logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6

Hari Jumat membuat siswa siswi SMA Satu Jakarta pulang lebih awal. Keecuali yang masih mengikuti eskul dan kelas tambahan. Nania segera memakai topi baret, merapikan hasdug, dan memakai pin tunas kelapa di bawah name tagnya saat guru sudah keluar kelas.
“Kamu ngapain nggak pulang?”tanya Nania saat teman-temannya yang lain sudah keluar termasuk Leli yang buru-buru karena pacar barunya yang bersekolah di SMA lain sudah menunggunya buat jalan-jalan.
“Gue ada eskul silat hari ini,”jawab Sofyan santai.
“Bukannya kamu biasanya eskul hari Selasa sama Kamis ya?”Nania bertanya dengan heran.
“Sekarang diganti Selasa sama Jumat.”
“Trus ngapain masih di sini?”tanya Nania yang membuat Sofyan tersenyum jahil.
“Ya kan kita pacaran.”
Deg, Nania baru tahu kalau mereka masih berstatus pacar pura-pura.
“Ada waktu pacaran, ada waktu kerja buat tanggung jawab di organisasi! Kalau nggak paham jangan jadi pendiem, TANYA!!” gertaknya Kevin saat menyaksikan Nania dan Sofyan hanya berdua di kelas.
Lagi-lagi Kevin membuat Nania jengkel dengan omongan pedasnya, “Ya udah ya aku langsung ke sana. Takut Kakek Lampir jadi drakula.” Sofyan pun tertawa saat Nania jengkel dengan Kevin.
“Kayaknya gue sekarang udah bener-bener suka dan cinta sama lo, Nan.” Sofyan berucap pelan seiring semakin menjauhnya langkah kaki Nania dari dirinya.
Nania kini tengah berada di lapangan setelah usai melaksanakan sholat jumat berjamaah di masjid sekolah. Ia menjadi dirigen di apel pembukaan ekstra pramuka untuk kelas 10.
“Ayo cepat! Jangan lemot!” titah Ana kepada adik kelas yang hanya berjalan ketika menuju lapangan.
Sementara itu Tasya berada di samping kiri barisan perempuan sebagai komandan pleton perempuan dan Steven berada di samping kiri barisan laki-laki sebagai komandan pleton peserta laki-laki. Kevin sebagai pembina berada di samping kiri barisan dewan ambalan lain yang tidak menjadi petugas. Lalu Andre yang menjadi pemimpin apel sudah berada di samping kanan barisan dewan ambalan.
Semua telah berkumpul di lapangan kecuali yang izin sakit. Nania menghela napas perlahan. Ia mencoba mengurangi grogi yang sekarang sedang ia rasakan. Komandan pleton mulai menyiapkan barisan lalu pemimpin masuk ke tengah lapangan. Tasya dan Steven maju ke depan dan melapor apel pembukaan ekstra pramuka telah siap. Lalu Andre memberi instruksi balik ke samping kanan barisan. Setelah itu giliran Andre balik kanan dan memberi aba-aba berposisi siap dan pembina memasuki tengah lapangan. Andre memberi aba-aba hormat. Kevin pun memberi hormat dan setelah tangan Kevin diturunkan, Andre memberi aba-aba untuk tegak grak diikuti peserta dan komandan pleton. Lalu Andre mengistirahatkan barisan.
“Assalamuallaikum warrahmatullahiwabarakatuh.” Serentak semua menjawab salamnya, “Salam Pramuka!”
“Salam!!”Kompak semuanya.
“Tepuk Pramuka!”
“Pramuka! Pramuka! Pra ja mu da ka rana!”
“Selamat siang, adik-adik peserta ekstrakurikuler pramuka…”sapa Kevin
“Siang…”Kali ini peserta tidak menjawab dengan serentak tetapi ada yang sambil dipanjang-panjangkan, ada yang menjawab dengan centil, ada yang menjawab dengan tegas. Kevin hanya lempeng-lempeng saja.
“Setelah ini kalian akan mengikuti hari pertama ekstra pramuka di dalam kelas, karena hari ini masih kita berikan materi tentang kepramukaan dan selanjutnya mungkin akan ada praktik, outbond, dan lain-lain.” Kevin menjeda ucapannya dan mengamati adik kelas sebagai peserta ekstrakurikuler. Diamati secara mendalam oleh Kevin yang notabenenya adalah Prince School membuat para hawa meleleh. Mereka tiba-tiba tersenyum dan tersipu. Kevin pun lantas berdehem yang membuat para hawa kembali pada posisi istirahatnya.
“Pramuka ini ekstra yang menyenangkan jadi jangan buat jadi membosankan atau menakutkan. Ikutilah masa kelas sepuluh ini sebagai siswa yang disiplin, rajin, dan tentunya tidak melawan.”tandasnya yang membuat barisan peserta menjadi riuh. Kemudian Andre menghentikan aksi itu dengan memberi instruksi kepada komandan barisan untuk membubarkan barisan. Setelah itu Andre ke posisinya semula. Barisan dibubarkan dan tak ada yang menyangka jika mereka telah melewatkan lagu yang wajib dinyanyikan saat pembukaan upacara ekstra pramuka. Hanya Nania yang tiba-tiba tertegun kala ia harusnya sebagai dirigen untuk menyanyikan dua lagu wajib itu dan malah terlewatkan.
Saat peserta telah ke kelas masing-masing, Nania segera ke basecamp untuk briefing sebentar terkait materi yang harus diberikan. Saat sampai di basecamp, Sofia sebagai sekretaris Dewan Ambalan membagikan fotocopian materi pramuka yang harus diberikan hari ini.
“Vin, aku mau ngomong kalau tadi kita melewatkan lagu wajib saat upacara pembukaan.”ucap Nania saat Kevin terlihat sendiri sambil membawa beberapa buku saku di tangannya.
“Kenapa lo nggak ngasih kode tadi ?”gertaknya. Nania hanya terdiam sambil menahan dirinya agar tidak menangis. “Kita selesaikan nanti pas evaluasi, sekarang lo fokus aja sama kelas yang lo ampu, dan nih” Kevin memberi buku saku yang masih dibungkus kepada Nania. “Lo kasih ke anak-anak lo nanti, jangan sampe lupa, Inget ya!!”
Nania pun berlari ke kelas 10 IPA 3 sebagai pengampu kelas untuk memberikan materi. Sepatu pantofel Nania bersuara yang membuat seisi kelas terdiam saat Nania masuk kelas. Nania tidak lantas duduk tetapi masih berdiri dan mengucapkan salam, menanyakan kabar, dan memberi yel-yel. Nania ingin menunjukkan bahwa pramuka itu tidak menegangkan juga menakutkan tapi ceria, bahagia, kompak, dan bebas dari perpeloncoan. Namun, dia hanya sendiri. Jadi setidaknya ia telah berusaha menjadi kakak yang ceria untuk adik-adiknya. Dimulai dari dirinya.
“Baik, adik-adik sekarang kakak akan bacakan tata tertib mengikuti ekstrakurikuler pramuka,” Nania lantas membacakan beberapa tata tertib mengikuti ekstrakurikuler yang didengar dengan baik oleh adik-adik.
Nania lalu membagikan buku saku pramuka kepada peserta.
“Ada yang belum mendapat buku saku pramuka?”tanya Nania. Semua terdiam sambil mengamati yang lain.
“Baik kalau sudah semua, tolong kalian berdiri. Kita cek kerapian.”
Semua berdiri.
“Cek kerapian. Pertama, topi baret untuk perempuan dan topi coklat untuk laki-laki. Ada yang tidak membawa?”
Semua membawa.
“Kedua, rambut dikuncir rapi bagi perempuan yang rambutnya panjang dan berjilbab berwarna coklat tua. Bagi laki-laki rambut harus pendek dan tidak boleh gondrong. Ada yang melanggar?”
“Bardiiiii…,”
Semua menunjuk Bardi karena rambutnya dibiarkan panjang. Nania lantas menghampirinya.
“Dipotong ya Bardi, kalau nggak dipotong nilai kamu nggak akan bagus!” ancam Nania, tetapi Bardi hanya tersenyum meremehkan. Nania mensugesti dirinya sendiri agar tidak terlihat lemah dihadapan adik tingkatnya yang badannya lebih besar dari dirinya.
Cek kerapian terus berlanjut lantas Nania memimpin membaca Dasa Darma Pramuka hingga selesai dan ia menulis di whiteboard materi ‘Sejarah Pramuka’.
Brukkk
Salah satu peserta perempuan terjatuh saat upacara penutupan. PMR langsung datang dan menggotongnya ke dalam kelas. Nania bersiap melangkah maju dan memberi aba-aba layaknya dirigen.
“Hiduplah Indonesia Raya…satu, dua,” Tangan Nania terayun ke atas dan ke bawah. Setelah itu serentak semua bernyanyi lagu Indonesia Raya dengan Nania sebagai dirigennya. Lagu Indonesia Raya selesai dan dilanjutkan dengan Himne Pramuka
“Kami Jadi Pandumu… satu, dua,”
Kami Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satya Ku Kudarmakan
Darma Ku Kubaktikan
Agar Jaya Indonesia… Indonesia
Tanah Airku
Kami Jadi Pandumu
Nania belok kanan dan kembali ke tempat semulanya. Setelah itu amanat pembina upacara oleh Kevin sebagai pradana pramuka atau kata lainnya adalah ketua dari Dewan Ambalan ini.
Setelah penutupan upacara ekskul pramuka dan dibubarkan di kelas masing-masing, anggota Dewan Ambalan segera ke base camp untuk evaluasi. Nania melewati eskul silat yang ada di lapangan. Ia melihat Sofyan sedang duduk istirahat dengan beberapa teman eskulnya. Nania tersenyum dan dibalas Kevin dengan lambaian tangan.
“Sayang semangat!!” Jeritnya Sofyan saat menyadari bahwa Kevin dan Tasya berjalan di belakang Nania. Satu lapangan menyoraki mereka berdua tak terkecuali adik tingkat yang melihat aksi itu. Sementara Kevin hanya berdehem dan Tasya terdiam sambil berjalan melewati Nania yang melambat karena terkejut sekaligus malu.
“Mampus kau Nan! Satu sekolah akan tahu!”bisiknya Nania.
“Ya bagus kan, berarti lo nggak akan digosipin lagi sama gue!” Kevin kembali membuat mood Nania merosot. Setelah Kevin menjauh Nania melampiaskan kekesalannya dengan menghentakkan kaki kanannya dengan keras ke lantai.
“PMS lagi tu orang!”
Nania memasuki base camp dan duduk di kursi yang ada tas miliknya. Kevin dan Tasya duduk di depan memimpin jalannya evaluasi, karena mereka sebagai Pradana dan wakil Pradana.
“Ehm,” Deheman Kevin mampu membuat semua duduk pada tempatnya, termasuk Zahila sebagai bendahara yang sedang menariki uang kas.
“Sudah siap dimulai?”
“Siap!”Jawab kami serentak seraya dalam posisi duduk yang siap. Ketertiban ini bisa terjadi sebab kita telah berkomitmen untuk menaati semua peraturan tatkala menjadi Dewan Ambalan. Ini janji yang dipegang teguh sampai kami tak lagi menjadi Dewan Ambalan. Konsekuensinya pun sangat memalukan jika melanggar peraturan.
“Baik kita mulai evaluasi kita dengan membaca doa terlebih dahulu. Berdoa menurut kepercayaan masing-masing mulai!”Kevin menundukkan kepalanya.
“Berdoa selesai.”Kevin menegakkan kembali wajahnya dan kembali menatap ke depan.
“Pertama saya ucapkan terima kasih dan applause kepada seluruh panitia yang telah hadir hari ini tanpa alasan izin,” Kevin menjeda ucapannya dan melirik Nania. Setelah itu ia melanjutkan lagi ucapannya.
“Tanpa kalian yang telah bekerja dengan keras kegiatan hari pertama ekstrakurikuler pramuka tidak akan berjalan dengan lancar. Ya, walaupun…”Kevin kembali melirik Nania yang maklum dengan sindiran halus itu. Ia hanya diam saja seolah tak harus merasa tersindir, Kevin pun melanjutkan ucapannya dan mengalihkan pandangannya, “walaupun masih ada kekurangannya, tapi saya maklumi karena kita baru hari pertama, saya pun pasti banyak kekurangannya.” Kevin kembali menjeda ucapannya. Namun setelah itu Tasya yang meneruskan karena tak sabar dengan Kevin yang banyak basa-basi.
“Untuk evaluasi pertama dari seksi petugas upacara. Silakan angkat tangan dan menyampaikan evaluasinya.”
“Saya.” Andre mengangkat tangan. Kevin melalui isyarat tangannya mempersilakan.
“Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Evaluasi saya untuk petugas upacara cukup bagus meskipun tadi sempat ada kekurangan karena tidak menyanyikan lagu wajib saat upacara pembukaan. Tapi, itu maklumlah karena kita masih awal. Saya tadi juga tidak menyadari jika itu terlupakan.”
“Oke, ada lagi?”tanya Kevin. Semua terdiam selama beberapa detik.
“Baik kalau gitu, saya yang akan beri evaluasi. Jadi kalau menurut saya evaluasi hari ini cukup banyak. Pertama,..” Kevin menjeda ucapannya dan memastikan bahwa Nania memperhatikannhya.
“Kita melewatkan lagu wajib, sebagai dirigen harusnya bisa lebih memberi kode, ingat ya? Kita hanya beranggotakan 17 orang dan kita tidak memakai pembaca protokol kegiatan. Jadi jika ada yang merasa bertugas tapi belum melaksanakan tugasnya bisa memberi kode, entah pakai deheman, lirikan atau apapun itu, jangan cuma diemmm!!! Ngerti?!!” Kevin terus menatap Nania yang duduk di baris paling kanan bangku paling belakang.
Semua terdiam.
“Ngerti kamu, NANIA?!!” Kevin membuat Nania menjadi tontonan satu ruangan. Ia hanya mengangguk saat kesalahannya diutarakan dengan jelas.
Tasya segera mengambil alih kondisi yang menegangkan untuk melanjutkan evaluasi ke seksi perlengkapan. Lalu mereka kembali menatap ke depan dan memberikan evaluasi ke seksi perlengkapan. Sepanjang evaluasi Nania hanya terdiam, ia merasa sendiri. Diam-diam sesak itu ia tahan lagi. Ia butuh ke belakang sekolah setelah evaluasi ini selesai. Meluapkan kembali emosi dan pedih yang kambuh lagi.
“Baik evaluasi telah selesai kita tutup evaluasi ini dan kita lanjutkan ke agenda minggu depan.” ucap Kevin.
“Baik saya akan bacakan time line kita untuk agenda minggu depan. Agenda minggu depan adalah skill pramuka yang mana kita akan mengajari adik-adik tali temali. Untuk panitianya bisa kita bentuk sekarang. Saya permisi ke depan buat menulis ya Pak, Bu Ketua dan Wakil Ketua.”ucap bunga sebagai sekretaris menulis ke white board untuk membentuk panitia kegiatan minggu depan. Bunga mulai menulis panitia upacara lalu yang lain mengusulkan nama dan setelah panitia upacara terbentuk langsung berganti membentuk panitia kegiatan pemberian skill tali temali. Mulai dari seksi perlengkapan, dokumentasi, konsumsi, koordinator lapangan, pj kelas, dan lain-lain. Semua aktif memberikan saran dan masukan, kecuali Nania. Dia terlihat hanya diam dan mengangguk menyepakati.
“Ok, mungkin kita agak suntuk dan tegang ya hari ini. Bagaimana kalau sebelum ditutup kita yel-yel dulu?”tawarnya Ana pada yang lain.
“Boleh tuh buat peregangan.”sahut Steven
Ahirnya dipimpin oleh Steven menyanyikan yel-yel Trek Jing dengan gerakan sederhana khas anak Pramuka.
Aku trek…trek trek, trek jing, trek jing Pramuka Indonesia
Aku trek…trek trek, trek jingtrek jing, trek jing selalu riang gembira
Trek Trek Trek Jing, trek jing agar aku awet muda
Trek Trek Trek Jing, Trek jing
Ke bahu
Trek Trek Trek Jing, Trek jing
Ke Pinggul
Trek Trek Trek Jing, Trek jing
Ke Kaki
Trek Trek Trek Jing, Trek jing
Semuanya
Setelah peregangan itu, Kevin menutup dengan memimpin berdoa.
“Untuk mengakhiri acara kita pada sore hari ini berdoa mulai.”
“Berdoa selesai.”
Nania menggendong tasnya dan berlari keluar basecamp. Ia terus berlari tanpa mempedulikan teriakan cempreng Zahila yang memintanya membayar uang kas.
Masa bodo
Nggak peduli
Aku ingin menjumpai penyejukku…
Nania duduk di bawah pohon sawo. Ia tidak tahu siapa dulu yang berbaik hati menanam sawo di belakang sekolah hingga ia mampu menikmati pohon sawo yang kini sudah rindang. Ia menselonjorkan kakinya dan mulai terisak. Ia menyesali keputusannya untuk ikut melanjutkan eskul pramuka menjadi Dewan Ambalan. Kalau saja dulu ia tahu Dewan Ambalan tak seasik yang dilihat di luar pasti ia tidak akan pernah masuk ke Dewan Ambalan.
Nania menatap langit, “Tapi aku sudah berikrar dan disaksikan mereka yang kini membuatku seperti di neraka. Diacuhkan, disalahkan, dan diabaikan. Aku harus kuat kan langit…?Aku harus sabar kan angin?” Nania memejamkan matanya merasakan hembusan angin yang ia percaya adalah sahabat dan pendukungnya, “Aku harus ikhlas kan tanah?” Nania menatap tanah lalu membelainya hingga menyingkirkan beberapa daun kering yang terjatuh.
Nania terus menguatkan dirinya di bawah pohon sawo dengan berbicara bersama langit, awan, angin, tanah, daun, dan benda mati di sekelilingnya. Tanpa tahu bahwa ada seseorang yang selalu mengamatinya. Orang itu hafal sepulang rapat atau kegiatan Dewan Ambalan, Nania akan menuju bawah pohon sawo di belakang sekolah. Orang itu melihat sebentar dan pergi.
“Kalian pasti sama kayak aku, makhluk hidup yang hanya bisa menyaksikan tapi mudah untuk disakiti, diabaikan, dan disalahkan. Kita harus kuat dengan semua itu. Kita diciptakan lemah bukan untuk mengeluh tapi untuk menyelamatkan diri dari musuh. Ayo kita sama-sama berjanji untuk kuat demi menyelamatkan diri dari musuh yang telah menyakiti, menyalahkan, dan mengabaikan kita.” Nania berdiri dan mengucap janji itu bersama benda mati seperti orang gila yang bicara sendiri. Setelahnya saatnya hatinya mulai membaik, Nania berjalan ke lapangan menemui Sofyan.
Saat di lapangan Nania tidak melihat ekskul silat. Sepertinya ekskul silat sudah selesai. Ia duduk di pinggir lapangan dan mengecek hpnya. Setelah ia buka ternyata ada sepuluh panggilan tak terjawab dari Sofyan. Ia pun buru-buru menelpon balik.
“Halo”
“Halo Nan, lo dimana? Gue cari lo sampai ke ujung sekolah kok gak ketemu-ketemu sih? Lo udah pulang?:
“Sorry Yan, ini aku ada di pinggir lapangan. Aku tadi evaluasi dulu terus ke kamar mandi bentar. Kamu ke sini gih!”
“Oke syukurlah kalau gitu, gue ke situ sekarang. Tunggu ya!”
Nania menunggu Sofyan sambil meneruskan membaca novel Tere Liye berjudul “Hujan”. Ia berhenti membaca saat ada sesuatu yang dingin menyentuh kedua pipinya.
“Tara!” Sofyan muncul dari belakang dan membawa dua botol teh pucuk harum dingin, “Buat pacar gue yang udah panas-panasan di lapangan buat upacara.” Sofyan menyerahkan satu botol teh pucuk harum ke Nania.
Nania menyimpan novelnya ke tas dan mengambil sebotol teh pucuk harum dari Sofyan sambil cemberut, “Lebay ah.” Nania membuka tutup botol dan meminumnya.
“Kayaknya kita nggak perlu pura-pura lagi deh, Nan. Kita pacaran beneran aja yuk, gimana?” kata Sofyan sambil menatap Nania yang sedang minum. Nania menarik botol dari mulutnya. Menatap balik Sofyan dengan penuh selidik, lalu bersikap santai.
“Buat apa kita pacaran?” Pertanyaan Nania membuat Sofyan mengalihkan tatapannya dan terdiam sejenak.
“Jangan buru-buru pacaran kalau belum siap untuk sakit hati dan tak dianggap sahabat atau teman lagi. Bukankah asik kalau kita gini-gini aja, Yan?” Nania terus menatap Sofyan yang masih menatap ke depan. Setelah Nania tak lagi menatapnya dan tim futsal angkasa merayakan kemenangan karena berhasil mencetak gol, Sofyan menatap Nania.
“Gue nggak bisa mengontrol perasaan kalau udah suka beneran. Gue suka sama lo.” Sofyan tak menyangka jika keriuhan itu tak mengalihkan perhatian Nania. Nania dengan sengaja mendengarkan dan mengerjapkan matanya seolah tak percaya kalimat itu keluar dari bibir Sofyan yang suka ngegombal padanya. Gombalan yang Nania kira adalah ciri khasnya dalam berteman. Mencairkan suasana biar terjalin keakraban.
Sofyan perlahan mengalihkan pandangannya, pura-pura ikut antusias dengan pertandingan sepak bola. Bersorak untuk menutupi kegugupan yang sangat anjing buat ia rasakan saat ini. Nania memilih untuk minum lagi dan ikut menyaksikan pertandingan futsal. Akhirnya setengah jam berlalu hanya untuk menyaksikan pertandingan futsal tanpa saling bicara satu sama lain.
Pertandingan diakhiri, pemain mulai membereskan peralatan dan istirahat. Nania memberanikan diri menoleh ke arah Sofyan yang masih terdiam.
“A—ku mau pulang dulu ya,” Pernyataan itu sontak membuat Sofyan tersadar.
“E—h bareng dong.” Sofyan berdiri dan mensejajarkan dirinya dengan Nania. Ia tak ingin kecanggungan itu ada diantara mereka. Pernyataannnya tadi adalah kesalahan fatal dan ia tak ingin mengulanginya lagi.
“Males.” Ucapan tersebut membuat Sofyan lega. Ia pun mulai menjahili Nania dengan mengambil tali yang mengkuncir kuda rambutnya. Rambut Nania pun tergerai dan Sofyan segera berlari. Nania tidak berlari, ia masih berjalan normal. Sofyan pun mulai berjalan biasa saat tahu Nania masih tertinggal jauh. Nania pun memanfaatkan itu untuk berlari secepat mungkin. Namun, karena terlalu cepat dan tidak berhati-hati ia malah menabrak seseorang yang membuatnya terjatuh. Lututnya terasa perih sekali.
“Childish!”umpatnya Kevin saat tahu Nania terjatuh karena mengejar Sofyan. Kevin pun pergi meninggalkan Nania yang sangat geram sambil menahan perih di lututnya.
“Udah bener tadi jalan normal aja, kok malah lari sih?”kata Sofyan sambil mengamati lutut Nania yang berdarah.
“Ye…, itu juga gara-gara kamu yang nyuri kuncir rambutku. Mana?”Nania meminta kuncir rambutnya, namun alih-alih memberikan, Sofyan malah ke belakang Nania dan mengambil rambut Nania yang tergerai lalu menguncirnya. Aksi itu pun tak luput dari paparazzi.
“Nah itu udah gue sekalian pasangin lagi kayak tadi.”
“Nggak kayak tadi ini, ini nggak rapi.”
“Udah itu. Sekali-kali kek lo nerima karya dari gue, kan jarang-jarang gue bikin karya buat lo, hehe.” Kevin nyengir dan hanya ditanggapi Nania dengan jengah. Selanjutnya Nania berdiri dengan tertatih karena lututnya berdarah. Sofyan hanya menjaga di belakangnya, jika Nania oleng maka ia siap menopangnya. Sejujurnya Sofyan akan memapah Nania, tapi Nania menolaknya. Mereka berhenti di UKS dan Nania diobati oleh siswa yang bertugas di sana. Sofyan segera memapah Nania saat ia keluar dari UKS.
“Lo harus mau gue papah karena kita udah jadi pacar yang semua orang di sekolah ini tahu,” bisiknya. Nania pun tidak memberontak.
Mereka pun duduk berdampingan di halte bus. Bus tiba dan Nania dipapah lagi. Mereka duduk berdampingan di dalam bus.
“Lo mau ke rumah gue nggak, Nan?”tanya Sofyan.
“Hah ngapain?”
“Tadi katanya, Leli mau ngajak kita buat baca diary kakak lo di rumahnya.”
“Nggak ya, pokoknya aku nggak bisa kalau pulang malam.”
“Kan lo bisa nginep di rumahnya Leli, besok kita kan libur juga.”
Nania terlihat berpikir sejenak, “Oke, aku setuju tapi kita langsung ke rumah Leli ya nggak usah ke rumah lo dulu.”
“Ya kan gue harus ambil kendaraan buat pulang nanti, Nan.”
“Yaudah deh, tapi di rumah kamu jangan lama-lama ya, aku nggak boleh bapak lama-lama di rumah cowok.”
“Oke, cepet kok.”
Bus berhenti dan Nania serta Sofyan turun. Mereka berjalan beberapa menit dan sampailah di rumah Sofyan yang berlantai dua. Nania merasa minder karena rumah teman-temannya begitu mewah berbeda dengan rumahnya di kampung halaman.
“Ayo masuk.”ucap Sofyan.
Nania menggeleng, “aku di luar aja ya biar rame.”
“O—ke gue masuk dulu, nggak lama, oke?!!” Sofyan memastikan dan segera masuk lalu Nania duduk di teras sambil membaca novelnya lagi.
Sofyan keluar dan mengambil motornya. Nania menghampiri dan mereka meluncur ke rumah Leli.
“Astaga dragon! Tahu nggak Nan?”Leli mencerca kedatangan Nania dan Sofyan dengan pertanyaan.
“Nggak lah, kan belum dikasih tahu.”jawab Nania dan membuat Leli nyengir. Mereka bertiga pun duduk lagi di sofa.
“O—ke jadi gini gaes, gue tadi abis jalan sama cowok gue yang baru. Dan…dan tahu nggak apa yang dia lakuin pas kita nonton?”
“Apa?”
“Dia nyium gue!”
“Wedus! Baru kenal kok udah main nyosor aja. Kata bapak aku, itu laki-laki nggak bener Lel, masak baru kenal udah main nyium-nyium aja. Terus kamu harusnya menghindar biar cowok kamu tahu kalau kamu masih di bawah umur.” Pernyataan Nania membuat Sofyan tertawa terpingkal.
“Cuma nyium kening, nggak yang lain kok,” kilahnya Leli.
“Tetep aja itu ciuman yang belum pantas dilakuin anak di bawah umur. Itu nggak bener cowok kamu. Lagian dia beda sekolah kan kamu jadi nggak bisa mantau 24 jam. Siapa tahu dia playboy, siapa tahu lho…,”
“Ih nggak ah. Dia baik kok, emang apa sih pikiran laki-laki waktu dia suka sama ceweknya. Pasti dia ngungkapin itu dengan ciuman kayak drama korea itu lho kan so sweet,”
“Astaghfirullahaladzim…,”lirihnya Nania sambil mengusap dadanya.
“Nggak! Gue kalau suka sama cewek cuma pengen selalu melihat dia, menjaga dia, dan selalu ada untuknya.”
“Biii…ciiit….,”sergah Leli sambil mengerakkan kedua tangannya seperti meme spongebob yang membentuk pelangi sambil berkata bacot.
Nania mengabaikan mereka berdua dan mulai membuka buku diary kakaknya. Ia berusaha siap dengan segala kemungkinana-kemungkinan buruk yang terungkap dalam catatan buku ini.

Komentar Buku (2064)

  • avatar
    Shalifa Hanisa

    ceritanya bagus banget. bikin gue trsnyum sorang terus🤭 #please sambungkan jalan critanya..i'm curious so much🥺 #❤️🇲🇾

    24/01/2022

      0
  • avatar
    TamadaniMuhamad

    10p jt

    14d

      0
  • avatar
    Rati Ya

    cerita nya bagus

    16d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru