logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 9 (Kedatangan Eko)

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Kui ki meng asistene, Dina mantuku" (Dia itu cuma asistennya, Dina menantuku) ucap Ibu yang sangat langsung menyayat hatiku ini. Dadaku serasa makin sesak akan, perkataan Ibu itu.
"Yo wes, yo mlebu" (Ya sudah, ayo masuk) ucap Pak Dhe, yang berjalan terlebih dahulu.
"Dit, rasah mlebu wae ngisin ngisini Ibu karo Dina wae kokan. Ndang kono henteni nang montor" (Dit, Nggak usah masuk saja malu maluin Ibu sama Dina saja tau. Sana cepat tunggu di mobil saja) ucap Ibu yang seakan malu sangat jika aku masuk ke dalam.
Mungkin memang benar aku tak sebanding dengan mereka semua yang kalangan elit. Aku pun hanya mengangguk juga masuk ke dalam mobil kembali.
Untung saja anakku tertidur dengan pulas. Entah jadinya bagaimana jika nanti daat sudah bangun. Di dalam mobil ini sangat panas sekali. Juga tak ada makanan atau minuman.
Sudah hampir satu jam aku menunggu di dalam mobil, Ibu juga Mbak Dina belum kembali juga. Rasa lapar yang sejak dari aku tahan kini sudah tak bisa aku tahan kembali. Anakku juga kini tengah menangis akibat panas sekali di dalam mobil ini.
"Uluh uluh sayang" ucapku lirih sambil menenangkan anakku.
Aku tau pasti anakku haus tapi karna aku belum makan jadinya mungkin asiku hanya sedikit membuat anakku menjadi tidak kenyang. Aku masih mempunyai uang 50 ribu yang sebenarnya tadi ingin buat menyumbang Pak Dhe.
Akhirnya ku putuskan untuk mencari tempat makan di sini. Agar aku bisa makan. Dengan perlahan aku turun dari mobil dan mencari warung terdekat. Ternyata tak jauh juga ada sebuah kedai bakso. Aku segera berjalan ke kedai bakso tersebut.
"Pak, baksone setunggal nggeh" (Pak, baksonya 1 mangkuk ya) ujarku kepada bapak tukang bakso ini.
"Nggeh Dek, pinarak riyen" (Ya Dek, silahkan duduk dulu) jawabnya.
Lalu aku pun segera duduk sambil menunggu pesananku datang, karna tak terlalu ramai juga pengunjungnya di kedai ini.
"Monggo Dek" (Silahkan Dek) ujar Bapak bakso ini.
"Nggeh Pak, tersuwun" "Ya Pak, terima kasih) jawabku dengan tersenyum.
"Hhhheeemmm"
Bau wangi, dari bakso ini pun membuat aku semakin ingin memakannya saja. Anakku sekarang diam karna aku nenenin juga aku perlahan lahan menyantap semangkuk bakso yang masih mengepul ini.
"Alhamdulillah" ucapku lirih setelah semangkuk bakso ini habis ku makan. Gegas aku pun segera membayarnya. Semoga saja Ibu dan Mbak Dina masih menungguku.
"Pinten Pak" (Berapa Pak) tanyaku.
"Sedoso" (Sepuluh ribu) jawabnya.
Lalu akupun menyodorkan uang 50 ribu itu kepada Bapak bakso ini. Setelah uang kembalian aku terima aku pun gegas melangkahkan kakiku untuk ke mobil lagi.
Betapa kagetnya aku saat aku sudah sampai di halaman rumahnya Pak Dhe. Ternyata mobil Ibu sudah tidak ada. Perasaan tadi mobil di parkirkan di sini. Kenapa sudah tidak ada. Apa Ibu juga Mbak Dina sudah pulang. Lalu meninggalkanku di sini sendiri.
Aku sangat binggung sekali. Entah bagaimana nanti aku akan pulangnya. Uang hanya tinggal 40 ribu saja rencananya ingin buat makan besok. Saat aku tengah, sudah menyerah akan semuanya, dari arah belakang ada yang memanggilku.
"Dita" ujarnya memanggilku.
"Dalem" (Iya) jawabku sambil menoleh ke sumber asal suara tersebut. Ternyata dia adalah Eko yang aku sukai saat aku dan dia bekerja di toko. Kini dia sudah berubah, memakai jas, juga sangat gagah sekali.
"Ngopo peang nang kene" (Ngapain kamu di sini) tanyanya.
"Kondangan, neng wes di tinggal mbi Ibu balek" (Kondangan, tapi sudah di tinggal sama Ibu pulang) jawabku dengan menunduk.
"Emb yo wes, yo tak terke bali" (Emb ya sudah, ayo tak antar pulang) ujarnya menewarkan.
"Ra usah, mengko ndak ngrepoti samang" (Nggak usah, nanti merepotkan kamu) tolakku dengan halus.
"Hahaha, koe ki. Yok lah, kolo kolo" (Hahaha, kamu itu. Yok lah, sekali kali) ujarnya lagi.
Aku pun hanya mengangguk lalu ikut berjalan di belakangnya Eko. Betapa kagumnya aku, Eko sudah mempunyai mobil bagus sekarang. Aku sampai minder di buatnya. Hanya suasana hening saat mobil sudah di jalankan oleh Eko.
"Emb, pie kabare? anake wes gede ya?" (Emb, gimana kabarnya ? anaknya sudah besar ya?) tanya Eko mencairkan suasana keheningan ini.
"Alhamdulillah, iyo ki. Samang piye ? wes nikah" (Alhamdulillah, iya ini. Kamu gimana ? sudah nikah) ujarku bertanya balik.
"Waduh, hurung. Hahahahah" (Waduh, belum. Hahahahaha) jawabnya malah tertawa terbahak.
"Ooo, ngertine uwis. Wong wes tajir melintir ngono" (Ooo, kukira sudah. Orang sudah tajir melintir begitu) jawabku dengan terkekeh.
"Hahaha, kosek lah" (Hahaha, bentar lah) jawabnya. Aku pun hanya mengangguk saja.
Akhirnya sampai juga di halaman rumah. Gegas aku pun keluar dari mobil Eko.
"Mlebu sek ayo, kolo kolo dolan rene" (Masuk dulu ayo, sekali kali main kesini) ujarku menawarkan.
"Wes tersuwun aku tak terusan wae" (Sudah makasih, aku mau langsung saja) jawabnya. Tiba tiba kami pun di kagetkan dengan Ibu.
"Oooo, ngono kui. Glayap wae. Wes nde bojo malah karo lanangan liyo" (Ooo, jadi begitu. Keluar saja. Sudah punya suami malah sama laki laki lain) ucap Ibu dengan berkacak pinggang.
"Buk, bukan ngono" (Buk, bukan begitu) jawabku membela.
"Ra usah alesan, pancen murahan" (Nggak usah alasan, emang murahan)
Dddddddddeeeeeeeeeeggggggggg
Ucapan Ibu membuat aku menangis. Terlihat Eko pun melihatku dengan iba juga rasa bersalah. Dan tiba tiba Ibu pun melayangkan tangannya. Aku sudah siap jika ingin di tampar lagi tapi ...
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Next ?

Komentar Buku (93)

  • avatar
    RasyaRasya

    bagus

    08/07

      0
  • avatar
    RiAnd

    sangat bagus ak suka itu aku akan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐5

    27/06

      0
  • avatar
    Jenn Naa

    bagus

    15/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru