logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6 Tugas Sekolah

15.00 WIB.
Mauren bergidik ngeri dengan tangan direntangkan. Ia meringis karena merasa sangat jijik. Aletha menghentak-hentakkan kakinya seraya menangis. Sedangkan Marva sibuk mencuci tangan dengan satu botol sabun pembunuh kuman dan Prisca hanya duduk santai menunggu ke tiga temannya.
Mereka berada di parkiran belakang sekolah. Area sekolah sudah hampir sepi karena bel pulang sudah dibunyikan 30 menit yang lalu.
Empat sejoli ini terlihat sangat dekil dan kusam bahkan bau yang sangat menyengat. Mereka baru saja membersihkan kamar mandi seantero Alundra dan memungut sampah yang berserakan.
Mauren tiba-tiba terkekeh membuat ke tiga temannya menoleh secara bersamaan, "lo main-main sama gue, Al. Lo lihat cara gue balas dendam!" seru Mauren lalu detik kemudian ia merengek kembali.
"Itu setan rusuh!" seru Aletha seraya menunjuk.
"Mana setan!" teriak Mauren ketakutan. Aletha menepuk keningnya.
"Berhentiin!" perintah Marva lalu ia segera membuang botol ke dalam tempat sampah dan berlari ke arah yang Aletha tunjuk.
Alcasta yang menunggangi motor sport hitamnya segera menarik rem dengan antusias. Diikuti oleh ketiga temannya yang ikut berhenti secara mendadak.
"Apa-apaan ini!" protes Edghar.
"Tabrak aja," ucap Bryan.
Alcasta membuka kaca helm full facenya lalu menatap Marva dengan menantang.
"Turun lo!" teriak Mauren seperti mengajak tawuran.
Tanpa basa-basi Alcasta menuruti perintah Mauren dan melepas helmnya. Mauren langsung menghadap Alcasta dengan jarak dekat, "gara-gara lo!" Mauren menunjuk wajah Alcasta.
"Kita semua kena hukum. Bersihin kamar mandi dan bersihin sampah. Lo bisa nggak sih gak berbuat onar. Karena keonaran lo dampaknya selalu kena orang lain!" lanjut Mauren.
"Justru karena itu. Bukan kena gue." Alcasta tersenyum meremehkan, "jauh-jauh. Bau!" Alcasta memutar bola matanya.
Prisca berjalan dan berhenti tepat di hadapan Alcasta, "semangat putar bola matanya, sampai lo lihat isi kepala lo. Apa otak lo ada atau nggak." Prisca tersenyum smirk.
Alcasta menggertakan rahangnya. Tangannya mengepal dengan kuat membuat telapak tangannya menampakkan bekas cengkraman kuku.
"Lo harusnya tahu diri, Alca. Gara-gara kalian, kita jadi kayak gini!" timpal Aletha.
Alcasta menoleh, "gue tahunya tahu tempe, enak," lalu Alcasta terkekeh membuat ke tiga temannya tertawa renyah.
"Memang susah minta pengertian sama jelmaan binatang," celetuk Prisca membuat Alcasta menoleh antusias dan menatap Prisca dalam-dalam.
Alcasta menggendong Prisca dan menaruhnya di atas jok motor miliknya membuat ke tiga temannya dan ke tiga teman Prisca membelalak.
Prisca hendak turun, "lo turun. Gue cium!" lalu Alcasta menaiki motornya dan melenggang pergi begitu saja.
Alcasta mengantarkan Prisca pulang kerumahnya. Saat Prisca turun dari motor, Alcasta langsung melesat pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata apapun.
Ting!
Ponsel Prisca berdering lalu Prisca membukanya. Disana ada sebuah notifkasi pesan dari nomor yang tidak ia kenali.
+62 ----------
Besok ada tugas ga?
Prisca tidak berniat membalas dan hanya membacanya saja. Namun, saat ia ingin menyimpan ponsel notifikasi kembali muncul di layar ponselnya.
+62 ----------
Karena lo ga balas, besok gue jemput.
Prisca hendak mengetik namun pintu rumahnya diketuk seseorang.
"Paket!" teriak seseorang dari arah pekarangan rumah Prisca. Suaranya sangat familiar membuat Prisca mematikan ponselnya lalu membukakan pintu.
"Gue bilang apa?"
Alpha tersenyum lalu membawa Prisca masuk ke dalam dan menutup kembali pintu kayu rumahnya.
"Martabak spesial, se-spesial Prisca Birgitta di mata Alpha Centauri!" seru Alpha seraya mengangkat kantung plastik.
Ekspresi Prisca tetap datar dan menatap Alpha kesal. Alpha memeluk Prisca, "maaf sayang. Tadi gue harus gantiin posisi tim gue yang lain karena dia mendadak nggak bisa. Sayang kan uang daftar sudah masuk. Jadi gue main 4 batch."
Alpha meregangkan pelukannya dan memegang ke-dua bahu Prisca, "TIM GUE MENANG! dan yang gue gantiin posisinya dia beri uang kemenangannya buat gue." Seketika raut wajah Prisca sangat senang dan tersenyum lebar.
"Sekarang kita bisa makan enak!" seru Alpha.
"Uangnya masukin tabungan aja. Takut suatu saat butuh banget," ujar Prisca dengan senyuman.
"Kalau kita bahagiain orang lain. Rezeki kita akan diganti dua kali lipat, kak. Mau, kan?" Alpha menautkan ke-dua telapak tangannya dan memasang wajah penuh permohonan.
"Gue ganti baju dulu." Prisca beranjak menuju kamarnya.
Alpha tersenyum dan matanya berkaca-kaca menatap pintu kamar Prisca yang tertutup rapat, "maafin gue yang jarang bikin lo bahagia. Bahkan ini nggak ada apa-apanya. Gue cuma bisa cari uang lewat hobi gue. Biar uang kerja lo cuma buat lo. Gue sudah cukup beban buat lo. Gue nggak mau nyusahin lo."
06.00 WIB
Prisca sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia meraih tas kesayangannya lalu mengaitkan di bahu cantiknya. Jemari lentiknya sedang berkutat membuat tali simpul di sepatu yang lumayan kusam.
Gadis cantik ini beranjak menuju kamar adiknya. Perlahan tangannya menggoyangkan tubuh kurus Alpha yang masih terbaring di atas kasur yang sudah lapuk.
"Alpha. Gue duluan."
Kelopak mata yang tertutup rapat itu seketika membuka lebar dan sang pemilik antusias terbangun menghadap Prisca, "gue telat?"
"Nggak. Gue ada tugas di sekolah,"jawab Prisca dengan datar.
"Gue antar lo, sekarang!" Alpha hendak menuju kamar mandi namun Prisca menahan tangannya, "teman gue udah di depan."
Alpha berjalan dengan sempoyongan karena roh yang tertinggal di alam bawah sadar. Ia menuju pintu utama untuk melihat teman Prisca.
"Cowok," ujar Prisca yang berada di belakang tubuh Alpha.
Alpha antusias menoleh dan membulatkan matanya, "siapa? gue berhak tahu!"
Prisca menghela nafas, "A-"
Alpha meringis, "gue buang air besar dulu. Lo hati-hati, kabarin kalau sudah sampai." Alpha berbalik arah lalu mencium pipi Prisca dan berlari memasuki rumah.
Tiba-tiba suara deruman motor mendekatinya. Ninja hitam itu berhenti tepat dihadapan Prisca.
Cowok dibalik helm fullface itu adalah Alcasta. Ia membuka kaca helm dan memberikan senyuman bangga kepada Prisca.
"Niat banget?"
"Ada imbalan," ujar Prisca seraya menaiki motor Alcasta tanpa diperintah.
"Apa imbalannya? gak ikhlas lo nolong gue?" protes Alcasta tidak terima.
"mau gue beri tahu di sini atau tugas lo nggak selesai?" ancam Prisca.
Alcasta mendelik kesal lalu melajukan ninja merahnya dengan kecepatan normal.
Jalanan di pagi buta seperti ini tidak terlalu padat sehingga motor yang mereka tumpangi sampai di halaman sekolah pukul enam sepuluh menit.
Alcasta mengulurkan tangannya untuk membantu Prisca turun dari motornya. Tapi, Prisca turun tanpa menyentuh tubuh Alcasta sedikitpun. Lagi-lagi Alcasta menghela nafas untuk mengontrol emosinya.
Prisca langsung berjalan menyusuri koridor untuk memasuki kelasnya.
"Kalau bukan karena kepentingan Bastard, najis gue deketin cewek so' kayak lo!" ucap Alcasta saat menatap punggung Prisca yang sudah sangat jauh.

Komentar Buku (1012)

  • avatar
    Robi Borent'z Namsembilan

    sip

    22h

      0
  • avatar
    Seliivanka

    bgs alur ceritanya

    4d

      0
  • avatar
    WicaksonoAkbar

    aku suka banget sama novelah aku sangat senang dengan novelah aku terkadang juga sukai juga Sukaesih film dan juga aku suka yang bagus yang bagus terima kasih ya play store play store aku sungguh kagum dengan novel hari ini aku cinta novel dan terkadang aku aku juga terkadang membaca di novel itu sangat seru sekali saya juga bukan sekali sama novira siapa Novi

    8d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru