logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

2. Melamar Kerja

Setelah mengantar surat lamaran kerja dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, Arina hanya menyibukkan diri di rumah sambil membantu Ibunya membuat kue basah. Setelah itu, Arina akan mengantarnya ke warung-warung.
"Eh, Arina. Sibuk apa?" sapa Bu Leni pada Arina yang tengah menenteng keranjang kue.
"Masih di rumah, nunggu panggilan kerja," jawab Arina.
"Emang ngelamar dimana?"
"Masih di tiga perusahaan. Yang paling deket di Jalan Anggrek sana, Bu Leni."
"Pabrik kosmetik itu? Kamu kan jerawatan, apa bisa kerja disana?"
Arina hanya diam mendengar ucapan Bu Leni.
"Itu wajahmu pakai apa, sih? Kok jerawatnya sampai merah gede-gede gitu. Pakai bedak atau krim abal-abal, ya?" tanya Bu Leni lagi sambil menunjuk wajah Arina dengan ekspresi geli.
"Nggak pernah, Bu Leni." Arina sudah merasa kesal. Bu Leni memang orang yang paling ceplas ceplos. Omongannya pedas.
"Makanya dirawat, Rin. Nanti nggak ada laki-laki yang mau sama kamu, loh. Jadi perawan tua, deh. Lihat, tuh, anak aku si Feli cantik, mulus. Rajin banget ngerawat muka. Maskeran dan sering pesel ke salon." cerocos Bu Leni tanpa memikirkan perasaan Arina. Feli adalah teman satu kelas Arina. Feli juga sering menertawakan Arina jika geng Bobby menghujat dirinya.
"Ya. Saya permisi, Bu Leni." Buru-buru Arina meninggalkan Bu Leni dengan perasaan kesal.
"Belum selesai ngomong sama orang tua, nyelonong pergi aja. Nggak sopan!" Bu Leni menggerutu sebal.
****
Sepulang dari warung, Arina mengadu kepada Ibunya perihal perkataan Bu Leni tadi. Arina menangis sesenggukan dalam pelukan Ibunya. Bu Anna geram mendengar semua cerita Arina. Bisa-bisanya Bu Leni tega mengatakan hal seperti itu kepada putrinya.
Apakah Bu Leni tidak sadar jika ia memiliki putri yang seumuran dengan Arina? Bagaimana jika ini terjadi pada putrinya? Apa ia tak takut ini berbalik pada Feli? Bu Anna bertanya-tanya dalam hati dengan dadah bergemuruh.
****
Seminggu berlalu masih belum ada satu pun perusahaan yang menghubunginya. Namun, saat Arina akan beranjak ke kamar mandi, ia mendapat sebuah panggilan dari ponselnya.
"Halo, selamat pagi," sapa seseorang dari seberang sana.
"Halo, selamat pagi. Maaf dengan siapa?"
"Kami dari PT Ayu Kosmetika. Apa benar ini dengan saudari Arina?"
Mata Arina berbinar begitu mendengar sahutan telepon dari seberang sana.
"Iya benar, saya Arina."
"Kami mengundang Anda untuk melakukan tes tulis dan wawancara besok jam tujuh pagi. Berpakaian dan bersepatu rapi."
"Baik, terima kasih atas informasinya."
"Sama-sama." Sambungan telepon terputus. Arina bergegas ke dapur mencari Ibunya.
"Bu, aku tadi ditelepon sama pabrik kosmetik di Jalan Anggrek itu," ujar Arina gembira.
"Alhamdulillah. Kapan tesnya?"
"Besok, Bu. Jam tujuh pagi."
"Semoga berhasil, ya, Nduk. Oh iya, tolong, kamu antar kue ini ke warung Bu Tina!" pinta Bu Anna.
"Siap, Bu."
****
Hari yang dinanti telah tiba. Arina mulai bersiap-siap dengan dandanannya yang rapi. Memakai kemeja putih dengan motif polkadot dipadukan dengan celana kain hitam. Setelah menguncir rambut panjangnya, Arina memeriksa kembali dokumen yang akan dibawa.
Tak lupa, Arina meminta restu kepada orang tuanya terlebih dahulu. Pak Fajar sengaja berangkat ngojek siang karena ingin mengantar putrinya terlebih dahulu.
Setibanya di depan gerbang pabrik, Arina merasa sangat gugup, rasa tak percaya dirinya muncul kembali.
"Masuk, Nduk! Nanti terlambat, loh. Semoga berhasil. Bapak kerja dulu, ya?" pamit Pak Fajar.
"Iya, Pak. Hati-hati." Arina meraih tangan Bapaknya dan mencium punggung tangan lelaki yang tak pernah menyakitinya itu.
"Nanti pulangnya naik angkutan umum nggak apa-apa, kan?" tanya Pak Fajar.
"Nggak apa-apa, Pak. Lagian jarak dari sini ke rumah kan deket."
"Yasudah, hati-hati, Nduk!"
"Iya, Pak."
****
Kini Arina memasuki pabrik kosmetik yang cukup terkenal itu. Gugup dan keringat dingin yang dirasakan saat ini. Setelah mendapat petunjuk dari seorang petugas keamanan, Arina menunggu di sebuah ruangan yang ber-AC. Cukup dingin, tapi itu tidak membuat telapak tangan Arina kering.
Ada enam orang dalam ruangan itu. Mereka juga lulusan baru seperti Arina. Seorang lagi masuk, dan betapa terkejutnya Arina. Daffa, salah satu teman Bobby juga melamar kerja disini. Arina sudah berpikiran tak karuan. Bagaimana jika ia dan Daffa kerja disini kemudian menghinanya lagi?
Saat duduk, Daffa memilih menjauh dari Arina. Daffa mencoba berkenalan dengan yang lain dan berbisik-bisik sambil melihat Arina. Sambil tertunduk dan menduga jika Daffa akan melakukan hal yang sama saat seperti di sekolah.
Arina hanya diam dan mencoba tidak memikirkan itu semua. Ini dunia kerja, jika seandainya mereka sama-sama diterima, tentunya akan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Begitu pikirnya. Arina sudah bertekad, dan akan putus asa.
"Selamat pagi, semua." Seorang perempuan mengenakan kemeja putih dipadukan dengan blezer dan celana hitam memasuki ruangan.
"Selamat pagi," sahut mereka bersamaan.
"Perkenalkan nama saya Fina. Saya ditugaskan untuk menyeleksi beberapa diantara kalian. Sudah siap?"
Setelah menjelaskan sedikit tentang perusahaannya, Fina memulai tes tulis dan disusul tes wawancara yang berlangsung selama satu jam.

Setelah diterima nanti, pekerja baru akan ditempatkan di pabriknya. Jika ingin bekerja dalam kantor, tentu saja membutuhkan lulusan sarjana. Ada memang yang hanya lulusan SMA di dalam kantor, tetapi hanya dua orang saja. Itu karena kegigihan dan kerja keras mereka sehingga mendapatkan kepercayaan lebih dari Fina dan Papanya.
Fina adalah anak dari pemilik perusahaan ini. Cantik dan rendah hati itulah sifatnya. Penampilannya yang menarik dan selalu modis menjadi pusat perhatian para pekerjanya. Fina adalah anak tunggal dari Pak Broto dan almarhumah Bu Sinta. Mamanya Fina meninggal setelah melahirkan Fina. Pak Broto sangat menyayangi putrinya itu dan sering mempercayainya untuk mengatasi perusahaan jika Pak Broto sedang sibuk di luar.
"Bagi yang namanya saya sebut, dimohon untuk tetap disini. Untuk nama yang tidak saya sebut, saya ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekiranya ada kesempatan di lain waktu, bisa mencoba lagi dan boleh meninggalkan ruangan setelah ini," ujar Fina dengan mengatupkan kedua tangannya.
"Hanya ada dua nama yang akan saya sebut, yaitu..." tambahnya lagi dengan ucapan terpotong sehingga membuat seisi ruangan tegang.
"Kamu!" Tunjuk Fina pada Daffa.
Apakah Daffa akan diterima disini? Arina begitu terkejut saat Daffa ditunjuk oleh Fina.

Komentar Buku (347)

  • avatar
    CuteAulia

    fina sangat amat baik

    12/06

      0
  • avatar
    MaulidtaLutfi

    suka sama ceritanya seru nyambung dari awal smpe akhir👍

    29/05

      0
  • avatar
    TariganOktania

    ceritanya seru sekali seperti jaman saya masih SMP

    28/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru