logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Adik Kakak?

HARI mulai pagi. Matahari terbit di belakang awan. Angin menghembus meniup pepohonan. Burung-burung bernyanyi dengan riang.
Seorang kakak yang dipaksa menjadi ibu rumah tangga untuk adiknya mulai sibuk menyiapkan diri untuk pergi ke sekolah. Tugasnya bertambah karena harus mengurus adiknya, memandikannya, mengganti bajunya, menyiapkan sarapan dan menyuapinya.
"Kak, gue udah suruh Gavin buat anterin lo sekolah. Sekalian lo izinin gue nggak masuk, kan?" ujar Alpha sembari menerima suapan dari Prisca.
"Gue bisa sendiri. Gue juga udah telepon wali kelas lo."
Alis Alpha menaut saat mulutnya sibuk mengunyah lalu menelan dengan paksa, "gue nggak terima penolakan."
Tok... tok...
"Gavin udah datang, kak."
Prisca berdecak, "gue bilang kan nggak perlu."
"Ya, gimana? Udah datang." Alpha mengangkat kedua bahunya seakan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi.
Prisca beranjak membukakan pintu.
"Kak?" sapa Gavin setelah berhadapan dengan Prisca. "Gimana keadaan Alpha?" tanyanya.
"Masuk aja," titah Prisca lalu Gavin masuk.
Mereka sempat mengobrol beberapa menit. Tidak lama kemudian Gavin keluar dari kamar Alpha, "ayo, kak."
Prisca berpamitan kepada Alpha dan seperti biasa. Alpha selalu mencium kedua pipi Prisca sebelum mereka berpisah untuk sementara.
"Maklum, kak. Lo jadi korban kejombloannya. Di kasih cewek gak pernah mau," adu Gavin.
"Nggak suka cewek, kali," jawab Prisca seraya meraih tasnya.
"Enak aja lo!" Alpha tertawa. "Hati-hati, kak."
Alpha menatap Gavin, "awas sampai malaikat gue luka. Habis lo sama gue!"
"Iya. Presiden jomblo," ledek Gavin.
Prisca dan Gavin berjalan keluar rumah lalu menaiki motor ninja milik Gavin. Motornya mulai melaju dengan kecepatan sedang.
"Kelakuannya kayak gitu kak kalau di rumah?" tanya Gavin memulai percakapan.
Prisca terkekeh, "kelakuan di luar so' jago ya?"
Gavin tertawa pelan, "namanya juga cowok, kak. Kalau lembek nanti dikira banci."
Prisca memilih diam. Karena itulah dirinya, tidak suka basa-basi.
Perjalanan menuju SMA Alundra menghabiskan waktu dua puluh menit. Prisca menatap jalanan yang selalu saja padat. Terik matahari membuat Prisca sedikit mengerenyit.
Motor sport warna hitam itu berhenti tepat di parkiran sekolah. Prisca turun lalu merapikan roknya yang sedikit kusut.
Gavin membuka helm fullface-nya lalu turun dari motor. Ia melihat ada helaian rambut Prisca menempel di bibir ranumnya. Tangannya antusias menyingkirkan helaian rambut coklat pekat itu.
Prisca tiba-tiba gugup saat tubuhnya disentuh oleh cowok lain selain Alpha, "jangan sentuh gue," ketus Prisca lalu ia melenggang pergi.
Sesampainya Prisca di kelas ternyata seperti kemarin keadaan kelas sudah ramai. Ia duduk di samping Marva dan membuka tasnya.
"Pris, semenjak kenaikan semester kok lo sering telat? Dulu lo datang paling awal, deh. Cari perhatian biar jadi ketua kelas? Setelah jadi ketua kelas lo malah nggak amanah," cibir Mauren.
Prisca memang malas berbicara hal yang tidak penting, apalagi beredebat. Namun, ucapan Mauren membuatnya geram di pagi hari ini.
"Terkadang, banyak orang yang terlalu pintar menilai orang lain. Tapi, dia terlalu bodoh untuk menilai dirinya sendiri," ucap Prisca dengan nada tegas dan tanpa menghadap Mauren.
"Mauren, dia ini sahabat lo!" bela Marva.
"Udah-udah! Masih pagi," lerai Aletha.
BASTARD sedang berada di rooftop sekolah. Mereka duduk dengan kaki yang diayunkan ke bawah. Luka-luka di wajah Edgar, Bryan dan Arthur masih terpampang dengan jelas. Itu yang membuat mereka memilih diam di sini.
"Ah! Gue baru ingat," celetuk Bryan membuat teman-temannya sedikit terkejut.
Edgar menoleh, "punya otak lo?"
"Binatang juga punya otak!" seru Bryan tidak terima.
"Gue minta kalian untuk pikirin gimana caranya kita balas dendam! Bukan main-main kayak gini!" bentak Alcasta.
"Siapa yang main-main, Al? Gue justru mau kasih tau informasi penting dan akurat," ujar Bryan.
Bryan menatap ketiga temannya secara bergantian, "gue tadi liat Prisca di antar sama Gavin."
Alcasta menoleh dengan antusias. Bola matanya yang selalu menampakkan urat merah membuatnya terlihat semakin tajam.
"Terus, pentingnya di mana?" tanya Arthur kebingungan.
"Ah! Terbukti kan yang pada nggak punya otak itu siapa. Nggak nyampe kalian sama pemikiran gue," ucap Bryan menyombongkan diri.
Ketiga temannya menatap Bryan seakan ingin menerkam. Bryan mengangkat kedua tangannya seraya menggeser tubuhnya, "damai!"
"Lo pikirin deh. Gavin itu musuh kita dan dia mencoba cari tau tentang kita lewat Prisca. Apa lagi yang dia dekatin sekelas sama kita. Apa lagi tujuannya?" jelas Gavin dengan serius membuat ketiga temannya terlihat berpikir.
Alcasta menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi, "kita harus cari tau si manekin."
Kringg.
Prisca mematikan jam beker miliknya lalu beranjak dari tempat tidur. Ia mulai dari membersihkan dirinya, memakai seragam dengan rapih seperti biasanya dan saat ia ingin membuat sarapan ternyata sudah ada Alpha di dapur sedang berkutat dengan alat dapur.
"Eh, lo sekolah?" tanya Prisca menghampiri Alpha.
Alpha menoleh lantas tersenyum sangat manis, "iya kak, gue sekolah. Kalau di rumah lama sembuhnya."
"Biar gue lanjutin." Prisca mencoba mengambil alih pisau yang dipakai Alpha untuk memotong bawang dan cabai.
"Lo duduk di sana tungguin." Alpha menunjuk meja makan dengan dagunya.
"Tap-"
"Nggak nerima penolakan," pungkas Alpha dengan tegas.
Prisca pun berjalan dengan pasrah menuju meja makan, lalu duduk sambil menopang dagunya. Ia melihat harta satu-satunya yang ia punya, sangat berharga. Bibir ranumnya mengukir bulan sabit yang sangat tipis.
Lima menit kemudian Alpha membawa satu piring ke hadapan Prisca, "tara! nasi goreng special buat kakak gue tercinta." Alpha menyodorkan piring itu di hadapan Prisca, "kok cuma satu piring?" tanya Prisca heran.
"Satu piring berdua, lah," jawab Alpha seraya duduk.
"Bawa piring lagi. Dibagi dua," ujar Prisca.
"Emang gue bikin rabies? Sampai gak mau satu piring berdua?" protes Alpha tidak terima.
Alpha menyendok nasi goreng yang ia buat lalu mengarahkan ke mulut Prisca, "apaan sih Al gue bisa sendiri," tolak Prisca seraya mengambil alih sendok dari tangan Alpha.
"Lo gak mau satu piring berdua sama gue? Terus gak mau gue suapin?" tanya Alpha dengan nada kecewa.
"lya, iya, nih, aaa." Prisca membuka mulutnya lalu menerima suapan sendok nasi goreng yang ada di tangan Alpha, "enak." Prisca tersenyum ke arah Alpha membuat Alpha menunjukkan ekspresi bangga pada dirinya.
Sepuluh menit kemudian mereka selesai dengan ritual makannya. Alpha segera memanaskan motor dan Prisca mengunci rumahnya. Lalu mereka mulai melaju dengan kecepatan sedang.
"Kak." Alpha memulai pembicaraan dan Prisca hanya menjawab dengan gumaman.
Alpha menatap wajah Prisca dari kaca spion motornya, "kalau ada yang gangguin lo bilang sama gue. Walaupun gue adik kelas. Kita cuma beda umur, bukan beda nyali."
"So' iya lo," sahut Prisca dingin.
"Sampai ada yang berani gangguin lo-"
"Apa!" pungkas Prisca dengan nada mengancam.
Alpha menelan salivanya, pasalnya ia sedang berhadapan dengan singa PMS. "Ya, berurusan sama gue, lah."
"Berarti lo juga berurusan sama gue," ujar Prisca dengan nada menantang.
"Lah, dibelain kayak gitu," cibir Alpha tidak terima.
"Seorang bayi mana bisa jagoan." Alpha hanya terkekeh lalu menarik rem motornya. Prisca menuruni motor Alpha lalu memberikan helm yang ia pakai.
"Cium dulu." Alpha menyodorkan pipinya.
"Nanti gue telat."
"Emang cium gue harus berjam-jam?" protes Alpha.
"Apaan sih lo." Prisca memutar balikkan badannya hendak beranjak.
"Kita muhrim kak. Yaudah, gue nggak semangat belajarnya."
Prisca berdecak lalu membalikkan badan dan mencondongkan dirinya untuk mengecup pipi kiri milik Alpha.
Seketika Alpha merasakan kasih sayang yang tulus. Walaupun tidak ada kasih sayang orang tua ia tidak pernah merasa kehilangan hangatnya dekapan cinta. Kasih sayang yang tidak pernah hilang atau pun berkurang.
Lalu Alpha mencium kembali pipi kanan Prisca, "makasih sayang."
Prisca bergidik ngeri, "jangan lama-lama jomblonya. Gue capek jadi korban halu lo!"
Alpha tertawa pelan, "gue nggak akan pacaran sampai gue mastiin ada cowok pengganti gue di hidup lo."
"Nggak mempan gombal lo."
Alpha memeluk Prisca sangat erat, "serius tahu!" ucapnya dengan gemas.
"Yaudah sana!" usir Prisca. Karena gedung sekolah mereka berseberangan jadi mereka tidak bisa bersama sampai memasuki kelas.
"Maaf nggak bisa antar. Sudah ditungguin anak-anak," terang Alpha.
Prisca mengangguk lalu berjalan memasuki koridor gedung sekolahnya. Alpha tetap di tempat sampai punggung Prisca tidak terlihat olehnya. Setelah itu ia berlari untuk menemui Ragistic gang.
Semua sudut pandang siswa dan siswi Alundra tidak seperti biasanya. Tatapan mereka seperti ingin menerkam Prisca yang masih tetap santai melangkahkan kakinya.
"Mesum di sekolah. Kayak nggak ada tempat lain aja!"
"Kelakuan di sekolah aja kayak gitu. Apa lagi di luar."
"Bikin nama sekolah jelek aja."
"Alundra ternodai murid kotor kayak dia."
"Disekolahin biar jadi penerus bangsa. Bukan penerus bangsat."
Prisca tetap berjalan tanpa mengindahkan kata-kata di sekitarnya. Pasalnya ia sama sekali tidak merasa bahwa lontaran kata itu untuknya karena ia merasa tidak berbuat onar. Prinsipnya, jika namanya tidak disebut, itu bukan untuknya.
Kakinya telah sampai menginjak lantai kelas yang sudah ramai. Ia tetap duduk dengan tenang walaupun seisi kelas ricuh membicarakan soal dirinya dengan Alpha di parkiran tadi.
Mauren berdecak lalu duduk di meja hadapan Prisca, "adik kakak kelewat romantis."
"Kenapa lo nggak beri tahu semuanya kalau lo sama Alpha itu adik kakak?" tanya Aletha penasaran.
"Harus banget gue umumin?" tanya Prisca dengan ketus.
"Biar nggak salah paham aja, Pris," jawab Marva.
"Mereka nggak nanya."

Komentar Buku (1012)

  • avatar
    Robi Borent'z Namsembilan

    sip

    1d

      0
  • avatar
    Seliivanka

    bgs alur ceritanya

    4d

      0
  • avatar
    WicaksonoAkbar

    aku suka banget sama novelah aku sangat senang dengan novelah aku terkadang juga sukai juga Sukaesih film dan juga aku suka yang bagus yang bagus terima kasih ya play store play store aku sungguh kagum dengan novel hari ini aku cinta novel dan terkadang aku aku juga terkadang membaca di novel itu sangat seru sekali saya juga bukan sekali sama novira siapa Novi

    8d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru