logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 12 Beban Hidup

Siang ini terik matahari menusuk kulit rasanya seperti berada di tengah padang gurun. Walau hanya berjalan kurang lebih menempuh jarak satu kilometer saja membuat nafas ini terasa sesak keringat menghujani tubuh sungguh melelahkan. Setelah sampai di tempat tujuan dan kini kembali melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa. Dalam ruangan kelas terasa sejuk karena ada pendingin ruangan memang di luar sana seperti terbakar kali ini seperti berada di antartika tubuh yang tadinya bermandikan keringat kini sudah mulai mereda. Tidak hanya itu kepala yang panas seperti di goreng rasanya sekarang telah kembali sejuk. Musim panas kali ini sangat merepotkan dan lagi tidak ada liburan.
“Ah sial tugas lagi tugas lagi bukankah penelitian saja sudah cukup? Kenapa harus ditambah lagi aku bisa gila,” ucap anak yang sekelas dengan Gray.
“Kalau ingin protes harusnya kau protes saja di depan profesor buaknnya membuat kelas berisik.”
“Heh apa kau bodoh kalau protes di depan profesor tugasnya pasti akan di tambah lagi.”
“Kalau begitu diam saja dan nikmati hahaha.”
“Nikmati matamu! Ini kebanyakan kau tahu kebanyakan.”
“Kenapa kau tidak pergi saja sana sialan berisik sekali,” ucap Alex yang tengah diuduk sambil memainkan ponselnya.
“Wow tuan populer marah haha.”
“Orang bodoh ini,” ucap Alex
Suasana kelas menjadi ribut karena profesor terus memberikan banyak tugas kepada mereka bahkan ketika mereka harus melakukan penelitian tugas-tugas itu tetap mengalir deras seperti air terjun niagara. Wajar jika semua anak di kelas tidak terkecuali dengan Gray merasakan tertekan dan lagi deadlinya sangat singkat. Mereka terus membuat keributan bahkan sampai terdengar ke kelas sebelah.
“Hey kalian ini berisik sekali seperti bocah saja,” ucap seorang anak perempuan yang baru saja masuk ke kelas karena tadi dia pergi ke toilet.
“Apa? aku tidak dengar.”
“Ah sialan. Suaramu sampai terdengar ke kelas sebelah bodoh. Kau memalukan saja.”
“Oh, bukannya kau barusan dari toilet? Kenapa ke kelas sebelah?”
“Wtf aku tidak ingin berbicara dengan orang bodoh ini.”
“Hey Gray kau akan mengerjakan tugasmu kapan?” ucap Gio
“Entahlah masih banyak yang belum sempat ku kerjakan juga. Kau sendiri bagaimana?” tanya Gray
“Mungkin ketika malam menjelang deadline haha.”
“Itu lebih gila.”
“Memang harus kapan lagi? Akhir-akhir ini aku sangat sibuk kau tahu sendiri bukan.”
“Iya iya aku tahu. Memang menyebalkan.”
“Ini sih bukan tugas tapi pembunuhan.”
“Tunggu dulu ngomong-ngomong soal pembunuhan bagaimana kelanjutannya? Itu berita di televisi.”
“Sepertinya pelaku masih juga berkeliaran. Dan lagi ku dengar mereka mengincar korban secara acak tanpa pandang bulu aku sempat berpikir akan sangat mengerikan jika bertemu dengannya nyawaku langsung pergi ke surga.”
“Soal itu aku sudah tahu. Kau bilang mereka? Apa maksudmu?”
“Oh lord polisi berasumsi pelakunya lebih dari satu orang itu lah yang di katakan kakak sepupuku.”
“Kakak sepupumu polisi?”
“Tentu saja dia detektif. Orang yang cukup terkenal karena sering bersama dengan orang itu.”
“Begitu rupanya.”
“Karena itu aku juga harus berhati-hati jujur saja aku tidak sudi jika harus menjadi korban.”
“Memangnya siapa yang mau.”
Tidak lama kemudian pelajaran berikutnya pun di mulai dan sekarang profesor sudah berada di kelas. Suasana ribut yang tadi terjadi kini kembali hening pelajaran yang sangat merepotkan sedang di mulai dan kali ini profesor sedang berpidato menyampaikan materi. Dua jam berlalu sekarang kelas sudah selesai. Dan lagi seperti yang beliau juga memberikan tugas yang bukan sedikit kepada kami sialnya deadline nya bersamaan dengan tugas yang tadi ini semakin membuat semua orang merasa frustasi bagaimana mungkin mengerjakan semua ini seacara bersamaan belum lagi harus melakukan riset ke lapangan. Atmosfer kembali riuh seperti tadi kali ini ucapan yang keluar dari mulut anak-anak sudah tidak dapat di sensor lagi.
“Gila gila gila gila ini bisa jadi gila beneran.”
“Berisik orang gila.”
“Mari semuanya pergi ke alam baka aku sudah tidak tahan lagi.”
“Hey sepertinya Rumah sakit jiwa akan penuh dengan anak angkatan kita deh haha.”
“Sepertinya aku akan melompat dari atap.”
“Kapan ini berakhir sialan.”
“Ah aku sudah muak mari pergi ke club malam ini.”
“Benar-benar tidak ada yang waras di sini.”
“Jadi rasanya seperti di ambang kematian itu seperti ini.”
“Aku tidak tahan lagi tolong bunuh aku.”
“Sepertinya aku akan menghilang saja.”
“Ini tidak manusiawi dude.”
“Akhir dari hidupku sangat menyedihkan kenapa harus terjebak di kelas sialan ini.”
“Profesor kau pembunuh.”
Semakin banyak ucapan yang di lontarkan anak-anak semakin stress mendengarkannya suara hati dan pikiran mereka bergema di kelas ini.
“Sepertinya di sini yang masih terlihat waras hanya si orang populer itu,” ucap Gio. Sebenarnya uacapan itu ditunjukan kepada Alex karena dari tadi hanya dia yang santai sambil memainkan video game di ponselnya. Dalam wajahnya tidak terpancarkan beban pikiran yang menggunung hanya terlihat tampan seperti biasanya.
“Ah sial,” ucap Gray. Sambil beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kelas.
“Hey kau tunggu,” ucap Gio. Sambil pergi meninggalkan kelas dan menyusul Gray.
Waktu sudah menunjukan pukul lima sore dan sekarang semua orang tengah sibuk pergi meninggalkan kampus karena kelas memang sudah berakhir. Cuaca yang cerah rona orange menyelimuti langit yang tidak lama lagi akan di susul dengan gelapnya malam membuat pemandangan yang enak untuk di pandang mata walau hanya sesaat. Sekarang langkah ini memutuskan untuk menjernihkan pikiran dan berjalan-jalan sebentar di dekat sebuah danau kecil di tengah kota. Konon katanya danau itu merupakan danau satu-satunya di kota Roland yang dulunya sangat terkenal karena keindahannya bahkan sekarang pun keindahannya masih bisa di nikmati oleh semua orang. Tempat ini sering di kunjungi orang-orang setiap waktu walau hanya untuk menatapnya saja itu cukup menghilangkan frustasi yang mengakar dalam jiwa. Sekarang pemandangannya begitu mempesona matahari terbenam membuat warna yang semakin membuat mata tidak lepas dari pandangannya. Dari kejauhan terlihat cahaya yang semakin lama semakin redup bahkan nyaris membuat jiwa ini merasa kehilangan. Angin berhembus terasa menyejukan tidak lama kemudian Gray melihat sosok seorang gadis yang pernah dia temui sekilas ketika dia pulang dari kediaman bibinya. Dari kejauhan terlihat begitu mirip dia berambut panjang hitam dan memiliki pesona yang sama seketika membutakan mata Gray. Gadis itu tiba-tiba melirik ke arah Gray dan tersenyum dengan sangat manis dalam sekejab wajah Gray di penuhi dengan kegembiraan. Tidak lama kemudian seseorang di belakang Gray memanggil namanya dan ternyata dia adalah Gio.
“Kau di sini rupanya.”
“Gio.”
Ketika Gray kembali memalingkan wajah ke arah gadis tadi. Tiba-tiba dia kecewa karena gadis itu telah menghilang dari pandangannya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Menghilangkan stres?”
“Sialan. Kenapa kau muncul sih.”
“Eh kau baru saja mengumpat padaku?”
“Tidak lupakan saja. Ayo pergi.”
Dalam benak Gray masih teringat dengan gadis misterius itu dan sangat membuat dirinya penasaran. Dilihat dari mana pun keberadaannya sulit sekali untuk di tebak. Dia bagaikan angin yang tiba-tiba datang lalu pergi tanpa meninggalkan jejak. Malam pun tiba sekarang tepat berada di dalam asrama menghabiskan sisa waktu untuk diri sendiri dan lagi harus mengerjakan banyak tugas untuk mengurangi beban hidup itu sedikit demi sedikit di kerjakan walau sebenarnya tidak ingin dan pikiran ini malah pergi kemana-mana. Waktu berlalu tidak terasa sudah tengah malam tapi pekerjaan rumah ini belum juga selesai satu pun dalam hati ingin sekali mengumpat dengan tidak manusiawi karena dinding ini tidak kedap suara jadi terus menahannya akan memalukan jika di lakukan bagaimana akan menaruh muka kepada mereka. Tetangga sebelah yang sibuk bernyayi membuat konsentrasi pudar rasa kesal bercampur haru membuat perang tersendiri dalam batin. Sangat tersiksa. Bukan hanya beberapa menit melainkan lama seperti mengadakan konser rasanya ingin sekali berteriak sambil menendang pintu jiwa ini sedang di uji kesabaran.
Di waktu yang sama di suatu tempat tertentu beberapa orang berkumpul angin berhembus membuat jubah mereka tertiup angin sesaat.
“Bagaimana?”
“Sudah ku temukan.”
“Baguslah. Kau sudah tahu apa yang harus kau lakukan?”
“Iya iya berisik sekali tunggu saja sampai waktunya tiba.”
Malam hari yang biasanya sunyi sekarang menjadi sebaliknya. Tidak tahu harus bagaimana lagi kondisi sudah berubah tidak kondusif walau mata ini tidak terpengaruh sama sekali telinga sangat sensitif.
‘Sial apa dia sedang mengadakan pesta? Yang benar saja,’ batin Gray
Semakin larut semakin menggila bahkan jam sudah menunjukan pukul dua belas malam tetangga ini tidak ada habisnya. Tidak mungkin dia mengadakan konser sampai fajar kini pikiran semakin terbebani dengan konsentrasi yang semakin memudar rasa kesal kini berubah menjadi perasaan sesak seolah berada di ujung kematian bahkan nafas terasa berat sudah berapa lama tertahan ini akan menjadi masalah. Kini diriku beranjak meninggalkan kamarku dan tepat berada di depan pintu tetangga sebelah. Tidak lama kemudian setelah Gray mengetuk pintunya akhirnya dia menunjukan batang hidungnya di hadapan Gray dengan tanpa dosa.
“Oh Gray ada apa tengah malam begini?”
“Kau sudah tahu kan sekarang tengah malam? Kenapa kau seenaknya berisik membuat orang lain terganggu.”
“Maaf ku pikir ruangannya kedap suara ternyata tidak ya.”
‘Orang sialan ini,’ batin Gray
“Hey teman-teman kecilkan volumenya sepertinya tetanggaku merasa terganggu,” ucap tetangga itu kepada teman-temannya. Ternyata mereka sedang berkumpul pantas membuat kebisingan
“Kalau begitu aku permisi. Lain kali kau harus memperhatikan sekelilingmu.”
“Iya maaf baiklah. Selamat beristirahat.”
Setelah itu akhirnya terasa damai sekarang konsernya tidak lagi membuat telinga ini berdarah. Sungguh menyebalkan sampai harus turun tangan menceramahinya seharusnya orang itu peka. Rasa kesal ini masih saja menjalar meskipun sudah tidak lagi berisik seperti sebelumnya tempramen ini kembali kambuh gara-gara tetangga sialan itu. Sekarang saatnya untuk kembali ke rutinitas mengurangi beban penderitaan hidup seorang Gray Vermillion sedikit demi sedikit.

Komentar Buku (103)

  • avatar
    Tiara Azwa Resize

    500

    21d

      0
  • avatar
    GantengHaidar

    us ke djk

    05/07

      0
  • avatar
    Nursolehah Sahidan

    goodluckkkkkkkk

    02/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru