logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 56 MINTA GANTI RUGI

Namun, Murni dan Tika dapat mendengar ucapan Rena dengan seksama.
"Jangan mengancam kami! Sebaiknya panggil Anwar juga. Biar semua jelas dan terang benderang," gerutu Tika tak mau kalah.
Rena pura-pura tidak menanggapi permintaan mereka. Sementara, Imam terlihat hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tamunya itu berseteru dengan istrinya.
"Ngapain lagi kamu ke sini?!" teriak Anwar yang muncul tiba-tiba di teras.
Terlihat sekali kekesalan dan luapan kemarahannya begitu melihat Yanti. Rambutnya yang acak-acakan karena baru bangun tidur, hanya disugarnya kasar dengan kelima jarinya.
"Nak Anwar kamu tidak bisa begitu?" ucap Murni seperti dilembut-lembutkan nadanya.
Bibir Rena berjingjat sebelah, demi melihat adegan itu. Seakan tidak terima dengan apa yang dilakukan tamunya tersebut.
Yanti nampak berjalan menghampiri Anwar.
"Sayang, kamu masih marah padaku? Pliiis, ma'afin aku ya. Aku janji bakal berubah. Seperti yang kamu inginkan," rayunya pada Anwar. Tangannya dengan tanpa malu bergelayut di bahu pemuda itu.
"Lepas! Sekali aku putuskan batal, ya batal!" hardik Anwar sambil menepiskan tangan Yanti yang masih memegangi bahunya.
"Jangan pegang-pegang. Ntar ngadi-ngadi lagi, bilang anak saya anu-in situ," sindir Rena pedas. Yang disindir cuma mencebikkan bibirnya. Malah kini dia menghampiri putra Rena kembali.
"Kenapa kamu jadi sekasar ini? Padahal aku sudah bersusah payah untuk datang kemari dan meminta ma'af padamu?" tanya Yanti dengan iba.
"Pulanglah kalian! Aku sudah mema'afkan, tapi tidak untuk kembali padamu!" usir Anwar dengan mengkibaskan jemarinya.
"Tidak! Kamu harus menikahiku! Kalau tidak, aku akan bunuh diri!"
"Silakan, toh itu hakmu. Mau bunuh diri kek. Atau mau nyebur sumur kek, tak ada lagi urusannya denganku."
"Anwar! Jangan keterlaluan kamu!" bentak Tika.
"Terus Bibi mau apa? Menikahi keponakanmu yang bermuka dua itu? Bisa mati mendadak orang tua saya punya menantu seperti dia. Nyesel saya! Dah lah!"
"Anwar! Jaga mulutmu! Selama ini kami masih menghormatimu," seru Murni.
"Menghormatiku apa menghormati harta orang tuaku?" decih Anwar.
Seketika saja Murni dan Tika terkejut, mereka tidak menduga jika disindir terang-terangan. Yanti pun sempat terperanjat. Namun gadis itu pandai mengalihkan suasana.
Tangannya berusaha kembali menarik bahu Anwar. Tetapi pemuda itu menghentakkannya ke udara.
"Jangan sentuh aku! Nanti yang ada, malah nuduh maling kesucianmu!"
Yanti nampak sekali jengkel, napasnya turun naik seiring harga dirinya yang ditelanjangi oleh Anwar.
Bahkan, mulutnya pun kini bungkam. Tidak lagi berteriak-teriak seperti tadi.
"Aku terima keputusanmu untuk membatalkan pernikahan kita. Tetapi, aku punya syarat yang harus kamu penuhi," pinta Yanti kemudian.
Anwar tetap bergeming di tempatnya. Netranya saja yang terus mengawasi Yanti dari jarak yang agak jauh. Sementara kedua bibi Yanti terlihat tak sabar menantikan rencana keponakannya itu.
"Beri aku uang sepuluh juta. Setelah itu, baru aku anggap impas."
"Eh kurang itu!" sela Murni tapi segera mulutnya dibungkam sama Tika.
"Heh, Bocah Edan! Jangan berlagak mengompas kami ya!" teriak Rena geram bangkit dari tempat duduknya.
"Ma, sudah biarkan saja. Bisa ikut gila kamu jika ngurusin beginian," sindir Imam kalem sambil menarik tubuh istrinya untuk duduk kembali di sampingnya.
Yanti kembali mencebikkan bibirnya. Gadis itu seperti tidak menganggap ada kedua orang tua Anwar.
"Assalamu'alaikum, Pak Imam."
Sebuah salam menyela keberadaan mereka yang tengah beradu argumentasi. Nampak Pak RT yang langsung masuk saja, karena kondisi pagar rumah orang tua Anwar yang terbuka.
Begitu melihat banyaknya orang yang bertamu di situ, Pak RT pun berniat mau putar balik. Tetapi, keburu Imam menanyai keperluan kedatangannya.
"Ada apa perlu apa ya, Pak RT datang kemari?" tanya Papa Anwar.
"Ma'af sepertinya kedatangan saya, tidak di waktu yang tepat. Sebaiknya saya permisi dulu," pamit Pak RT.
Gegas Imam menghampiri Pak RT yang terlihat hendak meninggalkan kediaman mereka.
"Jangan pergi Pak RT, saya mau Pak RT diam di sini barang sebentar," pinta Imam.
Awalnya Pak RT merasa serba salah, demi melihat Imam yang seperti memohon, maka dia pun tetap di situ.
Anwar mengangsurkan kursi rotan yang berbantal busa tidak terlalu tebal pada Pak RT. Pak Rt pun akhirnya mengambil duduk di sebelah Imam.
Sementara Yanti yang melihat Pak RT hadir di tengah-tengah mereka, terlihat begitu terganggu. Berkali-kali bocah itu meremas kedua jemarinya.
Setelah cukup lama saling terdiam, Pak RT pun akhirnya membuka suara.
"Ma'af, mereka siapa ya, Pak? Kok setahu saya, Mbak ini yang ikut Pak Rudi suaminya Bu Kumala."
"Saya tunangannya, Mas Anwar. Kalau Bapak tidak tahu apa-apa, sebaiknya diam saja. Jangan turut campur. Bikin masalah saja yang ada," dengkus Yanti.
"Ingat! Pertunangan kita sudah batal. Jadi jangan ngaku-ngaku kalau kita masih bertunangan!" tegas Anwar pada Yanti. Gadis itu hanya melengos.
Mata Pak RT langsung membola, begitu gadis yang nampaknya polos itu mengatainya.
"Mbak, mati itu tidak menunggu tua. Yang muda pun, bisa mati sewaktu-waktu. Kalau ngomong yang baik napa. Seperti tidak diajarkan sopan santun saja."
"Halah, bilang saja kalau mau cari sumbangan kemari. Basi Pak!' cerocos Yanti dengan bibir berjingjat sebelah.
Tak urung membuat kedua bibinya pun turut mencibir karenanya.
"Kalau sampai Bu Rena punya mantu seperti kamu Mbak, bencana ini!" kekeh Pak RT.
"Heh Pak Er-Te! Kalau ngomong itu mbok ya disaring gitu lho. Apa kamu tidak lihat siapa kami?" tantang Murni .
"Ingat, Anda berada di kampung saya. Sekali bikin keonaran, maka akan saya panggilkan massa!"
Rupanya ancaman Pak Rt mempan juga untuk membungkam mulut perempuan itu.
"Jadi gimana, Mas? Kamu bersedia apa tidak? Kalau tidak, itu artinya pernikahan kita tetap dilaksanakan," ucap Yanti dengan percaya dirinya.
"Memangnya ini ada apa sih Pak Imam? Maksud Mbak itu, apa ya? Tidak bersedia, berarti jadi nikah. La kalau bersedia, jadi apa?"
"Gadis itu memeras kami Pak Rt. Karena Anwar membatalkan pertunangannya dengan Yanti, kami diminta uang sebesar sepuluh juta," sungut Rena menjelaskan.
"Lho ... aturan dari mana itu? Kalau ada pembatalan, berarti ada ketidakcocokan. Terus kalau masih pakai acara ganti rugi, emang Mbak Yanti kehilangan apa?"
"Pak RT gak usah ikut-ikut. Yang jelas saya mengalami kerugian. Rugi waktu, rugi juga sudah digandeng-gandeng ke sana-sini, tapi akhirnya tidak jadi! Apalagi dia juga pernah mencium saya," cerocos Yanti kesal tanpa malu lagi.
Pak RT terlihat menghela napas panjang. Kepalanya sedikit terlihat geleng-geleng, begitu mendengar penjelasan yang Yanti berikan.
"Begini, Bapak Ibu sekalian. Sebagai orang tua, pentingnya kita ikut menjaga anak-anak kita. Takutnya, terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya berbicara begini bukan membela sepihak saja, tetapi untuk kepentingan bersama.
Kamu Nak Yanti, saya nasihatkan juga pada Mas Anwar. Bertunangan itu belum tentu sampai ke pernikahan. Karena semua kembali pada takdir Tuhan. Makanya, harus saling menjaga.
Biarpun, sudah bertunangan, tetap harus saling menghormati pasangan kita. Jangan berbuat hal-hal yang masih dilarang. Nanti ujung-ujungnya menyalahkan pihak lain. Kalau memang pertunangan kalian gagal, itu artinya tidak berjodoh.
Kalian juga tidak bisa meminta ganti rugi keluarga Anwar. Itu namanya pemerasan. Jika keluarga Anwar tidak terima, Nak Yanti bisa dilaporkan pihak berwajib, dengan tudingan telah melakukan pemerasan.
Jadi, semuanya harus saling menerima dan legowo. Karena pembatalan pertunangan ini. Jangan saling menyalahkan. Sudah, saya kira begitu saja," nasehat Pak RT panjang lebar.
"Tapi saya yang paling dirugikan, Pak RT. Karena Anwar sudah pernah mencium saya juga. Makanya saya mau minta ganti rugi."
"Eh dodol! Yang rugi itu aku, berapa kali sudah kamu minta transfer, selalu kupenuhi. Nominalnya juga tidak sedikit. Sejuta, dua juta. Bahkan, ada yang sampai empat juta lebih. Kalau mau minta balik uangku? Apa kamu bisa balikin?"
Kini Anwar yang menantang Yanti. Gadis itu terlihat mendengkus kesal melihat Anwar yang meminta balik uangnya. Uang dari mana pula pikirnya. Karena selama ini, demi untuk memenuhi ambisinya untuk terlihat kaya. Yanti malah sibuk foya-foya dengan uang transferan dari mantan tunangannya itu.
"Jadi kamu sudah memanfaatkan anak saya?!"
Rena menatap tajam gadis di depannya itu dengan murka.

Komentar Buku (79)

  • avatar
    BagusSatria

    bagus benget...

    16d

      0
  • avatar
    FadilahFadilah1933

    sangat tidak mungkin

    18d

      0
  • avatar
    Rindi Yani

    baguss KA ceritanya

    23d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru