logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

4. CHAPTER 04

🌺Happy Reading🌺
Sejak tadi pria yang berbaring menyamping itu senyum-senyum sendiri.
Tangannya menyangga kepalanya dan satu tangannya digunakan untuk membelai wajah polos yang tertidur itu.
"Ck, bagaimana bisa ada gadis sepolos dia?" gumamnya.
Flashback
Beberapa kali mata Nami mengerjab lucu saat bibirnya dibungkam oleh bibir Levin.
Wajahnya sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda malu. Justru ia kebingunan. Bahkan dengan polosnya dia menyuarkan perasaannya kepada Levin.
"Kenapa bibir Pak Levin seperti siput. Berjalan lambat di atas bibirku?" tanyanya membuat Levin menjadi salah tingkah.
Dia bukan berjalan di bibir Nami. Gadis itu hanya tidak tahu jika Levin melumat bibirnya.
"Ck, bibirmu perlu dihukum karena berani mengatai saya." Nami cemberut saat Levin ketus dan membahas hal tadi.
"Saya hanya mengatakan sebenarnya," ujar Nami. Levin sendiri masih beta berada di atas Nami. Memerhatikan dari jarak yang sangat dekat wajah gadisnya.
"Kamu akan mendapat hukuman jik---" Tiba-tiba Nami menjerit membuat Levin kaget.
"Kyaaaaaaaa! My first kiss!" teriaknya. Dia bangun dan mendorong Levin di atasnya.
"Huwaaaaa Pak Levin mesum! Dasar Bos-bos bar-bar!" Dia memukul Levin keras. Sebenarnya siapa yang bar-bar?
Levin menangkap tangan Hanami. Membuat Nami menatapnya dengan tatapan marah. Bibirnya bahkan melengkung dengan mata memerah.
"Hikssss Pak Levin jahatttt!" Dia akhirnya menangis. Levin tidak tahu harus berbuat apa. Dia menarik Nami ke dalam pelukannya.
"Sttt ... kamu bisa membangunkan orang lain jika menangis teriak seperti itu," ujar Levin mencoba mengelabui Nami lagi.
"Hikss ta--tapi pak Levin mesum," cicitnya.
"Saya tidak mesum. Bibir saya tidak sengaja menabrak bibir kamu," kilahnya.
Nami dan Levin sama-sama diam. Sampai akhirnya Nami jatuh tertidur di pelukan hangat Levin.
Levin membawanya berbaring. Dia tertawa kecil dan senang karena menjadi pertama mengambil ciuman Nami.
Flashback off
Levin POV
Sudah lama aku tidak tertawa. Namun, kehadiran Nami yang begitu polos membuatku hidupku seketika berwarna.
Apakah aku mencintainya?
Aku tidak tahu seperti apa itu cinta. Benarkah gadis sepertinya trlah berhasil masuk ke dalam relung hatiku?
Aku termenung. Memikirkan tingkahku kepada Nami. Aku tak rela saja jika dia berdekatan dengan pria mana pun.
Aku ingin Nami didekatku. Berada pada pengawasanku. Bahkan keluar kota hanya pekerjaan kecil. Namun, aku ingin saja pergi.
Aku tak tahu. Aku ingin berduaan dengan Nami. Jauh dari urusan kantor. Padahal aku orangnya tak bisa lalai dalam pekerjaan kantor.
"Enghhhh!" Dia melengguh setelah tidur cukup lama.
"Pak Levin," panggilnya dengan serak. Aku mengakui jika wajah bangun Nami terlihat seksi.
"Iya?" Sial suaraku ikutan serak.
"Aku lapar," ujarnya sambil memengan perutnya.
"Baiklah. Sebaiknya kamu mencuci muka dulu. Aku akan memesan makanan." Dia mengangguk.
Penurut sekali gadisku.
Aku memesan makanan. Tentunya aku memesan makanan favoritenya. Aku tahu makanan kesukaannya karena sudah mencari tahu tentangnya sejak pertama kali melihatnya di kantor.
Nami ikut bergabung di sofa saat dia sudah keluar dari kamar mandi. Sepertinya moodnya kurang bagus. Terlihat dari dia hanya diam saja.
Aku keluar setelah mendengar ketukan dari luar. Mengambil makanan dan membawanya ke dalam.
"Makan," ujarku. Dia langsung memakannya lahap. Apa dia akan badmood jika lapar?
Sesekali aku meliriknya dari ekor mataku. Cara makannya sama seperti anak kecil.
"Aku ingin keluar mencari angin," ujarku. Dia mengangguk saja. Harusnya dia berkata ingin ikut.
"Aku akan menunggu di sini," lirihnya. Aku semakin melihatnya murung.
"Ada apa?" tanyaku tak bisa melihat wajah murungnya. Dia menatapku dengan sedih.
"Aku ingin ikut, tetapi aku tak punya uang buat jalan-jalan," ujarnya. Gemas dan kasihan melihatnya.
"Ayo. Kali ini akan aku traktir," ujarku membuat awan mendung dalam netranya perlahan tersingkir digantikan matahari yang cerah.
"Wah ... wah ... Pak Levin akan meneraktirku?" tanya begitu semangat. Aku mengangguk.
"Yeyyyy! Aku akan ganti pakian dulu!" Dia meninggalkanku yang cengo melihat tingkahnya.
"Menarik," ujarku dan tersenyum. Aku akan membawany keliling kota Jeju dan berharap di sana aku bisa melakukan hal romantis kepadanya.
***
Ketika sampai di tempat penjual makanan khas Jeju, Nami begitu semangat.
Bahkan dia merasa akan meneteskan liurnya melihat makanan yang mengunggah seleranya.
"Uwah! Pasti enak!" serunya. Levin melihat Nami bagai anak kecil yang kegirangan mendapat mainan.
"Kamu ingin mencicipinya?" tanya Levin.
"Iya," jawab Nami. Levin segera memesankan makanan untuk Nami.
Mereka mencucui mulut sesuai keinginan Nami. Dia terlalu banyak makan sampai perutnya terasa penuh.
"Ahhhh ... makanan di sini semuaa enak!" ujarnya. Dia menoleh dan menyengir. Levin tidak membelas cengiran Nami.
Levin menatap jamnya dan mengajak Nami jalan-jalan kembali. Tak disangka ada wahana permainan. Mereka ke sana.
Nami kembali semangat sampai dia bahkan tak sadar menarik tangan Levin.
"Apakah kita kan bermain di sini?" tanyanya antusiasi.
"Iya," ujar Levin.
"Wahhh! Aku ingin mencoba semua wahana di sini," ujarnya dengan senang.
Nami melompat kegirangan sampai Levin tak bisa menyembunyikan senyumannya.
"Jika Pak Levin tersenyum ternyata sangat ganteng sekali. Dua kali lipat," ujarnya membuat Levin menatapnya intens.
Levin berdehem. Dia meraih tangan Nami dan membawanya pergi.
"Pak Levin apakah itu tidak bahaya?" tanya Nami saat melihat permainan seperti kuda.
"Tidak," ujar Levin.  Ia melihat Nami ingin mencobanya, tetapi takut juga.
"Ayo!" Levin menarik tangan Nami dan membeli tiket masuk. Nami segera duduk di bawah Levin. Levin sendiri berada di atas sebagai pengemudi.
"Pengangan!" ujar Levin. Nami langsung melingkarkan tangannya. Dia berteriak histeris saat permainan di mulai.
"Aaaaaaaaa!"
"Bhahahhaha!"
Teriakan Nami membuat Levin terbahak. Gadis itu memeluknya erat. Selesai permainan Nami segera turun. Dia pucat pasi.
"Huwaa Pak Levin jahat banget!" ujarnya marah. Dia melihat Levin tersenyum geli menatapnya.
"Katanya mau coba semua," ejek Levin.
"I--iya," ujar Nami.
"Ada satu permainan lagi. Ayo!" Kali ini Levin menunjukkan smirknya. Ia punya rencana.
Nami begitu bingung saat Levin membawanya pergi dari wahana permainan. Mereka ke jalan yang tentunya Nami tidak tahu.
Sampailah dia di sebuah tempat yang membuat Nami pening.
"Apa itu?" tanya Nami begitu bigung melihat permainan orang itu. Levin menyeringai.
"Permainan yang menarik," ujarnya.
"Ta--tapi bagaimana bisa tempat ini dikatakan wahana permainan?" tanyanya polos.
"Ini adalah permainan orang dewasa. Aku akan memimpinmu," ujar Levin.
Nami mengangguk dan ikut saat Levin menariknya. Levin sengaja menarik Nami berada di ruangan paling atas.
Ckleak!
Di membuka sebuah ruangan. Nami menyerit melihat begitu banyak wanita yang menggunakan baju minim. Bahkan ada yang tak memakai baju.
Levin meraih pinggang Nami. Memeluknya posesif. Nami menatap Levin dengan tatapan bertanya.
"Lihat ke depan," ujar Levin. Nami menatap ke depan, "ayo kita bermain di tempat yang seharusnya."
Levin menatap tajam setiap pria yang melirik Nami. Bahkan tangannya memengang erat pinggang gadisnya.
Seolah tak rela semua mata tertuju pada Nami. Ia membawanya pergi. Nami masih aja menebeak wahana apa itu?
Tak tahu gadis itu jika tempat tadi adalah club besar di Jeju.
***
Levin membawa Nami ke hotel kembali. Segera ia mengunci kamar.
"Bukannya kita masih ingin bermain?" tanya Nami.
"Iya. Bermain di sini," ujar Levin dengan smirknya.
"Kemarilah," ujar Levin. Nami berjalan mendekat sampai dia ditarik duduk di atas pangkuan Levin.
"Ap--apa yang Pak Levin lakukan?" tanya Nami tergagap.
"Bermain," ujar Levin dan melumat bibir Nami. Nami menahan dada Levin sampai ia kewalahan mendorongnya.
"Enghhhh," lenguhannya membuat Levin membawa Nami ke bawahnya. Levin mengendus leher Nami.
"Pak Levin ...geli," ujar Nami menahan desahannya.
Levin menatap Nami yang mengambil napas banyak.
"Kamu terlalu polos Nami. Kamu harus aku buat polos malam ini," ujar Levin.
"Ap-apa?" tanya Nami. Bukan menjawab Levin malah melumat bibir Nami kembali.
Nami tersentak saat tangan Levin menyusup ke dalam bajunya. Meremas dadanya yang terbungkus BH.
"Ahhh engghh Pakhhh Levinhhh," racaunya. Ia menagan tangan Levin.
"Kita bermain," ujar Levin dengan dingin. Nami ditatap sagar oleh Levin menciut. Dia ketakutan. Seketika Levin tersadar dan melembutkan tatapannya. Perahan Nami rilex.
"Kita coba wahana ini. Kamu mau 'kan?" tanya Levin.
"I---iya," ujar Nami polos.
TBC
Hayukkk 😌😜 Otak YD pagi-pagi kambuh😂
IG : @aretha_artha

Komentar Buku (97)

  • avatar
    SantiSantikha

    👍⭐👍⭐👍⭐⭐⭐⭐

    03/01

      0
  • avatar
    Maylani Kayla

    bgus

    04/12

      0
  • avatar
    ZahraAmelia

    ok bagus

    29/10

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru