logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4 Pria dengan Sepedah Rusak

“Bahkan yang sejauh antara bumi dan langit sekalipun bisa bersatu tatkala Yangkuasa mengkehendaki. Lantas apa yang membuatmu percaya diri sekali kalau perasaanmu tidak bisa saya miliki? Saya buktikan, dinginnya sikapmu akan menjadi sehangat mentari nanti. Tunggu saja!”
***
“Iren baik-baik aja, Mah. Beneran, deh, jangan khawatir.”
“Putrimu ini sama kuatnya seperti Mama Annaya yang paling cantik di dunia!” tuturnya lembut.
“Lagipula, kalau Iren gak ke kampus hari ini, seseorang dengan bodohnya akan terus diam menunggu kendaraan lewat, sesuatu yang tidak ia ketahui takkan pernah datang.” dengan tarikan senyuman yang tak bisa dijelaskan Iren menambahkan kalimat tersebut.
Satu lagi yang harus dibantu, satu orang lagi.
Annaya kemudian menyetujui putrinya itu ke sekolah hari ini, “Kalau ada apa-apa, langsung hubungi Mama atau Papamu, ya? Janji?”
Iren mengangguk mantap. Kemudian setelahnya, ia mulai melangkah berjalan ke arah sepeda yang kini terparkir rapi di teras rumah. Sepeda milik ayahnya —dengan beberapa bagian yang diganti baru— itu diwariskan kepadanya.
Gadis dengan rambut dikucir itu tetap bersemangat meskipun ada begitu banyak kekhawatiran di hatinya.
“Pergi dulu, Ma, bye!”
Gang gang perumahan dilewatinya dengan kayuhan cepat, menikmati suasana pagi. Ia mencoba menenangkan hatinya dari pikiran berupa mimpi semalam.
Semoga saja semuanya berjalan dengan lancar.
Sepeda biru yang catnya diperbaharui itu kini hampir masuk ke gang tujuan yang Iren arahkan. Dari kejauhan, ia bisa melihat seseorang yang sedang sibuk memperbaiki sepeda miliknya pula di tepi jalan.
Tak butuh waktu yang lama tepat di sebelah sepeda dengan warna hitam yang mendominasi Iren menghentikan sepeda miliknya.
“Lho, Ire?” sapa seseorang yang semula begitu sibuk membenarkan alat transportasinya yang sepertinya bermasalah.
Sementara yang dipanggil namanya itu turun, “Kenapa sepeda lo?” ia bertanya basa-basi.
“Lo rusakin lagi pasti, 'kan?” padahal, di dalam mimpinya gadis itu bisa melihat dengan jelas mengapa dan masalah apa yang orang ini alami.
Ah, ya. Seseorang yang sedari tadi dibicarakan dan menjadi topik pembahasan Iren adalah pria tampan dengan paras meneduhkan yang dapat menarik hati tiap gadis yang melihatnya.
Bernama lengkap Radeon Malik Naviendra atau akrab dipanggil Malik. Yang merupakan seorang mahasiswa semester 3 —sama seperti Iren yang plus sekelas dengannya jua.
“Biasalah, Ire. Kendaraan paling canggih ini kadang suka ada aja kejutannya.” Malik berkata menirukan gaya Iren saat pertama kali diajukan pertanyaan, ‘kenapa pakai sepeda?’ saat pertama kali berjumpa.
“Ohiya, ngomong-ngomong ngapain lo lewat sini? Sepengetahuan gua, ini bukan jalan yang biasa lo lewatin, kan?” pria itu berbalik melontarkan pertanyaan.
“Jangan-jangan lo ke sini sengaja, ya? Karena lo liat gua di mimpi lo tadi malem terus iseng ke sini nyusulin buat nemuin gua, iyagak?” candanya asal.
Membuat Iren batuk tanpa sengaja. Ia tidak sengaja menelan savilanya sendiri. Malik yang melihat hal tersebut langsung bangkit, memastikan gadis itu baik-baik saja.
Jika ditanya apakah ada orang lain yang mengetahui tentang bakat yang Iren miliki atau tidak maka jawabannya adalah tidak ada.
Tidak ada yang tahu persis apa yang gadis itu alami selain kedua orang tuanya. Iren selalu menyimpan keistimewaan yang dimilikinya ini diam-diam, serapat mungkin.
Jangankan tahu, Iren yakin bahwa dirinya telah berhasil membuat semua orang untuk tak mendekat dengannya.
Maka bisa dipastikan apa yang dikatakan oleh Malik adalah sebuah kebetulan. Pria itu tidak akan pernah menyangka bahwa apa yang ia katakan barusan adalah sebuah kebenaran.
Konyol, tapi itulah faktanya.
Jujur saja Iren bahkan tidak pernah mengira bahwa dirinya akan serumit ini adanya.
Yang sebenarnya, Iren memang melihat pria itu di mimpinya. Yang sebenarnya, Iren selalu mampu menjadikan sesuatu yang terbilang mustahil berubah jadi mungkin.
Mendengar penuturan Malik, Iren hanya memutar bola matanya malas, batuknya berhasil ia kendalikan, ia kini baik-baik saja.
“Geer banget. Lagipula memangnya kenapa kalau gue mau lewat sini atau mau lewat sana? Ada aturan yang ngelarang Nayanika Eirenquallina dilarang lewat di sini? Hah? Enggak, kan?!” protesnya beruntun. Mengajukan kalimat yang terkesan menyudutkan Malik.
Pria itu hanya terpaku. Iren masih mencoba untuk menjelaskan kondisi apa yang membuatnya tiba-tiba melintas.
“Pagi ini gue liat lo secara kebetulan. Catat, tuan Malik, ke-be-tu-lan belaka. Jadi, jangan menghayal hal-hal yang enggak masuk akal!” ancamnya sembari kembali naik ke sepeda miliknya.
Apabila disandingkan dengan Ibunya —Annaya— yang notabenya merupakan seorang gadis nan anggun serta lemah lembut maka sifat dari Eirenquallina bisa dikatakan jauh berbeda.
Mengapa demikian? Karena bukannya bersikap manis, Iren malah menuruni sikap sang ayah, cuek lagi dingin.
Ia akan bicara seperlunya, melakukan hal-hal sesuai keinginannya, serta tak terlalu peduli apa apapun yang mendatangkan hal tak penting bagi hidupnya.
Gadis itu tumbuh dengan paras cantik namun berhati es. Sulit untuk di dekati dan dipahami lebih jauh.
Salah satu penyebabnya tentu saja karena apa yang selama ini dirinya alami. Keistimewaan-keistimewaan yang sebelumnya ia anggap sebagai kutukan dan keanehan belaka itu membuatnya menutup diri.
Membentenginya dari semua hal yang terjadi di luaran.
“Eh?” mendengar nada kesal yang dilontarkan gadis manis di hadapannya membuat Malik merasa bersalah.
“Maaf, Ire. Yang tadi gua bilang juga enggak serius, kok. Gua gak bermaksud buat mood lo anjlok. Tadi sengaja bilang begitu karena becanda.” tuturnya membenahi kesalahpahaman. Ia tidak tahu bahwa Iren akan kesal dengan candaannya seperti sekarang.
“Lagian, mustahil juga lo ke sini karena gua.” koreksinya dengan baik agar suasana tak semakin canggung.
“Entah ini kebetulan atau bukan, yang jelas lo udah di sini, Ire, dan gua bersyukur akan hal itu. Jadi gua gak sendirian, deh.” lirihnya di akhir kalimat. Menambahi penjelasan awalnya.
Tentu saja apa yang Malik katakan membuat Iren terpaku. Gadis itu mendadak diam dan kedua bibirnya terkatup rapat, tak melontarkan kalimat respon apapun.
Iren tiba-tiba saja memikirkan satu hal.
Coba bayangkan, seorang pria bertubuh tinggi lebih tinggi dari Iren bicara bahwa takut akan kesendirian?
Hal tersebutlah yang selalu membuat Iren mempertanyakan mimpinya. Terkhusus, tentang Malik. Ada apa? Apa yang terjadi pada pria ini sampai ia selalu takut jika tak ada orang di sebelahnya? Apa ... Ia memiliki trauma?
Trauma semacam apa?
Iren juga memiliki alasan tak masuk akal sampai-sampai harus mencampuri atau lebih tepatnya berada terlalu jauh untuk mengetahui tiap-tiap hal yang Malik lakukan.
Ia memimpikan Malik dengan gambaran yang berbeda dari mimpi-mimpi yang biasa datang di alam tidurnya.
Dan setiap kali mengingat akan hal tersebut, membuat Iren selalu merasa penasaran. Ia diliputi kecemasan dan kekhawatiran yang tak berkesudahan.
Sesuatu yang dirinya simpan dalam-dalam.
Sesuatu yang ia rencanakan untuk ia pecahkan sendiri.
Malik hadir sebagai takdirnya. Dan ia harus tahu apa yang membuat Yang MahaKuasa mengikatkan garis takdir keduanya menjadi sepasang.
Apapun caranya, Iren akan mengetahuinya. Ia akan mengetahuinya.

Komentar Buku (320)

  • avatar
    ForusKristo

    cerita dari novel ini menarik dan dapat memberikan kita pelatihan dalam penggunaan bahasa yang baik dalam penulisan kalimat. sehingga kita dapat menjadi fase dalam penggunaan kalimat yang baik.

    06/01/2022

      0
  • avatar
    Hemik Radjawane Verhagen

    cerita nya bagus sekali

    12d

      0
  • avatar

    cerita yg sangat unik,seru untuk dibaca👍🏻

    14/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru