logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Anak yang ditabraknya

Dia kira Raharja menyuruhnya pulang hanya untuk mengomel panjang tidak berguna, karena sudah pergi meninggalkan acara grand opening restoran Morgan, tempo hari. Ternyata tebakannya melenceng sedikit, karena setelah memberikan ocehan panjang, Raharja malah memintanya untuk mengurus masalah makanan yang akan disajikan sebagai suguhan di acara akikahan cucu keduanya.
Dan di sinilah Nesha saat ini. Di rumah megah yang dia akui milik ayahnya, yang kini sedang mengadakan acara besar untuk cucu perempuan kesayangannya. Nesha tidak begitu antusias untuk hadir di acara keluarganya sendiri. Memang lebih baik berada di dalam kamar, rebahan, dengar musik slow, pejamkan mata dan tidur. Daripada harus melihat banyak orang lalu lalang dengan kesibukan tiada henti dan para tamu yang begitu penting sudah pada datang, tinggal menunggu acaranya segera dimulai.
"Dek!"
Nah, ini dia si pemilik acara kali ini. Nesha memutar mata dengan malas melihat kakaknya memanggil dan mendekat ke arahnya. "Apa?"
"Dih, judes! Kebiasaan. Anak gadis gak boleh judes kalau dipanggil. Nanti jodohnya jauh!"
"Bodo!" Nesha menatap sebal pada Bisma. Dia adalah manusia paling menyebalkan menurutnya, hanya karena punya sifat yang sudah seperti copy-an dari Raharja. Banyak ngomel dan selalu banyak mengatur ini-itu yang tidak jelas, menurut Nesha hanya buang-buang waktu.
"Itu hijab kenapa gak dipake?"
Pandangan Nesha teralih pada pundaknya, tempat di mana kerudung pashmina berwarna putih tersampir indah.
"Pake! Masa mau gitu aja? Lebih cantikkan juga dipake."
Raharja versi kedua sudah mulai mengaturnya lagi. Tidak bisakah dia bebas dari awasan para mata yang menyebalkan? Rasanya dia ingin membawa Bisma ke Kaneish Torta, memberikannya pada Dinar untuk dijadikan toping pastry. Pasti rasanya enak, renyah dan bersuara krenyes ketika digigit. Karena dia sangat bawel sekali!
"Ini juga mau dipake." Terpaksa, Nesha mengambil kerudungnya, menyampirkan di atas kepala dengan asal, lalu melilitkan bagian ujungnya sembarangan.
Bisma hanya menggelengkan kepala melihat adik anehnya. Entah spesies dari mana, Nesha sangat berbeda dari kedua kakaknya. Dia makhluk ajaib yang Tuhan ciptakan untuk membuat keluarga Raharga darah tinggi, ketika berhadapan dengannya. "Itu dessert yang Puspita mau, kenapa gak kamu siapin? Abang kan udah bayar uang mukanya. Kenapa bisa lupa? Tadi Puspita nanyain itu. Dia mau makan Dessert cokelatnya, tapi kok, gak ada?"
Nesha terbelalak sendiri, mengingat-ingat di mana dia menyimpannya. Dia sangat yakin, ketika datang tadi dessert pesanan kakak iparnya sudah dia siapkan dan dibawa pulang. Lalu, di mana makanan manis itu, jika Bisma bilang tidak ada? Mereka boleh kadang saling membenci ketika menjadi keluarga, tapi Nesha harus profesional menyangkut pekerjaannya. Dia tidak boleh mengecewakan Bisma-yang saat ini sedang menjadi pelanggannya. Yang sangat menyebalkan.
"Di kulkas dapur gak ada?" Nesha yakin, kotak dessert spesial penuh cokelat itu sudah dibawa dari Kaneish Torta. Wadahnya pun berbeda dari yang lain, dipisahkan. Nesha sangat yakin. "Nanti aku coba cariin, ya. Tapi, aku ke toilet dulu bentar. Gak tahan, nih. Oke?"
Tidak menunggu persetujuan pun, Nesha sudah beranjak lebih dulu. Padahal Bisma ingin bicara lagi, tidak ia izinkan dan malah pergi begitu saja dengan terburu-buru. Dia kebelet untuk buang air kecil. Sangat mendesak, sebelum dia pipis di celana dan bau pesing. Masa anak Raharja ngompol sembarangan.
"Ah ... leganya."
Setelah mengeluarkan air seni, tubuhnya terasa lebih ringan tanpa beban. Nesha merasa menjadi bidadari yang jatuh dari kayangan, turun ke bumi, lalu melihat seorang pangeran berkuda putih yang tengah tersenyum padanya sambil mengulurkan tangan, mengajaknya untuk ikut menunggangi kuda. Lalu ... lalu apa? Mereka jatuh cinta dan hidup bahagia? Atau berbulan madu melawati hutan rindang, di tengah perjalanan ada hewan buas yang me-
Stop, Nesha! Sekarang bukan saatnya untuk berkhayal ria. Nesha melepas kerudungnya, disampirkan lagi di pundak, karena tidak nyaman mengenakannya. Tidak ada Bisma di sekitar sini, pasti tidak akan diomeli. Lagian, setelah keluar dari toilet, tugasnya hanya mencari kotak dessert pesanan kakak iparnya. Dia harus cepat mencari di mana kudapan manis bertabur lelehan lumer dan lapisan cokelat yang krispi tersebut, sebelum Bisma kembali mencarinya dan menagih uang muka dikembalikan, jika dia tidak berhasil menemukannya.
Shit!
"Auh ... -eh, maaf-maaf!"
Sesuatu terjadi tanpa bisa disadari. Terlalu bersemangat mencari kotak Dessert, keluar dari toilet dengan tergesa, dia menabrak seorang anak perempuan yang berada di depannya, bersama wanita dewasa yang sigap menjaga.
"Aduh, maaf, ya, gak sengaja. Kirain gak ada orang di sini. Maaf banget ya, Adek, Mbak. Saya gak sengaja." Dia benar-benar tidak sengaja, bukan karena tidak punya mata. Dia punya mata, bisa melihat, hanya saja sering rabun selain melihat cowok ganteng. Eh?
"Adek gak papa?" Dia menunduk pada anak kecil yang baru saja ditabraknya.
Anak itu menggeleng pelan, semakin nempel pada tubuh wanita dewasa di sampingnya. Mungkin dia ibunya. 
Si bocah juga nampak terkejut dan malah melihat padanya dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti ... em, terpukau? Oke-oke, dia tahu, dia sangat cantik. Tapi ... entahlah. Mungkin karena Nesha terlalu banyak menerima tatapan terpesona dari pria hidung belang, jadi selalu mengartikan setiap sorotan mata yang dia lihat sebagai bentuk tatapan terpana. Padahal, bisa saja mereka muak padanya, kan? Atau jijik?
"Gak apa-apa, Mbak. Gak ada yang terluka juga."
"Syukurlah." Nesha merasa lega dan tersenyum pada mereka berdua. "Kalau gitu, saya permisi, ya. Mohon maaf sekali lagi."
Pamit, pergi dan segera lupakan kejadian barusan! Itu hanya tragedi kecil akibat matanya yang memang kurang jeli melihat jalanan di depan. Pantas saja, jika dia sulit mendapatkan orang yang benar-benar bisa dipercaya. Ternyata itu disebabkan karena dia yang buta. Dasar buta! Sama cowok ganteng aja melek, lo!
"Dek!"
Oh, ya, ampun! Nesha ingin memutar badan, balik lagi ke toilet tapi gak sempat. Bisma sudah melihat keberadaannya dengan tatapan yang garang. "A-apa?" Nesha kenapa jadi gugup, Saudara?
"Kenapa?"
Dih, ditanya malah nanya balik. Jika menurut orang lain, definisi abang adalah kakak yang musti dihormati, kalau menurut Nesha, abang adalah sosok gaib yang harus ditimpuk pake sendal tante Gina. Mati, mati, deh, sekalian!
"Barusan ... kamu kenapa?"
"Oh, itu ...," Nesha menggaruk pelipis sebentar, tidak nyaman ditatap oleh Bisma. "aku nabrak orang."
"Dasar ceroboh!"
Iya-iya, tidak diingatkan dia juga tahu. Terlalu sering kalimat itu dia terima. Dia juga sadar diri, kok. Gak perlu diingatkan lagi. "Ada apa lagi?"
"Itu dessert punya Puspita mana? Katanya mau dicariin, kok gak sampe-sampe?"
Aku udah bilang, mau ke toilet dulu, Sujarwo! Mana bisa langsung nyari makanannya secepat kilat! geram Nesha dalam hati. "Bentar, aku cari dulu."
"Kebiasaan, kalau disuruh bla, bla, bla ...."
"Nyenyenye ...." Nesha nyinyir pelan, berlalu meninggalkan Bisma yang kini tengah mengomel panjang. Dia tidak peduli sama sekali, meskipun nantinya Bisma berbuih sekali pun.
"Ini dia!" Setelah mencari ke sana-kemari, akhirnya kotak mini yang dia cari ketemu juga di atas meja makan. Dengan segera Nesha beranjak dari dapur, mencari kakaknya dan ternyata dia sedang berbicara dengan seorang pria dewasa yang duduk di antara jajaran para tamu terhormat Raharja. Pria itu memangku-eh? Bukankah itu anak kecil yang dia tabrak tadi?

Komentar Buku (241)

  • avatar
    Anisa Galeri

    makin penasaran, qira semangat cari bundanya,jangan lupa cariin ke ayah yang cantik dan pintar juga baik... seruu ceritanya

    30/12/2021

      0
  • avatar
    Genduk Wahyuningsih

    Ceritanya bagus banget

    6d

      0
  • avatar
    Dayat Widayat

    lanjut sudah gak sabar kak

    7d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru