logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

2. CHAPTER 02

Seorang pria datang dengan baju santai miliknya. Ia langsung duduk di kursi. Menatap makanan yang dibuat Nami untuknya.
Dia memakannya dan Nami terus menatap ke arahnya. Levin sangat menyadari jika gadis itu sejak tadi menatapnya.
Nami merasa perutnya perih. Sudah dua kali hari ini telat makan. Bisa-bisa maagnya kambuh. Dia mengusap pelan perutnya.
"Khm, makan yang kamu buat terlalu banyak!" ketusnya. Padahal dia ingin mengajak Nami untuk makan. Akan tetapi, terlalu gensi untuk mengatakan.
"Maaf," lirih Nami.
Levin mengambil tissu dan melap bibirnya. Ia menatap Nami tajam.
"Buang saja makanannya. Saya sudah kenyang," ujar Levin.
"Ta--tapi 'kan, sayang makanannya mubazir," ujar Nami.
"Terserah. Kalau tidak mau buangz ya makan!" Levin berdiri dan meninggalkan Nami.
Nami menatap makanan itu dengan tatapan pengen. "Makan gak, ya?" gumamnya.
Akhirnya dia memilih untuk makan daripada membuangnya. Ia begitu lahap makan sampai tidak menyadari jika Levin melihatnya lewat CCTV.
"Ah! Apa yang dia lakukan kepadaku?!" ujar Levin dan menutup laptopnya. Ia merasa Nami brrbuat sesuatu sampai dia ingin mengswasi ketat gadis itu.
Setelah Nami makan, ia membereskannya dan ingin pamit pulang.
Ia melihat Levin duduk di sofa ruangan. Pria itu terlalu serius menatap laptopnya.
"Pak Levin," panggil Nami.
"Hm," dehem Levin. Ia tidak menatap Nami. Berusaha cuek.
"Saya ingin pulang dulu," ujar Nami, "dan terima kasih makananya."
Levin yang mendengar Nami ingin pulang seger menatap gadis itu tajam. Entah kenapa dia tidak suka jika Nami ingin pergi darinya.
"Pulang saja!" ketusnya. Nami sampai kaget. Ia merasa Bosnya terlalu sering marah.
"Mungkin dia banyak kerjaan sampai marah-marah," batin Nami.
Dalam hati Levin gelisah. Ia masih ingin Nami di sini. Dia segera mutar otak agar Nami tetap di sini
"Sudah jam 10. Biasanya para preman itu lewat di depan," ujarnya sengaja dikeraskan.
Nami yang sudah melangkah mendadak berhenti. Dia menjadi takut. Namun, tetap melangkah pergi.
Levin kesal dan mengambil ponselnya. "Halo, kalian semua mondar-mandir di depan Apartemen saya!"
Tuttt.
Dia menelepon anak buahnya. Nami, yang baru saja tiba di lantai bahwa menunu parkiran. Ia ingin mengambil sepedanya, tetapi matanya membulat menatap banyak pria berbadan kekar memakai pakaian serba hitam.
"Huwaaaaaaaa!" Dia berteriak kencang. Nami begitu polos dan langsung lari ke kamar Levin.
Tentu teriakannya membuat bodyguard Levin berlari ke arahnya. Nami yang lugu mengira ia ingin ditangkap.
Ia menangis dan berlari kembali ke kamar Levin. Dia cepat membuka kamar Apartemen Levin.
"Hiks hikss ... Pak Levin!" Nami langsung memeluk Levin yang berdiri memengan secangkir coffe.
"Hiksss," isaknya. Dada Levin sakit mendengar Nami menangis. Ia membawa Nami ke Sofa.
Setelah meletakkan gelasnya. Ia membalas pelukan Nami. Mengusap punggung gadis itu agar tidak menangis tersedu-sedu lagi.
"Hiks ... ada penjahat," adunya kepada Levin.
Sedikit rasa bersalah campur geli di hati Levin. Ia tidak menyangka gadis ini begitu polos.
"Saya sudah mengatakannya. Kamu tetap ingin pulang," ujarnya.
"Hiks aku ngantuk. Aku harus pulang," ujarnya sambil menatap Levin.
Matanya coklatnya berkaca-kaca. Hidungnya memerah karena menangis. Bibirnya cemberut. Levin sangat gemas.
"Besok saja," ujar Levin, "kalau ingin pulang sekarang ada preman."
"Hiks tidak bisakah Pak Levin mengabtarku pulang?" tanyanya.
"Tidak! Saya banyak kerjaan dan preman itu banyak," kilahnya cepat.
Nami semakin cemberut. Ia berbalik dan menatap pintu keluar dengan nanar.
Ia ingin pulang, tetapi takut dengan preman. Sementara Levin lega sekaligus kasihan.
Nami lama terdiam sampai ia hampit jatuh. Levin melihatnya, ternyata Nami tertidur.
"Maaf,"  gumam Levin. Ia mengecup kening dan kedua kelopak mata Nami. Lalu, membawa gadisnya ke kamar. Bahkan sekarang dia mengklaim Nami sebagai gadisnya.
***
Ketika pagi telah menyambut. Seorang gadis yang sedang tidur pulas di atas ranjang king size itu membuka matanya.
Hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang seorang pria. Matanya megerjab beberapa kali. Memastikan penglihatannya benar.
Dia mengadakan kepala. Seorang pria tidur pulas juga memeluknya. Raut wajahnya semakin terlihat bingung.
Dia tidak teriak, dominan rasa bingung. Tangan mungilnya mengguncang Levin.
"Pak Levin," pangginya.
Levin yang merasa tidurnya terganggu membuka matanya. Tatapan polos Nami membuatnya harus menggeram tertahan.
Di bawah langsung bangun. Rupanya Levin junior bereaksi cepat.
"Pak Levin mengapa saya di sini dan kenapa memeluk saya?" tanyanya bertuntun.
"Kamu lupa, ck. Tadi malam kamu ketiduran,"ujar Levin ketus, "saya juga tidak memeluk kamu, tetapi kamu yang memeluk saya duluan. Saya pikir kamu guling."
Nami masih terlihat bingung. Namun, ia percaya begitu saja. "Maaf," ujarnya.
Ia bangun dari tempat tidur. Matanya menatap sekeliling kamar Levin dengan kagum.
"Mungkin preman itu sudah pergi," gumam Nami yang didengar Levin.
Demi Tuhan Levin masih mengantuk. Semalam ia tidak bisa tidur. Kehadiran Nami di sampingnya membuat ia menatap wajah tidur gadis itu begitu lama.
"Saya hari ini telat ke kantor. Kamu harus berada di sini karena saya punya banyak kerjaan untuk kamu," ujar Levin dengan alibinya.
"Saya harus mandi, Pak," ujar Nami.
"Mandi di sini," ujarnya dan menutup matanya kembali. Ia menahan diri agar tidak menarik Nami berbaring kembali.  Ia ingin memeluk gadis itu kebali. Akan tetapi, bisa-bisa kebohongannya terbongkar. Bukan Nami yang memeluknya, tetapi dia yang memeluk Nami.
Nami melihat Levin yang tidur pulas. Alis tebal, bibir bawah yang tebal menggoda, dan juga wajah tenangnya membuat Nami tersenyum.
"Alisnya sangat tebal," ujarnya. Ia berajak dari kasur. Kemudian masuk ke kamar mandi Levin membawa handuk.
Nami memakai sabun Levin. Setelah menghabiskan waktu di kamar mandi Nami segera keluar.
Untung saja Levin masih tidur. Keadaanya yang hanya memakai setengah handuk sunggu memggoda iman.
"Aku tidak punya baju," batin Nami. Dengan polos ia ke arah Levin. Membangunkan pria itu kembali.
Beruntunglah orang itu Nami. Jika orang lain, maka habislah. Orang tua Levin saja tidak membangunkan pria itu ketika tidur karena tahu anaknya akan mengamuk.
"Pak Levin," panggilnya.
"Enghhh!" Levin membuka matanya. Ia mendengus dan berbalik. Tidak bisa Levin mengontrol raut wajahnya. Ia terkejut.
"Nami!" Nami sampai terperanjat kaget. Levin mengumpat dalam hati. Cobaan apa ini di pagi hari?
"Ma--maaf, Pak. Saya gak punya baju," ujarnya. Dia takut Levin marah karena mengganggu tidurnya.
Levin mengusap wajahnya. Ia mengambil ponselnya dan menelepon anak buahnya agar mengambil baju di butik pesanannya.
"Tunggu saja." Nami mengangguk dan grogi saat Levin memandangnyan begitu intes.
"Sa--sayaa ma--mau mandi," ujarnya gugup. Bahkan alasannya tidak masuk akal.
Nami begitu polos. Ia tidak pernah menyangka jika berpenampilan seperti itu akan membuat pria di depannya langsung trun on.
"Kamu sudah mandi," ujar Levin setengah serak.
"Bapak sakit?" tanya Nami saat merasa suara  Levin berbeda. Ia melupakan rasa gugupnya dan maju.
Punggung tangannya menempul di dahi Levin. Aroma sabun yang Nami pakai bercampur dengan aroma. Tubuh gadis itu. Levin merasa di bawahnya begitu sesak.
"Tidak panas," ujar Nami.
"Saya tidak sakit," ujar Levin. Ia berdirindan ke kamar mandi.
"Dingin sekali," ujar Nami. Ia mengusap lengannya beberapa kali. 15 menit kemudia baju pesanan Levin datang.
Tentu saja Levin yang menerimanyam. Ia tidak akan rela gadisnya dilihat orang dalam keadaan memakai handuk saja.
"Ini baju kamu," ujar Levin. Nami menerima paper bag itu.
"Makasih," ujarnya tulus. Ia masuk ke kamar mandi dan berganti pakian.
Levin memgembuskan napasnya. Pagi ini dua kali tidurnya diganggu oleh Nami dan dua kali juga Nami membuat yang di bawah bangun. Gadis polos itu menyiksa diri Levin.
"Dia milikku," gumam Levin.
TBC
Jejaknya semua :) Makasih sebelumnya atas komentar dan suportnya :)
IG : @aretha_artha

Komentar Buku (97)

  • avatar
    SantiSantikha

    👍⭐👍⭐👍⭐⭐⭐⭐

    03/01

      0
  • avatar
    Maylani Kayla

    bgus

    04/12

      0
  • avatar
    ZahraAmelia

    ok bagus

    29/10

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru