logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

6. CHAPTER 06

🌺Happy Reading🌺
Dalam perjalanan pulang mereka tidak mengobrol. Sikap dingin Levin membuat Nami takut untuk membuka suara.
Bahkan sampai di Hotel pun lelaki itu langsung ke kamar mandi. Mengabaikan Nami seolah Nami tidak ada.
Mata Nami berkaca-kaca. Ia merasa jantungnya sakit diabaikan oleh Levin.
Deg deg deg.
"Kok nyesek?" batinnya.
"Malam ini kita pulang," ujar Levin tanpa memandang Nami. Nami mengangguk dan packing barangnya serta barang Levin.
Setelah selesai, Nami memutuskan untuk mandi juga. Sedangkan Levin sibuk dengan tablet miliknya.
Dia mengabaikan Nami karena cemburu. Melihat Nami tertawa bersama pria lain. Apalagi sentuhan Jimin kepada Nami membuat hatinya kian panas.
"Argghhh!" Levin menyimpan tabletnya dan mengusap kasar wajahnya. Hanya Nami yang bisa membuatnya sefrutrasi ini.
***
Nami POV
Kami kembali ke Seoul. Levin mengantarku sampai ke kontrakanku. Dia pergi tanpa mengucapkan apa pun.
Aku masuk dengan lesu. Sampai di dalam aku berbaring. Kenapa wajah Levin terus terbayang?
Derrrttt ....
Aku menyerit saat melihat nomor ponsel asing. Menggesernya lalu mendengar suara cempreng yang teramat aku rindukan.
"Huwaaa. Ke mana saja kamu?" tanyaku.
" ...."
"Baiklah. Akan aku kirim alamatku," ujarku dan dia memutuskan sambungan.
Aku buru-buru mengirim alamatku. Aku menganti baju menjadi piayam. Menunggu temanku di kursi.
Tok! Tok!
Setelah lama menunggu aku mendengar suara ketukan. Aku menyingkap sedikit gorden dan melihat temanku.
Ckleak!
"Namiiiiii!" jeritanya dan memelukku erat.
"Akhhh Rea!" 
Aku melepaskan diri karena dia memelukku begitu erat. Biar kuperkenalkan siapa gadis cempreng ini.
Dia adalah Min Rea. Adik seorang pengusaha sukses bernama Min Yoongi. Aku bertemu dengan Rea saat dia menangis di pinggir jalan.
Ternyata saat itu ia tersesat di Seoul karena Rea ini dibesarkan dan tinggal di Amerika.
Rea ini gadis cerewet dan punya suara cempreng sembilang oktaf.
"Nami aduh aku kangen banget!" ujarnya sambil memelukku kembali tapi tidak seerat tadi. Aku membalas pelukannya dan mengusap punggungnya.
"Sama siapa ke sini?" tanyaku.
"Sendirian dan aku punya info penting banget!" ujarnya mulai heboh sendiri.
"Apa?" tanyaku kepo.
"Oppaku akan tinggal di Seoul! Aku juga ikut tinggal di sini bersama Oppaku!"
"Wahh jinjjayo?!" Aku bahagia emndengar sahabatku ini akan tinggal di Seoul. Hanya dia satu-satunya yang aku anggap sebagai sahabat.
Dia pergi lama membuatku tak berharap kedatangannya. Ternyata dia masih memikirkanku.
"Iya, soalnya Oppa ada projek besar bersama sahabatnya. Pembangunan hotel dan dia ke sini membantu temannya itu," ujar Rea.
Aku bahagia apa pun alasannya. Sekarang Rea izin mengganti baju lebih santai.
"Ke kamar kamu, yuk! Gerah make baju tebal gini. Aku kira lagi musim dingin," ujarnya.
"Iya. Lagian gak nanya dulu sama Oppa kamu," ujarku.
"Oppa itu dingin. Irit bicara," ujarnya mengomel. Aku tiba-tiba keingat Levin. Gimana seandainya Oppa Rea dan Levin bertemu? Pasti dunia akan membeku.
"Sini puk puk puk!" Rea menepuk sisi ranjang. Aku naik ke atas dan mulai mendengar ocehannya.
"Nami aku penasaran kamu masih polos atau udah dipolosin?" ujarnya membuatku bingung.
"Enggak dua-duanya," ujarku.
"Sekarang kamu punya pacar?" tanyanya.
"Enggak ada," jawabku jujur.
"Duh, coba aja Oppaku belum punya pacar. Aku jodohin kalian berdua," desahnya membuatku tertawa.
"Aku gak mau dijodohin. Jodoh gak bakal ke mana, Rea," ujarku.
"Ahaaaa! Mau aku kenalin ke teman Oppaku gak? Dia ganteng loh, walau dia dingin juga," ujar Rea.
"Enggak," ujarku menolak. Aku teringat ucapan Levin. Baru sadar sekian lamanya sudah lewat. Dia melarangku dekat dengan laki-laki lain.
"Apa dia marah karena aku dekat dengan Pak Jimin?" batinku.
"Woyyyy! Melamun aja!" Aku tersentak saat Rea berteriak.
"Ish, aku bisa budek karena suaramu," omelku.
Rea kembali becerita sudah banyak dia kencani pria dan semua berakhir di tengah jalan.
"Kamu kok gak ada niat buat kencan, Nami?" tanyanya.
"Aku gak tahu cara kencan," ujarku. Dia mendengus.
"Ck, aku akan mengenalkanmu pada teman Oppaku. Dia baik walau dingin. Dia hanya perlu kamu cairkan agar hangat. Aslinya dia baik banget," ujarnya mempromosikan teman Kakaknya lagi.
"Terserah," ujarku dan berbaring.
"Pernah ciuman gak?" tanyanya membuat pipiku memanas.
"Eng ... enggak!" Dia menyeringai.
"Hahahahha ternyata Hanami sudah dipolosin," ujarnya.
"Aku tidak ciuman. Aku dicium!" kesalku. Dia semakin menatapku dengan tatapan menggoda.
"Sama siapa?"
"Aku tidak mau membahasnya." Moodku tidak baik membicarakannya. Perasaan sedih masih aku rasakan. Pengabaikan Levin membuatku seperti dihatam ombak.
"Yah, gak seru." Dia ikut berbaring.
***
Pagi yang cerah ini disambut dengan suara cempreng milik Rea. Dia memaksa ingin ikut ke kantor tempat Nami bekerja.
Dia ingin membawa Nami pergi ke kantor teman Oppanya. Namun, Nami.menolak karena mau bekerja.
Dengan keras kepala Rea ingin Nami izin. Tentu saja Nami menolak.
"Ayo Nami! Aku yang akan minta izin kepada Bosmu!" ujarnya dan menarik Nami naik ke mobilnya.
"Aku tidak bisa izin. Aku adalah OG," ujar Nami.
"Mau OG tau bukan, bisa izin juga," keukuhnya.
Nami mengikuti Rea dengan pasrah. Nami menyebutkan alamatnya dan Rea segera melihat GPS di mobilnya.
"Sampai," ujar Nami.
Rea mengerutkan kening. Dia celingak-cekingkuk melihat gedung yang menjulang tinggi itu.
'ALDRICK COMPANY'
Melihat tulisan itu membuat Rea membulatkan matanya. Ini kan kantor teman Kakaknya.
Dia mengajak Nami keluar. Tatapan penasaran dan sinis terarah kepada mereka berdua.
Nami menunduk sementara Rea mengangkat dagu tinggi-tinggi.
Mereka masuk kemar lif dan tiba di lantai 3 tempat Levin.
"Selamat pagi. Apa CEOnya ada?" tanya Rea kepada sekretaris Levin.
"Iya, ada. Akan tetapi, saat ini Pak Levin tidak bisa diganggu karena ada tamunya." Rea tahu siapa tamu Levin. Dia menyodorkan kartu nama kepada sekretaris Levin.
"Silakan masuk."
Rea menarik Nami masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu. Levin dan temannya menoleh.
Levin dan Nami saling menatap. Segera Nami menunduk saat melihat tatapan marah Levin.
Dia telat datang ke kantor. Tidak membersihkan ruangan Levin. Matillah dia.
"Rea, kenapa kamu masuk tanpa mengentuk pintu?" tanya lelaki di depan Levin marah.
"Mianhe, Oppa. Tapi, aku ke sini terburu-buru." Rea menarik Nami mendekat. Ia duduk di dekat kakaknya.
"Duduklah, Nami," ujar Rea. Nami tidak tahu harus duduk di mana. Dia takut jika Levin marah.
Rea menarik Nami duduk.
"Kenapa datang kemari?" tanya Yoongi dengan medesah kasar. Adiknya sangat pengacau.
"Aku memang mau ke sini dan ternyata Nami bekerja di sini."
"Siapa dia?" tanya Yoongi.
"Sahabatku. Aku ingin mengenalkannya dengan Levin Oppa. Ternyata sudah kenal pastinya. Untuk itu kami ke sini mau izin ternyata tujuanku adalah tempat Nami bekerja." Levin hanya diam menyimak.
Yoongi menatap Levin yang sejak tadi tak berhenti menatap Nami yang menunduk.
"Nami, kita tidak bisa izin. Ternyata teman Oppaku adalah Bosmu." Nami menatap Rea memelas.
"Kamu jangan takut," bisik Rea.
"Baiklah, lalu sedang apa kedua pria dingin ini di dalam ruang berAc?" tanya Rea membuat Yoongi dan Levin mendengus bersamaan.
Levin tentu sudah akrab dengan Rea. Bahkan menganggap seperti adiknya sendiri. Mereka dulu tetanggan sebelum pindah ke Amerika.
Akhirnya mereka berbincang dan melupakan pekerjaannya sesaat. Nami diam menyimak. Dia tertegun. Merasa tidak enak berada di tengah-tengah mereka.
"Aku mau keluar sebentar. Nanti balik lagi," ujar Yoongi.
"Iya." Rea ikut berdiri.
"Aku ingin ke toilet sebentar," ujarnya beralasan. Dia  sengaja meninggalkan Nami dan Levin.
Nami pun berdiri. "Ak--aku ingin ke toilet," lirihnya.
"Ada toilet di sini," ujar Levin dingin. Nami baru saja ingin pergi, tetapi tangannya dicekal.
Hap!
Levin menarik Nami sampai terjatuh di atas pangkuannya.
"Kamu tahu kesalahanmu?" tanya Levin dingin. Nami menguk ludahnya takut.
"Terlambat datang ke kantor," cicitnya.
"Masih ada." Nami tidak tahu keslahaannya lagi.
"Kamu berani tersenyum bersama pria lain. Kamu itu milikku Hanami. Bukan milik orang lain," ujar Levin tegas.
"Jawab kamu siapa?" tanya Levin.
"Ak--aku mi--milikmu," jawabnya terbata-bata.
Levin tersenyum tipis. Dia memeluk Nami erat. Takut kehilangan Nami.
Nami merasakan pelukan Levin begitu hangat. Tangannya ikut membalas pelukan Levin.
"Apakah di sini hanya aku yang nenjadi milikmu? Lantas, apakah kamu adalah milikku?" batin Nami.
TBC
Jejaknya. Panjang kan partnya 😂

Komentar Buku (97)

  • avatar
    SantiSantikha

    👍⭐👍⭐👍⭐⭐⭐⭐

    03/01

      0
  • avatar
    Maylani Kayla

    bgus

    04/12

      0
  • avatar
    ZahraAmelia

    ok bagus

    29/10

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru