logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Keberanian VS Ketakutan

Bukankah, ini sudah melewati batas?
Ritme sirkadian tentu akan terganggu dengan adanya ospek yang diadakan pada malam hari. Boro-boro akibat dari kegiatan itu, tugas yang menumpuk saja membuat para mahasiswa baru menunda waktu istirahatnya dengan sangat terpaksa. Sedangkan para mahasiswa lama merasa bahwa banyak kegiatan pada masa kuliah itu biasa saja, bahkan cenderung menyalahkan pembagian waktu yang para mahasiswa baru sudah buat jika tidak mampu mengimbangi kegiatan-kegiatan yang para senior berikan.
Walaupun semua tergantung bagaimana waktu diatur, tetap saja yang terlalu banyak bukanlah hal yang baik.
Tetapi, memang demikian, orang-orang yang di atas sangat mudah menyalahkan orang-orang yang di bawah akibat sistem yang mereka sendiri ciptakan, termasuk kegiatan-kegiatan yang mereka adakan di malam hari. Sedangkan para junior, yang merupakan orang ‘bawah’, harus menerima dan menjalani sistem yang telah dibuat harus dengan tanpa bantahan.
Kemudian, ketika para junior sudah berada di posisi senior saat ini, mereka tidak akan ingat apa yang telah mereka rasakan. Mereka akan berpikir bahwa kini waktunya mereka ‘berhari raya’. Mereka mungkin tidak akan lagi mengalami ketakutan. Namun di alam bawah sadarnya, semua peristiwa itu bisa saja telah terekam baik bagaimana mereka diperlakukan dulu. Kemudian, mereka akan memperlakukan juniornya dengan cara yang berbeda dan penuh keyakinan mereka bersikap lebih baik. Padahal, sangat mungkin, mereka dan seniornya, sama saja.
“Kamu jadi mau ketemuan sama perwakilan arsitek?” tanya seorang gadis yang mengernyitkan alisnya. Entah karena benar-benar bertanya, atau itu sebuah sindiran.
“Aku udah ketemu, kok. Jadi kamu nggak usah khawatir,” jelas Sabda kepada sahabat karib yang sedang menatapnya penuh keraguan. “Tadi malam juga sudah ada korban.”
“Aku tahu, dari anak material kan?”
Sabda mengangguk.
“Kamu ngecek keadaannya nggak?”
“Belum. Nanti aku bakalan ke sana kok, sebagai perwakilan dari BEM.” Sabda menyeruput espressonya yang masih hangat.
“Sab, kamu tahu kan ospek malam ini isu sensitif di kalangan kita. Bahkan BEM tingkat kampus aja nggak berani bahas. Anak-anak orju akan mengajukan peraturan untuk otoritas ospek di jurusan.”
“Udah, Ray. Kamu tuh terlalu cemas. Kita bisa lewatin ini kok.”
“Nggak bisa, Sab. Aku khawatir sama kamu! Kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Aku yang nggak bisa memaafkan diriku sendiri.”
“Raya, sudah,” ujar Sabda dengan mata memohon, “Kamu nggak perlu kok kayak gini.”
Raya masih menatap kesal Sabda seolah-olah tidak akan terjadi apa-apa. Raya sangat memahami watak petinggi organisasi di kampus ini pada umumnya. Mereka tidak akan senang jika budaya yang ada dari dulu diungkit-ungkit bahkan berniat dibasmi.
“Bukannya kamu yang nyaranin aku jadi presbem, Ray? Kenapa jadi cemas? Kalau aku mau jadi presbem aku harus siap dengan segala konsekuensi ‘kan?” tanya Sabda keheranan.
Raya menghela nafas, menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya.
“Sebelum anak arsitek gabung, Marvel juga sudah gabung,” ungkap Sabda.
“Marvel? Elektro?”
Sabda mengangguk.
“Tentu saja dia akan bergabung! Kalian berdua pasti juga sudah merencanakan apa yang akan dilakukan, bukan?” tanya Raya dengan menampakkan wajah yang kesal.
“Tentunya,” kata Sabda dengan tersenyum.
“Gimana ya, nasib anak material tadi malam?”
“Pak Ilham waktu itu nggak sengaja ke kampus, Ray. Dia saksi juga waktu anak itu ketabrak mobil. Beliau sendiri yang bawa ke rumah sakit. Pas ditanya kenapa tengah malam kok masih di luar, dijawab tanpa sadar sama anak itu kalau dia habis dipanggil sama seniornya,” ungkap Sabda
“Terus? Tapi denger-denger kamu juga ikut andil buat ngelaporin kegiatan itu?” tanya Raya yang masih tidak percaya dengan cerita dari Sabda.
Sabda menarik nafas, kemudian meneruskan ceritanya, “Pas itu, aku emang nggak tidur karena jam tujuh malam udah tidur. Jadi, jam dua belas malam aku bangun dan pergi ke warkop. Anak itu tertabrak nggak jauh dari lokasi warkop. Makanya aku bantuin nolong. Soalnya, motor anak itu bener-bener remuk. Kita bawa dia ke rumah sakit pakai mobil milik Pak Ilham.”
“Separah itu?”
“Ya. Kondisi dia juga ngantuk dan lambungnya juga lagi sakit.”
“Ah, pasti habis gitu orang-orang orju akan cari kambing hitam di mahasiswa baru kayak beberapa tahun yang lalu.”
“Tapi, kondisi sekarang beda, Ray. Jika dulu mereka bisa mencari kambing hitam dan memaksa si kambing hitam untuk membuat pernyataan bahwa terjadi kesalahpahaman, sekarang tidak mungkin terjadi. Pak Ilham bukan orang yang bisa menganggap semuanya baik-baik saja. Apalagi beliau saksi langsung. Beliau juga cukup perhatian sama kegiatan kampus, dan nggak suka model perploncoan, aku yakin Pak Ilham nggak akan diam aja tahu seperti ini.”
“Tapi, kok bisa anak itu jujur gitu sama Pak Ilham?”
“Beliau baru datang kan dari Jepang setelah studinya, belum banyak maba yang tahu beliau. Makanya anak itu jujur aja dan nggak tahu kalau Pak Ilham itu sekertaris jurusannya,” jelas Sabda.
“Cepat atau lambat akhirnya ketahuan juga,” tukas Raya.
Raya sesungguhnya tidak mengkhawatirkan apa yang dipikirkan oleh Sabda selama ini. Tetapi, ia lebih memikirkan nasib Sabda yang memilih jalan yang tidak aman. Sabda memang telah bertekad untuk menguasai BEM tanpa ampun, terlihat jelas bahwa Sabda akan melakukan apapun untuk meraih itu. Raya tahu sifat Sabda dengan baik. Tetapi kemungkinan untuk memenangkan pilpres, atau pemilihan presiden, pasti tidak mudah. Sabda tidak punya teman kecuali dirinya, bahkan teman-teman jurusannya pun tidak ada yang dekat dengannya.
Bagaimana mungkin Sabda akan memenangkan pemilihan presiden BEM?
Raya teringat akan pembicaraan teman kuliahnya tentang calon presbem yang akan menjadi lawan Sabda kelak. Dan hal itu, membuat Raya semakin khawatir.
**
“Serius, deh. Bukan aku yang ngelapor, Rik!” Daniar meyakinkan Erik berkali-kali bahwa ia tidak pernah bertemu dengan sekertaris jurusan. Ia bahkan tidak mengetahui siapa yang menjabat posisi itu. Lebih parah lagi, Daniar tidak tahu jika ada jabatan itu di departemennya.
“Aku pingin percaya sama kamu, Dan. Tapi rasanya, banyak bukti mengarah ke kamu,” ungkap Erik yang duduk di sebelahnya.
“Terus aku harus gimana kalau memang bukan aku yang ngelapor?”
Erik terdiam sejenak. “Untuk sementara, kamu jangan buka grup facebook dulu, ya.”
“Loh, nanti kalau ada tugas gimana? Aku dapat info dari mana?” tanya Daniar yang mulai merasa tidak nyaman dengan situasi yang ada dihadapi.
“Aku nyari solusi dulu, Dan. Anak-anak—“ Erik terdiam sejenak untuk merangkai kata.
Daniar mulai memahami posisi Erik. “Anak-anak juga ngerasa aku yang ngelapor, ya?”
“Mereka dapat info dari para senior, Dan. Tapi semua ini akan mereda, kok. Tenang, ya.”
“Aku nggak bisa tenang, Rik!” tiba-tiba tangis Daniar tumpah. Lelah dan sedihnya bercampur baur dalam tangisan. “Aku capek, Rik! Aku diminta sama senior untuk begini begitu, aku lakukan! Bahkan di tengah tugas kuliah yang kayak bom lama-lama. Aku berusaha buat datang setiap dipanggil malam, terus sekarang aku yang disalahkan? Ini nggak adil, Rik!
Erik hanya menatap Daniar iba. Ia tidak merasa mampu melakukan sesuatu. “Tunggu dulu, ya. Tenang. Aku juga denger karena masalah Farhan ini, semua jurusan di kampus nggak boleh ada kegiatan malam lagi.”
“Rik, yang kamu katakan itu nggak membantu apa-apa. Aku tetap yang tertuduh!”
Erik masih tidak bisa membalas semua pernyataan Daniar. Bahkan, ia sudah kehabisan ide untuk menenangkan Daniar.
“Apa yang bisa kamu lakukan ketika melihat bawahanmu diperlakukan seperti ini, Rik?” tanya Daniar sambil menghapus air matanya.
Erik juga kebingungan. Dia, Daniar, dan semua mahasiswa yang ada di kampus memiliki cita-cita yang sama yakni belajar dan menyelesaikan kuliah dengan baik. Tetapi tidak memperhitungkan bahwa mereka harus berada di lingkungan yang memiliki budaya yang tidak bisa disebut budaya yang baik.
Budaya dalam lingkungan sosial, bukankah semua itu hanyalah masalah kesepakatan bersama?

Komentar Buku (411)

  • avatar
    Aulia pratiwiNikens

    sangat keren😍🤩

    26/06

      0
  • avatar
    AnjainiAndita

    sangat keren

    14/06

      0
  • avatar
    MeliaAmel

    bgusss crtanya

    18/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru