak mau menanyakan dimana keberadaan orangtua gadis itu, ia mengerti itu akan menyakitinya. Maka ia memutuskan mengajaknya ke kamar.
Kini gadis itu berjalan disisinya. Rosemary ia suruh pergi. Carl tidak terlalu suka diatur-atur atau dibuntuti. Ia sudah sering datang ke kastil kerajaan ini, tersesat di istana ini adalah kemungkinan yang konyol, maka ia tidak merasa perlu didampingi melulu. Meskipun Rosemary sebenarnya adalah pengasuh gadis ini. Tapi Carl merasa nyaman dengan gadis ini. Mungkin karena ia kagum dengan wajahnya.
Bagaikan boneka, wajahnya bulat dengan pipi tembem dan imut. Rambutnya keperakan panjang bergelombang. Untuk anak seusianya, tubuhnya termasuk ideal dan berisi. Tingginya juga pas. Carl membayangkan bagaimana jika anak ini tumbuh dewasa, pastilah sangat cantik. Mungkin juga ibunya lebih cantik?
Carl mengerjapkan matanya, mengusir pikiran bodohnya. Ia fokus berjalan memimpin gadis kecil yang mengikutinya dengan patuh. Sampai akhirnya mereka sampai di depan sebuah ruangan tertutup.
"Masuklah," ucap Carl ketika ia membuka pintu kamarnya.
Crystaline melongo kagum dengan isi kamar yang unik ini. Ada rak buku menempel di tembok, ranjangnya tidak terlalu besar. Didesain sangat mewah dan elegan dengan dinding coklat keemasan.
"Wow! Kau punya perpustakaan di kamarmu!" pekik Crystaline antusias. Ia berlari melihat-lihat isi rak buku.
"Kau membaca cerita fantasi?" Crystaline menatap Carl dengan mata berbinar sambil menarik sebuah buku besar dan tebal kemudian menunjukannya pada Carl.
"Aku membacanya untuk hiburan. King William membuat kamar ini khusus untukku. Hubunganku dengan His Majesty sangat baik," ujar Carl menjelaskan. Tapi ia ragu gadis itu akan mengerti.
Crystaline tidak mendengarkan. Ia masih melihat-lihat rak dengan antusias.
Carl menutup pintu kamarnya kemudian duduk di atas ranjang dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
"Tidak masalah jika aku merokok?" tanya Carl. Dan Crystaline cuma mengiyakan tanpa menoleh memandangnya.
Sejenak, ia merasa tenang melihat gadis itu melompat-lompat antusias melihat rak bukunya. Sampai akhirnya seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Permisi, your grace."
Carl menghembuskan asap rokoknya kemudian memandang malas ke arah pintu kamarnya yang tertutup. Ia sudah tau pemilik suara itu. Maka ia enggan turun dari ranjang nyaman ini dan memutuskan tidak membuka pintunya, ia malas mendengar laporan dari Adrew yang mungkin menyuruhnya kembali ke meja makan.
"Katakan," ujar Carl, kemudian menghisap rokoknya kuat-kuat dan menghembuskannya lagi ke langit-langit atap.
"King William dan Prince Axton menunggu Anda di ruang makan, your grace."
"Katakan aku sedang kedatangan tamu," Carl menyeringai melirik gadis di depannya yang masih fokus melihat rak-rak bukunya.
"Tapi, your grace—"
"Pergi dan katakan!" perintah Carl ketus.
"Baik, your grace. Permisi,"
Carl mendengar derap langkah kaki Lucan menjauh dari kamarnya. Ia kemudian memejamkan matanya sejenak. Dalam hati ia mencelos, siapa yang peduli dengan masa pendekatan.
Carl memejamkan mata, menikmati suasana yang nyaman. Ia mau tidur tenang malam ini, sebelum akhirnya dihantam oleh masa pendekatan konyol dengan wanita itu.
"Boleh aku memanggilmu Daddy?" tanya Crystaline tiba-tiba yang membuat Carl terbangun dari tidurnya.
"Apa?"
"Bolehkah aku memanggilmu Daddy?"
"Tidak," jawab Carl cuek kemudian kembali memejamkan mata. Ia sudah kehilangan selera dengan gadis kecil ini.
Crystaline cemberut kemudian berjalan mendekati ranjang dan merangkak naik ke atasnya.
Carl masih duduk bersandar di kepala ranjang, dan ia merasakan gadis kecil ini memeluk pahanya seolah sedang memeluk guling. Ia jadi terbangun lagi, kemudian melirik gadis itu. Dan menyadari betapa dia sangat cantik dengan bulu mata lentik yang terpejam.
Carl tersenyum, kemudian mengelus rambut perak yang cantik milik gadis itu.

Komentar Buku (14)

  • avatar
    Elda Angelina Sa'bi

    okee

    07/02/2023

      0
  • avatar
    AmeliaHilda

    krenn

    08/11/2022

      0
  • avatar
    Nana Az

    ujj

    22/10/2022

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru