logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bu Risma

Tentu Mas Bagas tidak berani tidur di kamar kami. Dia pasti tidur di kamar belakang.
Setelah sholat subuh, aku segera mengecek ponselku, siapa tau Pak Arif sudah membalas pesanku tadi malam.
Ada beberapa pesan di sana. Namun aku tertuju pada satu pesan.
Pak Arif.
'Bawa bukti perselingkuhan suamimu, dan surat-surat yang kamu butuhkan ke cafe dekat rumahmu itu setelah dia berangkat ke kantor. Kabari saya kalau kamu sudah berangkat." Balasnya.
Ya ampunn. Bahkan disaat seperti inipun dia sekaku itu.
Oh my god.
Padahal sebentar lagi, aku yang akan menjadi atasannya lho. Tapi dia tidak ada takut-takutnya bersikap seperti itu padaku.
Ya. Akulah calon Direktur Utama menggantikan posisi Papa, aku memang berpendidikan tinggi.
Bahkan Mas Bagas pun tidak tau itu, karena memang selama ini aku hanya bekerja membantu Papa di toko.
Awal pertemuan kami adalah ketika Mas Bagas sering datang memesan material di toko Papa, katanya titipan dari tetangganya yang sedang membangun rumah dan dia selalu membantunya.
Sebaik itu suamiku, dulu.
Pak Arif kini menjabat seorang direktur.
Sedangkan suamiku, Mas Bagas, dia Manager di perusahaan Papa.
*****
Mas Bagas sudah berangkat ke kantor . Walaupun sikapnya sudah berubah, aku masih lah istrinya yang berkewajiban melayani kebutuhannya.
Setelah selesai mengurus semua kebutuhan Mas Bagas pagi ini, aku menunggu keberangkatan Mas Bagas dengan menyirami tanaman bungaku di kebun samping rumah.
Setelah keberangkatannya yang tanpa pamit padaku seperti sebelumnya, aku bergegas memasukkan surat-surat yang dibutuhkan untuk pengalihan aset yang tentunya sudah jauh-jauh hari ku siapkan.
Tak lupa sebelum berangkat ke cafe yang di maksud Pak Arif, aku chat dia.
"Sebentar lagi saya berangkat ke cafe pak"
Ting. . .
Tumben cepet balesnya, batinku.
"Saya sudah di parkiran cafe"
What...???
Kok bisa dia malah sudah disana sih. Ah, bikin gugup aja tuk pak dingin, ups.
Akhirnya aku berangkat kesana mengendarai motor butut suamiku.
*****
"Nanti saya kabari kalau sudah beres semua." ujarnya setelah menerima berkas yang ku maksud.
"Baik pak, terima kasih sebelumnya."
Ya ampun, dia sama sekali tidak menawariku bahkan sekedar air putih, hufhh.
Seperginya direktur dingin itu, aku memesan makanan untukku, karena tadi pagi belum sempat sarapan di rumah.
*****
"Heh, menantu pemalas, dari mana saja kamu, pagi-pagi sudah nglayap "
Ya ampun, aku lupa, kalau di rumah ini ada ibu mertua baik yang baru saja berubah jahat. Untung tadi dia nggak ngikutin.
"Ya ampun bu, pagi dari mana? ini tuh udah siang bolong tau. Ibu aja yang jam segini baru bangun." jawabku malas.
"Dasar menantu nggak ada akhlak, berani sekarang kamu ya sama saya." Sambil mengacung-kan jarinya je arahku.
"Lho, lihat kesana bu, disana ada cermin besar banget "
Eh dia nurut aja lihatin ke cermin, hhahaha.
"Ibu nggak ngaca dulu tadi waktu mau ngatain aku, apa ibu sudah pikun? bukannya ibu dulu yang tiba-tiba berubah jadi monster ke aku, hmm?"
"Apa ibu lupa, sebelum ini kita akur-akur aja? Ibu hebat lho bisa ekting selama empat tahun ini menjadi makhluk baik,aku aja sampai tertipu gini."
"Apa kamu bilang...!! Monster?kamu bilang saya monster?" teriaknya tak terima.
"Lalu apa sebutannya bu, kalau orang yang tadinya baik berubah jahat? apa berubah jadi malaikat namanya??" jawabku tak mau kalah, membuatnya mendengus kesal.
"Ingat ya bu, kehidupan kalian sebelum memiliki aku sebagai menantu itu seperti apa, aku yang menemani Mas Bagas dari nol. Aku yang membantunya bangkit saat terpuruk. Jadi jangan kira aku akan diam saja ketika anakmu yang tak tau diri itu mulai bermain di belakangku." ancamku.
"Bagas bermain dibelakangmu gimana maksud kamu hah?" Ah Ibu pura-pura aja bisanya.
"Nggak usah pura-pura deh bu, ibu kira aku nggak tau apa kalau kalian merencanakan sesuatu di belakangku?"
"Rencana gimana maksudmu hah... Dasar menantu kurang aj*r" ucapnya sambil berlalu ke kamar.
'Terus saja tutupi kebus*kan anakmu bu, akan ku buat kalian semua menyesal.' Batinku kesal.
Aku pun kembali ke kamarku. Merebahkan diri di ranjang empuk yang selama ini menjadi saksi bisu kegiatanku bersama Mas Bagas.
***
'Wi, hari ini Mas Bagas sengaja ditugaskan untuk mengontrol kantor cabang di jakarta. Kalau kamu ada waktu, tolong awasi dia ya, aku ada rencana hari ini mau membongkar semuanya.'
'Kabari aku kalau ada sesuatu yang mencurigakan'
Ku kirim dua pesan berturut-turut kepada Dewi.
Semalam, Pak Arif mengirim pesan padaku kalau hari ini dia sengaja menugaskan Mas Bagas untuk ke jakarta, mengontrol kantor cabang.
Sejak pertengkaran kemarin, aku belum melihat batang hidung Mas Bagas sama sekali.
Sepertinya dia tidur di kamar tamu, berteman kan ibu mertua.
Brakkk...
Aku yang sedang memasukkan baju kedalam tas kecil sampai berjingkat saking terkejutnya.
"Kamu apa-apaan sih Mas. kayak orang kesetanan gitu, jadi ini watak aslimu, hah?"
"Alaah... Aku seperti ini juga gara-gara kamu. Kamu yang memulainya."
"Aku? Bukankah kamu Mas yang menyalakan apinya..?"
Aku berbicara dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Justru dia kini yang terlihat gugup.
"Api apa maksudmu hah?" dia mulai tersulut emosi.
"Mana ada asap kalau nggak ada api Mas." dia yang juga sedang mengemasi pakaiannya tidak menjawab lagi. Lalu bergegas keluar kamar.
"Aku mau ke Jakarta. Ada tugas dari kantor." Ucapnya sambil berlalu.
"Terserah." jawabku keras-keras.
Dia tidak tau saja, kalau ini semua memang rencana ku.
Kulihat dari jendela kamar, ternyata dia tidak pergi sendiri, melainkan dibawa juga mertua tak tau diri itu.
Ah. Ternyata aku yang terlalu lembek, empat tahun bisa tidak tau kebus*kan keluarga itu.
****
'Aku lihat suamimu, bersama ibu-ibu sudah agak tua masuk ke sebuah rumah di komplek perumahan citra, tidak jauh dari kantor cabang milik Om Gunawan Sin.' Pesan dari Dewi .
'Ok wi, makasih. Share lokasi ya.. Aku sebentar lagi sampai Jakarta.'
Ting.
*Lokasi*
Aku serahkan ponselku kepada pak Agung, supir dari Papa.
Papa memberiku mobil ini, sebagai hadiah karena aku mau terjun mengelola perusahaan besok.
"Ke alamat ini ya Pak."
"Baik Bu."
****
Sampailah aku disini, di sebuah warung makan kecil dekat pintu masuk komplek perumahan yang tidak terlalu mewah, bertemu Dewi.
"Hai, Sin. Ya ampun lama banget yah kita nggak ketemu." Kami berpelukan dan cipika-cipiki saking kangennya.
"Iya wi, tambah cantik aja kamu ih."
"Ah, bisa aja kamu Sin. Kamu nih yang udah berumah tangga aja masih cantik gini. Apa lagi aku yang masih gadis. Ahayy... Masa nggak boleh cantik juga sih,,, hahaha.
kami pun bercengkerama sebentar. Hingga ada Mobil yang sangat aku kenali masuk kedalam perumahan paling ujung, dekat pos satpam.
"Sepertinya mereka habis belanja, Sin."
Dari sini memang tidak terlihat jelas siapa yang ada di mobil bersama Mas Bagas, tapi terlihat saat Mas Bagas mengambil paper bag dari bagasi mobilnya, karena mobilnya tidak terlalu masuk pelataran rumahnya.
"Iya. Yuk, samperin." Jawabku pada Dewi, sambil berdiri menuju mobil, di ikuti olehnya.
"Nanti kamu jadi juru kamera ya Wi." pesanku padanya.
Aku yakin, videonya akan berguna suatu saat.
Mobil pun berhenti tepat di depan gerbang rumah itu. Terlihat wanita yang ada di foto kemarin sedang berdiri di depan pintu, sambil menggendong bayi, menunggu laki-laki yang tentunya adalah calon mantan suamiku, menurunkan belanjaannya.
Aku turun dari mobil bersama Dewi di belakangku dengan kamera standby di tangannya.
"Oohh.... Jadi ini tugas dari kantormu Mas???"
******

Komentar Buku (239)

  • avatar
    Dhe Rumengan

    ceritanya bagus moga aja endingnya juga ..paling tidak ada pesan moral yg terkandung didalam ceritanya yg bermanfaat bagi pembaca..semangat ya thor..

    09/01/2022

      0
  • avatar
    Setyawati Setyawati

    Wow ? ?

    5h

      0
  • avatar
    NainggolanTiara

    bagus

    8d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru