logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Body At Dusk

Body At Dusk

Moody Moody


Bab 1

Suasana Antherius yang sudah tidak indah lagi membuat orang-orang yang berada di sekitar tempat tersebut hanya bisa meneteskan air mata. Hampir semua penduduk menjadi korban dan meninggal dunia. Seseorang yang meyakini akan kejadian tersebut bukanlah sebuah kebetulan menjadikannya terus berpikir bagaimana caranya mengakhiri semua ini. Malam hari sejak 4 bulan lamanya tragedi tersebut menimpa Antherius. Di sekitar markas pusat organisasi perlindungan manusia, mereka semua sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tidak lepas dari itu, Jake yang merupakan salah satu pimpinan organisasi tersebut sedang mengadakan rapat bersama dengan beberapa anggota yang lain. Mereka yang hadir merupakan orang-orang yang sudah lama berada di dalam lingkungan tersebut.
”Ku dengar kau mengirimkan beberapa orang untuk penyelidikan? Apakah kau sudah gila! Bukankah semua ini tidak seharusnya terbongkar ke publik?” ucap salah satu pimpinan organisasi, orang tersebut bernama Raymond.
“Terlalu berbahaya jika kau menyerahkan misi ini kepada orang luar,” sahut Nataniel yang tidak lain merupakan anggota organisasi tersebut.
“Dasar bodoh. Kalian ini, memangnya apa yang bisa kalian lakukan? Jika bukan dengan memanfaatkan mereka kita tidak akan mendapatkan informasi itu,” gerutu Daniel yang tidak lain adalah wakil pimpinan.
Perdebatan mereka berlangsung cukup lama sehingga membuat yang lainnya hanya terdiam membisu. Begitu juga dengan Jake yang hanya duduk terdiam sambil memandangi mereka semua yang ada di sana. Wajahnya yang terlihat seolah memikirkan sesuatu membuatnya tampak tenang dalam waktu yang lama. Hingga akhirnya rapat pun selesai dilaksanakan. Semua orang yang ada di ruangan tersebut pergi meninggalkan ruangan dan di sana hanya tinggal Jake seorang.
“Kau tidak akan pergi?” ucap Daniel kepada Jake yang masih duduk.
“Iya. Aku akan pergi,” sahut Jake yang kemudian beranjak dari tempat duduknya untuk meninggalkan ruangan.
Daniel yang merasa ada sesuatu dengan Jake, hanya memandangnya saja dan kemudian pergi juga dari ruangan tersebut. Seperti yang sudah direncanakan Mckena akan pergi bersama dengan mereka berdua ke Eldelius. Kali ini Mckena sibuk merapikan barangnya dan juga menata beberapa persenjataan yang akan dibawanya. Tidak hanya itu saja, Mckena juga membawa beberapa obat-obatan yang mungkin akan diperlukan dalam keadaan darurat. Setelah semuanya selesai, tidak lama kemudian Mckena mendapat telepon dari seseorang.
“Halo?”
“Halo, Mckena. Apa ini kau?”
“Iya. Ada apa?”
“Apa yang baru saja terjadi? Ku dengar semua orang di tempat persembunyian itu mati tanpa ada yang mengetahui.”
“Ah, itu...”
“Kau bisa ceritakan?”
“Ku rasa kau sendiri bisa menebaknya. Mereka yang melakukannya.”
“Apa? seharusnya mereka sudah cukup dengan meledakan kota.”
“Aku tidak yakin dengan itu. tapi, siapa lagi jika bukan mereka. Bukankah tidak lagi kelompok yang membenci manusia kecuali mereka?”
“Persetan dengan itu. dengar. Kau tidak harus datang kemari.”
“Apa maksudmu? Tidak bisa seperti itu, ini sudah bagian dari misi. Aku tidak bisa membatalkannya.”
“Bodoh! Bukan itu maksudku.”
“Lalu?”
Mckena yang mendengar ucapan terakhir dari teleponnya itu tidak lama kemudian, memasang wajah terkejut. Dari mulutnya tidak lagi mengucapkan sepatah kata apa pun dan hanya menutup teleponnya. Mckena kemudian bergegas menuju ke suatu tempat. Meski kota sudah hancur namun markas pusat masih bisa menggunakan jaringan untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang berada di luar Antherius. Malam ini cuacanya cukup bagus dengan langit malam yang dipenuhi bintang. Gabriel yang berada di luar memandangi indahnya langit di bawah reruntuhan kota. Ingatan yang tidak dapat dilupakan menjadikan dirinya terus berulang mengalami shock. Kali ini dirinya akan dihadapkan oleh takdir yang seperti apa. pikirannya yang nyaris kacau membuat dirinya tidak dapat tidur untuk waktu yang lama. 3 hari yang lalu, Gabriel memimpikan suatu kejadian yang tidak dapat di ungkapkan oleh kata-kata, terlalu mengerikan untuk di bayangkan dan itulah yang membuat dirinya terus termenung tidak dapat melupakannya. Selama dirinya berada di markas dan sudah mendengar kabar dari beberapa anggota organisasi bahwa Samuel telah meninggalkan dunia ini. Mendengar kabar yang mengejutkan tersebut membuatnya semakin lama mengalami depresi.
“Maaf. Tapi itulah kenyataannya. Jika kau tidak mempercayaiku, kau boleh melihatnya sendiri,” ucap salah satu tim evakuasi sambil membuka sehelai kain yang menutupi jasad seseorang.
Ketika Gabriel membuka kain tersebut, dirinya langsung merasa lemas. Karena benar saja seperti yang dikatakan oleh petugas tersebut bahwa temannya itu sudah meninggal. Gabriel yang tidak kuasa menahan tangis membuat dirinya di penuhi dengan derai air mata. Petugas tersebut langsung membawa jasad Samuel untuk di semayamkan. Kesedihan yang mendalam menjadikan Gabriel putus asa. 2 hari setelah berita kematian Samuel, dirinya tidak pernah lagi ceria seperti sebelumnya. Pandangan kosong menyedihkan menghiasi wajahnya. Leo yang melihat kondisi Gabriel seperti itu membuatnya merasa khawatir. Kekhawatirannya itu memang tidak terlihat di wajahnya. Namun, jauh di lubuk hatinya sangat mengkhawatirkan kondisi Gabriel.
“Kau yakin akan berdiam diri saja?” ucap Leo yang tiba-tiba datang menghampiri Gabriel yang sedang melihat ke arah bintang-bintang. Gabriel kemudian menoleh ke arah Leo dengan tatapan penuh kesedihan.
“Hah? Lagi pula untuk apa aku hidup? Seharusnya orang itu tidak menolongku saja dan membiarkan diriku mati tertimpa reruntuhan.”
“Kau sudah gila? Jika kau ingin mati, nanti saja. Kau harus menepati janjimu sialan.”
“Janji? memangnya kapan aku berjanji?”
“Astaga idiot ini.”
Leo yang merasa kesal kemudian meninggalkan Gabriel seorang diri. Kata-kata yang terucap dari mulut Leo masih tidak membuat perubahan. Kondisi Gabriel yang seperti kehilangan semangat hidup membuatnya melupakan tujuan yang ingin dicapainya. Angin berhembus di sekitar Gabriel, udara dingin menyentuh kulitnya dan kali ini dirinya melihat sesuatu dari jauh di depan matanya. Penglihatan yang tiba-tiba membuatnya merasa terancam tidak lama kemudian dirinya berlari untuk melaporkan sesuatu dan sebelum dirinya akan melaporkan hal itu, orang-orang yang berada di lantai atas berteriak ada penyerangan.
“Sial. Dari mana mereka? Kenapa di saat-saat seperti ini,” ucap anggota yang sedang berada di lantai atas.
Gabriel melihat ke sana dan benar saja di sana kobaran api sudah menjalar kemana-mana, beberapa orang tewas. Lingkaran sihir muncul di langit sebelah utara dan dalam sekejap nyaris melenyapkan sebagian bangunan markas. Gabriel yang berada di dekat sana kemudian menerima imbasnya. Tubuhnya terpental kemudian reruntuhan beserta api nyaris menewaskan nyawanya.
“Aghhh, sial. Tubuhku sakit sekali,” rintih Gabriel
Tidak lama kemudian, seseorang muncul dengan berpakaian hitam. Wajahnya tidak dapat dilihat karena pakaiannya seperti jubah. Orang itu terus bergerak mendekati Gabriel dengan senyuman di balik kerudungnya itu cukup membuat dirinya terintimidasi. Situasi yang mencekam tersebut kemudian dihentikan oleh suara tembakan Mckena dari arah timur.
DUARR
“Siapa kau? Hentikan semua ini sialan,” ucap Mckena
“Ho, kau lagi rupanya. Membosankan sekali,” ucap orang tersebut sambil mengeluarkan lingkaran sihir dan keluar kobaran api dari sana.
“Aghhhh. Sial,” rintih Mckena
“Selanjutnya kau.”
Gabriel masih berada di hadapannya dengan wajah ketakutan.
DUARR... suara tembakan yang mengenai tubuhnya.
“Ah, merepotkan saja,” ucap orang itu
Tembakan kali ini mengenai tubuhnya dan secara ajaib tubuh orang tersebut menghilang seperti api tepat di hadapan mereka berdua. Gabriel yang sekilas melihat sebuah tanda di lengan kiri orang tersebut. Matanya yang merasa heran disertai ketakutan membuat dirinya tidak mampu berkata-kata. Setelah kejadian penyerangan tersebut, semua orang yang berada di markas disibukkan dengan evakuasi para korban. Kali ini korban cukup banyak juga dan mereka semua sudah tinggal jasadnya saja. Jake yang juga berada di sana merasa terkejut dengan kedatangan salah satu dari mereka itu. Melihat sebagian bangunan hancur membuatnya marah.
“Kau tidak apa-apa?” ucap Mckena kepada Gabriel
“Ah, iya. Aku baik-baik saja. Apa itu tadi? Bagaimana mungkin orang itu memiliki kemampuan seperti itu?”
“Akan ku jelaskan nanti. Sekarang bantu aku membawa semua korban.”
“Iya.”
Mereka berdua kemudian bergabung dengan yang lainnya dan membawa beberapa korban yang dalam keadaan terluka parah. Meski ini diluar perkiraan, rasanya semuanya masuk akal bagaimana mereka datang untuk menghancurkan orang-orang. Tidak hanya di Antherius. Beberapa markas cabang yang berada di kota lain juga mengalami hal yang sama bahkan markas yang berada di sana hancur dalam sekejap. Orang yang melaporkan kebetulan sedang berada di luar sehingga tidak mengalami kejadian. Dan sesampainya di tempat itu, semuanya sudah hancur. Orang-orang yang masih tersisa bersembunyi di tempat yang aman. Teror semakin lama semakin membuat gila. Tidak sedikit korban yang meninggal. Setelah laporan memenuhi panggilan markas pusat, semua orang menjadi siaga jika suatu waktu akan terjadi hal yang serupa lagi.
“Mckena. Kau bilang kau akan menjelaskan apa itu tadi,” ucap Gabriel kepada Mckena yang baru saja duduk di sebuah kursi di ruangannya
“Ku rasa jika aku menjelaskannya kau mungkin tidak akan percaya.”
“Percaya atau tidak, aku harus mendengarnya.”
“Baiklah kalau begitu apa boleh buat. Itu semacam sihir yang digunakan oleh para magus. Singkatnya, orang yang memiliki kemampuan supranatural. Kau paham.”
“Supranatural ya? Tunggu, apa Abyss memiliki orang seperti itu?”
“Benar.”
“Jadi, yang baru saja ku lihat orang itu adalah...”
“Tidak. Kau salah.”
“Apa?”
“Orang tadi...”
Pembicaraan mereka berdua kemudian berhenti karena Leo datang memasuki ruangan tempat di mana mereka berdua berada. Leo yang langsung menghampiri mereka kemudian mengatakan sesuatu yang membuat keduanya terkejut.
“Leo,” ucap Gabriel
“Apa yang kalian berdua bicarakan?” sahut Leo
“Kejadian tadi. Kami sedang berbicara tentang itu.”
“Ku rasa, sudah cukup. Mari selesaikan semuanya besok. Akan lebih baik jika lebih cepat bukan?”
“Tidak perlu terburu-buru.”
“Jika tidak. Semuanya akan mati. Kau sudah tahu kan?”
“Hey tunggu kalian berdua,” ucap Gabriel
“Kutukan. Kutukan itu berawal dari mana?” ucap Leo dengan tatapan dingin
Gabriel yang merasa kebingungan hanya melihat mereka berdua yang sedang berdebat dengan wajah yang tidak mengerti.

Komentar Buku (129)

  • avatar
    Nul fikriAfrihan

    ngap lu

    12d

      0
  • avatar
    Jakajaya Anugerah

    ini sangat bagus sekali

    03/07

      0
  • avatar
    LungsetMan

    menarik

    30/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru