logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 57 KUMALA BERAKSI

"Jadi kamu sudah memanfaatkan anak saya?!"
Rena menatap tajam gadis di depannya itu dengan murka.
Sementara Yanti pura-pura tidak memperhatikan Rena, yang terus menatapnya dengan kemarahan. Kedua bibinya turut seperti yang Yanti lakukan. Benar-benar keluarga kompak.
"Kalian menunggu saya usir atau pergi sendiri?" lanjut Rena lagi.
Gadis itu melirik ke arah Anwar, lalu berpindah ke Imam dan Pak RT. Sedetik kemudian, kakinya menghentak diiringi tubuhnya yang berlalu dari hadapan keluarga Anwar diikuti kedua bibinya.
"Benar-benar keterlaluan mereka," gerutu Rena.
Belum juga sampai meninggalkan tempat itu, di depan sana sudah ramai orang saling menjerit. Rena diiringi Imam, Anwar dan Pak RT berlari ke depan.
Di luar pagar, terlihat Kumala tengah mencengkeram kepala Yanti. Badan gadis itu sampai terhuyung mengikuti gerakan Kumala yang menyeret tubuhnya hingga di depan rumahnya.
"Sekalian saja kita selesaikan sekarang. Cepat kembalikan uang saya! Kalau tidak, kamu akan lihat sendiri perlakuan saya kepada kamu!" sarkas Kumala kasar.
"Sebentar Bu Kumala, ini ada apa lagi?" tanya Pak RT menyibak kerumunan yang mulai padat.
Semua orang pada ingin menyaksikan pertunjukkan gratis yang sedang berlangsung. Kedua bibi Yanti hanya bisa melihat, tanpa berani menolong Yanti yang tengah diseret Kumala.
"Dia ini sudah membawa kabur uang saya sebanyak lima juta. Itu uang hasil dari pesanan orang yang membeli makanan serta gamis di aplikasi saya. Awalnya, saya sengaja membuka rekening atas nama Yanti untuk memisahkan pendapatan saya. Tetapi, bocah tengil itu mengakui, uang tersebut miliknya. Dia cuma menyerahkan ATM kosong kepada saya!" terang Kumala panjang lebar.
Semua yang melihat pertunjukkan tersebut, sontak saja, bersorak mengolok si Yanti. Bahkan, ada yang dengan kejam menyumpahi gadis itu.
"Sudah semua diam! Tolong semua bubar!" perintah Pak RT mengusir benerapa warga yang masih berada di situ.
Tak urung, gang yang sempit itu pun, sampai terjadi kemacetan, karena gerombolan massa. Kumala masih terus mencengkeram kepala Yanti. Bocah itu, memang sudah seperti kehilangan urat malunya.
"Betul apa yang dikatakan Bu Kumala ya, Mbak?" Pak RT kembali menginterogasi.
"Itu uang saya. Sebagai pengganti upah dari Bu Kumala yang memeras keringat saya. Selama ini, dia hanya memanfaatkan tenaga saya. Tanpa sepeser pun, memberi saya upah!" bela Yanti tak mau kalah.
Kedua orang perempuan berbeda generasi itu, saling mengakui kalau itu uang mereka. Membuat Pak RT sampai kewalahan.
"Wajar kamu tidak saya gaji. Makan dan tidurmu saja, saya yang menanggungnya! Mikir!" bantah Kumala dengan garang.
"Enak saja! Kamu pikir saya babu gratisan?"
"Hei Yanti! Sudah baik saya menolongmu. Bahkan, hutang-hutangmu pun, saya bantu melunasinya. Kalau tidak, sudah masuk penjara kamu! Dasar parasit! Bisanya menyusahkan. Sekarang juga kembalikan uangku!"
Kumala meneriaki Yanti hingga urat-uratnya terlihat pada menegang. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba saja Kumala telah berhasil mengambil ponsel gadis itu.
Begitu menyadari ponselnya yang telah berpindah tangan, Yanti pun berusaha merebut dari tangan Kumala.
"Kamu kasih uang Ibu atau kamu memilih untuk memberikan ponsel ini?" tawar Kumala pada Yanti.
"Dasar wanita kurang ajar! Kamu benar-benar hanya memanfaarkanku!" seru Yanti dengan mata melotot.
"Pilih mana?" buru Kumala tanpa memberi kesempatan Yanti untuk berpikir lagi.
Sementara orang-orang kembali menyoraki mereka. Kedua bibi Yanti yang sedari tadi diam pun, terlihat ikut jadi bahan olok-olokan warga.
Begitulah kalau ribut di kampung, biarpun habis di usir masuk ke rumah masing-masing. Tetapi mereka masih bandel buat berkerumun lagi.
"Bawa sini ponselku. Uang Ibu mau dibalikin bukan?" rayu Yanti.
"Ingat! Jika kamu masih bohongin saya, kupastikan pulang tinggal nama kamu!"
Benar-benar mimpi buruk hari ini bagi Yanti. Niatnya tadi ke rumah Anwar, supaya Anwar tidak membatalkan pertunangan mereka. Tetapi tetap saja tidak bisa. Malah dia bersama kedua bibinya, dipermalukan oleh Anwar dan keluarganya.
Disaksikan banyak orang, Yanti mengambil ponselnya dari tangan Kumala. Dengan ekspresi wajah dongkol, tangannya segera memencet aplikasi m-bangkingnya. Setelah transaksi berhasil, gadis itu pun memberikan bukti dengan menunjukkan ponselnya pada Kumala.
Segera saja Kumala membuka aplikasi m-bangking miliknya. Wajahnya tersenyum bahagia. Tanpa berucap sepatah kata, wanita itu masuk rumahnya diiringi tatapan serta sorak-sorai dari warga.
Sementara Yanti segera meninggalkan tempat itu beserta kedua bibinya dengan berjalan kaki. Tiba di jalan besar, mereka menghentikan taxi.
Murni dan Tika masih sesekali terlihat adu mulut. Tetapi, Yanti tidak menggubrisnya. Pikirannya kini sedang kalut. Selain malu, dia juga masih tidak terima atas perlakuan Anwar kepadanya.
Dugaannya dulu, dia bakal gampang menaklukkan Anwar. Tetapi, semua berjalan tak sesuai rencananya. Pikirannya terus berkelana. Mengapa, tiba-tiba hidupnya dipenuhi dengan ujian?
Apakah ini sebuah karma atas perbuatannya di masa lalu?
Sepanjang perjalanan, Yanti nampak berdiam diri saja. Bahkan, ketika tiba di rumah. Yanti langsung masuk ke dalam kamar Sella dan tidak keluar lagi. Tika dan Murni sampai khawatir, melihat keadaan Yanti yang demikian.
Setiap hari, Yanti selalu terlihat murung sambil duduk di teras rumah. Terkadang, panggilan bibinya pun dia abaikan. Gadis itu terlihat tidak seperti biasanya. Ikhsan suami Murni pun, sempat mengingatkan agar Murni dan Tika memperhatikan Yanti.
Takutnya gadis itu mengalami guncangan jiwa. Tetapi, Murni dan Tika berkeyakinan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Hingga suatu hari, Tika sudah mendapati gadis itu kembali ceria. Pagi pun, dia sudah mandi dan berdandan cantik. Tubuhnya diputar-putar di depan kaca rias. Teringat pesan Ikhsan, kedua bibinya pun membiarkan Yanti.
Mereka malah terlihat senang karena Yanti sudah tidak terlihat murung lagi. Selama satu minggu ini, Yanti benar-benar terlihat ceria dari biasanya. Gadis itu kini sekarang berdandan.
Tika berencana untuk pulang ke kampung. Karena Sari masih ada di sana. Untungnya masih ada Paman Asrul yang bisa dititipinya menjaga Sari. Apalagi melihat kondisi Yanti yang telah ceria, Tika merasa sudah waktunya untuk balik ke kampung.
"Kenapa terburu-buru pulang sih, Kak?"
"Mur, kasihan Sari kalau aku di sini lama-lama. Malah bikin Paman Asrul nanti malah kerepotan karena aku titipin Sari."
"Ya gak gitulah, Kak. Mereka juga masih saudara. Tak ada salahnya juga minta tolong pada mereka."
"Iya juga sih, Mur. Nanti kalau ada waktu lagi, kami balik ke sini lagi."
"Ya sudah, apa kata Kakak saja gimana baiknya."
Kedua bersaudara itu terlihat masih berbincang perihal lainnya.
Sementara, mereka tidak tahu jika Yanti memang akhirnya berubah. Tetapi, jika diamati, perubahan Yanti itu malah sebuah petaka. Sayangnya, Tika dan Murni belum menyadari.
Yanti bahkan sering tersenyum-senyum sendiri dengan ponselnya. Tak jarang, bibirnya mengoceh memanggil sayang. Padahal tidak ada yang mengajaknya chating.
"Sayang, kamu sedang apa?" tanya Yanti dengan ponsel yang menempel di telinga.
"Siapa, Nak? Pacarmu yang baru ya?" goda Tika sambil membereskan pakaian mereka. Karena besok pagi Tika berencana untuk balik ke kampung.
Sementara Yanti tidak menjawab pertanyaan bibinya itu. Mulutnya terlihat asyik berbincang, entah dengan siapa.


Komentar Buku (79)

  • avatar
    BagusSatria

    bagus benget...

    16d

      0
  • avatar
    FadilahFadilah1933

    sangat tidak mungkin

    18d

      0
  • avatar
    Rindi Yani

    baguss KA ceritanya

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru