logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

NOTIFIKASI

Aku tak menjawab, bang Awan pun segera melanjutkan aksinya, dia menyingkap rok panjangku hingga yang tampak hanyalah celana dalamku berwarna pink berenda. Tanpa rasa malu di tariknya celanaku. 
"Bang." Aku protes. 
"Apa?"
"Sudah ku bilang Aku ngantuk!"
Dia tak bergeming tapi masih terus beraksi dan tanpa malu dia kembali memasukkan miliknya ke dalam milikku yang masih belum siap sepenuhnya. Dia mendorongnya pelan tapi kemudian dorongan nya terasa sangat keras dengan sekali hentakan. 
"Ahh. Sakit!! Teriakku kaget, Aku benar-benar terkejut atas apa yang dia lakukan. 
"Uh, akhirnya masuk juga." Katanya senang.
"Tahan sebentar ya, lama-lama akan jadi enak kok."
"Ta-tapi..."
Bang Awan malah mendorong nya semakin dalam serta mengeluarkan nya perlahan-lahan dan seterusnya. Kami berdua bermandi peluh, tak lama kemudian Bang Awan menggerang keenakan. Lalu terkulai di atas badanku. 
"Benar-benar enak ternyata." Ucapnya menampakkan kepuasan diri, dia bangun. 
"Loh Dek punya kamu berdarah?" Tanya nya heran.
"Iya, semua ini gara-gara abang kan! Sakit tahu!" Omelku kecil. 
Padahal sebenarnya Aku tahu, kalau darah di atas seprai itu adalah darah perawanku yang berarti aku masih perawan. 
"Maafin Abang ya dek. Bila perlu kita langsung ke puskesmas aja yuk, takut kalau adek terlukanya parah." Dia menatapku bersalah. 
"Tidak perlu abang nanti juga bakalan sembuh sendiri kok." Bantahku. 
---
Sudah 3 hari semenjak keperawananku hilang dan sejak saat itu badanku mulai demam. Kadang aku berpikir seperti inikah rasanya jadi seorang isteri? Kenapa susah sekali. Apakah karena betapa bodohnya Aku. Hampir setiap hari bang Awan menuntaskan hasratnya padaku, bahkan hubungan suami isteri sudah menjadi hal penting baginya. 
Jika di bilang mengeluh, tentu saja aku mengeluh bukan karena aku tak patuh padanya tapi milikku benar-benar sakit! Tidak ada hari tanpa adanya hubungan itu. Sampai-sampai kalau dia tidak bisa tidur, dia akan memintaku untuk melayaninya. Alhasil diapun bisa tidur dengan nyenyak. 
Dan hari itupun terjadi, hari dimana Aku mulai merasa menyesal karena menikah dengannya.
"Dek, Abang mau tidur tapi abang ngak bisa tidur, adek layani abang ya?" Pintanya. 
"Bukannya Adek ngak mau layani abang tapi adek lagi ngak enak badan bang." Jawabku
"Ayolah Dek! Abang benar-benar ngak bisa tidur dan dengan kita main abang baru bisa tidur."
"Tapi bang..."
"Ah udahlah dasar isteri pembantah! Ngak pernah ya kalau aku ngomong ngak bantah!"
"Ya Tuhan, kok abang gitu sih? Adek lagi sakit bang dan A....."
Plak! 
Belum juga perkataanku selesai bang awan sudah mendaratkan tangannya di atas pipiku. Uh tentu saja aku meringis kesakitan, bukan cuma sakit karena di tampar tapi hatiku juga ikut terunyuh.
Seumur hidupku kedua orangtuaku tak pernah menamparku dan bersikap kasar terhadapku tetapi lelaki ini sangat lancang sekali menamparku! Apa dia pikir dia sudah sok jago. 
"Auw.. Sakit bang."
"Iya memang sakit tapi itu hadiah buat isteri pembantah kayak kamu!"
Bang Awan yang saat itu sedang duduk segera berdiri sementara aku masih duduk sambil memegangi pipiku yang di tampar tadi. Pedas! Iya pedas! 
Hatiku sakit tapi apa gunanya aku mengeluh! Toh manusia seperti dia memang ngak ada perasaan. Sejak hari itu, aku mulai menutup diriku dan jarang berbicara. Manusia seperti apa dia? Setelah menamparku bukannya meminta maaf, dia biasa saja. 
Dan hari ini kami harus kembali, dalam artian pindah kerumah baru, walaupun masih mengontrak sih sebenarnya. Setelah berpamitan dengan mertuaku kami berangkat. 
Singkat cerita, kami sudah sampai di rumah kontrak yang jauh dari kedua orangtuaku maupun kedua orangtuanya.
"Mulai hari ini kita tinggal di sini dan Aku harap sih kamu ngak akan ngeluh, ya kamu tahu sendiri lah gimana keadaan kontrak an ini, jauh dari kata mewah! Untuk diawal pernikahan ini Aku belum bisa kasih kamu macem-macem!" Katanya, sambil meletakkan tas besar di atas nakas. 
"Iya, Aku tahu." Hanya itu jawabanku sebab Aku sedang malas berbicara banyak dengan dia. 
Aku duduk di atas kursi ruang tamu, memandangi rumah yang kecil dan sempit ini, tak apa! Aku tak butuh kemewahan apapun. Rumah ini masih bersih kok jadi aku tak perlu repot-repot untuk membersihkan nya, lagian ini juga sudah malam. 
"Karena belum ada apa-apa kita makan malam di luar saja, sekalian ajak kamu jalan-jalan, kamu belum pernah kan ke daerah ini?" Tanya Bang Awan pelan. 
"Ya, Aku mau mandi dulu bolehkan?"
"Ngak usah!"
"Kenapa?"
"Ngak perlulah nanti kalau kamu cantik-cantik banyak cowok yang lirik, Aku ngak suka."
"Ya ampun Aku tu bau banget bang, hampir seharian loh bang kita di perjalanan."
"Bisa ngak sih turutin kemauan Aku Dek."
"Ya udah iya ya bang." 
Akhirnya Aku mengalah saja, tidak mungkin Aku memulai pertengkaran lagi dengan nya. Aku bosan, padahal diawal pernikahan ini ingin sekali aku bahagia tapi kok malahan begini. 
Aku dan dia berjalan melewati jalanan sepi dan sempit karena memang ini sudah hampir tengah malam.
__
Bip
Sebuah notifikasi berbunyi dari ponsel milik suamiku, Aku yang kebetulan sedang melipat pakaian perlahan mendekat, Bang Awan sedang mandi dan ponselnya tergeletak begitu saja. Sejak pertama kali menikah Aku memang tak pernah memeriksa ponsel milik suamiku, karena ku pikir tak baik, ingin tahu banyak hal tentang kepribadiannya. 

Komentar Buku (105)

  • avatar
    SalsabilaSarah

    keren

    01/07

      0
  • avatar
    Ana Ardiana

    bagus

    30/06

      0
  • avatar
    dethiaaa

    wah keren

    29/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru