logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 2 Cemburu dong, masa enggak?

Sudah hampir sebulan lebih Riko dan Feby berpacaran. Namun sekali pun mereka belum pernah merasakan rasanya malam mingguan. Terlebih lagi Riko pun belum di pernah di kenalkan pada orang tua Feby.
Alasan Feby sangat klasik, menurutnya orang dengan keturunan jawa sepertinya, tak boleh sembarangan membawa laki-laki pulang kerumah. Katanya takut tidak berjodoh, tapi entahlah apakah itu benar atau tidak. Yang pasti Riko selalu menanyakan terus kapan ia bisa berkenalan dengan orang tuanya.
Pagi hari yang cerah, Feby yang berangkat sekolah menggunakan ojeg langganannya menunggu di depan rumahnya.
"Mang, anternya sampe gang depan aja ya? aku mau bareng temenku," ucap Feby pada mang Ucup ojeg langganannya.
"Loh kenapa cuman sampe depan neng, nanti di marahin bapak lho saya," ucap mang Ucup.
"Engga apa-apa, udah bilang sama ayah kok, tenang ongkosnya gak di kurangin," ujar Feby.
Tibalah Feby di ujung gang yang hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari rumahnya. Ia sengaja turun di sana agar bisa berangkat bersama Riko pacarnya.
"Mang, mulai sekarang nganternya sampe sini aja ya? udah tenang aja aman kok dari ayah, oke mang? silahkan mang boleh putar balik pulang ehehe," ujar Feby.
"Ya udah neng saya balik ke pangkalan ya," ucap mang Ucup meninggalkan Feby.
"Tiati mang," ujar Feby.
Feby menunggu dengan sabar di pinggir jalan di bawah pohon rindang. Feby melihat ke arah kanan memastikan Riko dari kejauhan. Hingga sekitar lima menit kemudian Riko pun telihat dari kejauhan dengan vespa birunya.
"Ojeg neng," ujar Riko meledek.
"Sesuai aplikasi ya bang," Feby segera menyahut helm dari tangan Riko dan naik ke atas vespanya.
Sepanjang jalan menuju sekolah, Feby dan Riko bak pasangan yang di mabuk cinta. Feby memeluk erat pinggang Riko tanpa melihat situasi jalanan yang lumayan padat waktu itu.
"Beb," ucap Riko.
"Hmm,"
"Sebenernya aku seneng banget kamu peluk erat gini tuh, serius gak bohong," ucap Riko yang mulai gelisah.
"Terus?" tanya Feby.
"Ta..tapi, adik aku kayaknya gak seneng deh beb," ucap Riko.
"Hah? adik yang mana?" tanya Feby yang bingung.
"Anu beb, itu si dedek maikel," ucap Riko makin tegang.
Feby yang melihat gelagat aneh pacarnya melirik ke arah spion motornya. Ia melihat Riko sangat tegang dan sesekali menengok ke arah celananya.
"Wooiii,"
Pppllaakkkk
sebuah tamparan mendarat di helm Riko.
"Cabul lu ya, awas aja berani nyeggol gue bacok," ucap Feby melotot ke arah spion motor.
"Aw, kamu yang mancing duluan, siapa suruh meluk kekencengan, kan jadi ada gundukan yang di harapkan mempel pada punggung abang ini," Riko makin meracau.
Feby yang mendengar itu pun langsung menggeser posisi duduknya agar tidak menempel pada Riko. Namun bagaimanapun juga motor vespa memang di rancang untuk berkendara romantis ala remaja indie.
Hampir lima belas menit Riko memacu motornya, tibalah mereka di sekolah.
"Yuhu, dah sampe nih neng, bayar tunai apa pake hati nih," ujar Riko memarkirkan vespanya paling ujung agar terhalang dari sinar matahari.
"Pake ini boleh bang?" Feby mengepalkan tangannya.
"Ganas banget sih neng, mentang-mentang cantik," ucap Riko menggoda.
Feby berjalan meninggalkan Riko yang masih sibuk memarkirkan vespanya.
"Beb tunggu abang dulu," teriak Riko mengejar Feby.
Seketika Feby memalingkan badan dan menatap penuh amarah pada Riko.
"Oke mulai sekarang jangan panggil beb, malu tau," ucap Feby melotot.
"Oke yang, sayang," ujar Riko.
Feby makin melotot bak bola matanya akan terlepas.
"Oke cinta,"
"Gak ada panggilan sayang di sekolah titik," ucap Feby berjalan menuju kelas meninggalkan Riko.
"Hhuufftt, kenapa sih cewek susah banget di mengerti," gumam Riko.
Pagi itu sekolah mulai seperti biasanya. Mata pelajaran bahasa indonesia yang di ajar oleh pak Santoso menjadi salah satu pelajaran favorit bagi Feby. Pasalnya ia sangat menyukai sastra khususnya puisi. Feby hampir tak pernah absen dalam pelajaran beliau. Hingga tak heran nilai bahasa indonesianya tak pernah mengecewakan.
"Hei kamu Riko, dari tadi melamun kenapa? paham nggak yang bapak terangin?" tanya pak Santoso menyadarkan Riko dari lamunannya.
"Sa..saya pak? ooh ya paham dong pak, macam-macam majas kan pak," jawab Riko dengan penuh percaya diri.
"Coba buat contoh majas hiperbola dengan kata rembulan," ujar pak Santoso.
"Mm, oh ini pak, wajahnya sangat cantik bak rembulan malam," jawab Riko.
"Kenapa liat Feby terus kamu?" tanya pak Santoso.
"Karena dia rembulan saya pak," ucap Riko dengan senyumnya.
"Hhhuuuu, bucin bucin," sorak teman sekelasnya.
Feby hanya tertunduk malu melihat Riko yang sangat percaya diri seperti itu.
"Udah udah tenang, kembali lagi ke LKS, coba sekarang kerjakan halaman lima luluh delapan, bapak kasih waktu tiga puluh menit," ujar pak Santoso.
Bel istirahat pun berbunyi. Seluruh anak keluar kelas untuk beristirahat. Namun Feby terbiasa menghabiskan waktu istirahatnya di dalam kelas, dan sesekali pergi ke taman belakang sekolahnya untuk memakan bekalnya.
"Bi, yuk ke kantin," ajak Riko di depan meja Feby.
"Kan udah di bilang jangan ada panggilan sayang di sekolah," ujar Feby menggeretakkan giginya.
"Lah aku gak manggil panggilan sayang kok, aku kan manggil bi, itu kan nama kamu Feby," ujar Riko membuat gerakan bibir cium.
"Hihh, dasar burik," ucap Feby kesal.
"Ayok ke kantin laper ni," ajak Riko.
"Nggak, aku bawa bekel mau makan di kelas aja," ucap Feby mengeluarkan bekalnya.
"Wah asiiikk, calon istri tercinta emang," Riko antusias.
Ketika Feby membuka kotak bekalnya, seketika pula Riko lemas tak bersemangat. Pasalnya Feby hanya membawa dua potong sandwich sayur dengan salad buah di pinggirnya.
"Yuk kita makan," ujar Feby bergairah melihat bekalnya siang itu.
"Aku bukan embek beb," Riko memasang wajah memelas.
"Harus hidup sehat ya, coba aaaa," Feby menyuapi Riko.
Dengan amat terpaksa Riko mencoba mengunyah sandwich itu. Namun saat akan menelannya terasa sekali tenggorokannya enggan mendorong makanan itu masuk ke perutnya.
"Mmhh hhukk uuhuukk," Riko berlari menuju toilet.
"Ahahaha, dasar Riko," Feby tertawa melihat Riko yang tak bisa memakan sayuran.
"Hhuueekkk hhuueekk," Riko memuntahkan sandwichnya.
"Sial, makanan kek muntah bayik gitu bisa ketelen apa dia, hhhiiii," ujar Riko.
Riko berjalan ke luar toilet untuk menuju kantin sekolah. Setidaknya ia bisa membeli makanan yang wajar bagi dirinya.
"Riko Riko, tunggu,"
Teriak Lucy dari dari kejauhan. Lucy adalah seorang perempuan yang bisa di bilang fans berat Riko. Sejak kelas satu Lucy selalu memberikan perhatian lebih pada Riko. Bahkan ia pernah memberikan surat cinta padanya saat masih di kelas satu. Namun setelah kenaikan kelas, Riko sudah tak sekelas lagi dengannya karena berbeda jurusan. Riko masuk ke kelas IPA sedang Lucy di IPS.
"Aduh ada Lucifer pula," Riko memalingkan badanya.
"Ko, mau ke kantin? bareng yuk, aku pengen bakso, Riko mau gak?" tanya Lucy.
"Eh, mm aku udah di bawain bekel makan siang sama Feby, sorry ya," jawab Riko berjalan kembali ke kelasnya.
Lucy yang tak mempercayai begitu saja akhirnya mengikuti Riko dari belakang. Riko pun sadar jika Lucy mengikutinya, apa boleh buat Riko akhirnya benar-benar kembali ke kelas menghampiri Feby.
"Biiii, mana bekal aku tadi, aaaa aaaa," Riko duduk di sebelah Febi.
"Loh bukannya tadi mau ke...,"
"Ish tadi aku pipis dulu ke toilet, udah mana sendoknya, coba itu dong salad buahnya," ujar Riko.
Lucy yang melihat Riko dari depan pintu pun mengurungkan niatnya untuk mengajak Riko ke kantin. Lucy pun pergi dengan kekecewaan sekaligus rasa sedih melihat Riko bersama Feby.
"Oohh, akting ya? dah pergi tuh orangnya, mau di muntahin apa di telen?" tanya Feby menyindir.
Dengan sekuat tenaga Riko pun menelan makanannya hingga matanya terlihat berkaca-kaca menahan agar tidak memuntahkannya.
"Minum minum mana," ujar Riko.
"Makanya jangan suka ngeles, kena batunya kan," ujar Feby.
"Beb, ih kamu harus tau banget, masa dia masih deket-deketin aku aja sih, padahal kan satu sekolah ini udah pada tau aku itu milik kamu seorang," ucap Riko.
"Hmm, terus gimana?" Feby masih sibuk dengan novel di tangannya.
"Kok kamu gak cemburu sih," protes Riko.
"Kenapa harus cemburu?" tanya Feby.
"Harusnya kamu marah-marah gitu pacar kamu di deketin orang lain, cemburu dong, masa enggak sih," protes Riko lagi.
"Tidak semua wanita itu harus menunggu untuk di kejar, karena gak sedikit yang kecewa sama penantian,"
"Bijak sekali anda," ujar Riko menatap Feby kagum.
"Kalau kamu tidak mau ia kecewa dengan penantiannya, kamu harus kasih dia pengertian kenapa kamu tak bisa bersamanya,"
"Wuidih mantul, oke aku ngerti sekarang harus ngapain," Riko bangkit dan pergi menemui Lucy.
"Mantep banget ini novel, hmm..." Feby yang sibuk membaca novel hingga tak menghiraukan keberadaan Riko.
Riko mencari Feby ke kelasnya namun tak menemukannya. Ia baru ingat bahwa Lucy akan ke kantin untuk istirahat makan siang.
"Lucy, aku nyariin kamu ke kelas kamunya nggak ada," ucap Riko yang duduk di seberang Lucy.
"Eh kamu nyari aku? mau bakso nggak, aku pesenin ya," jawab Lucy terlihat senang.
"Eh enggak, aku gak mau makan, aku ke sini mau ketemu kamu," ucap Riko sedikit gugup.
"Oh ada apa? tumben banget kamu mau ketemu aku?" tanya Lucy.
"Jadi gini, kamu kan tau ya aku sama Feby udah jadian, terus aku mau mohon sama kamu stop buat ngarepin aku, kamu cantik baik pasti banyak kok cowok yang mau sama kamu, kamu ngerti kan maksud aku?" Riko menatap Lucy.
"Jujur ya Riko, aku sedih kamu ngomong kayak gini, makasih ya," Lucy meninggalkan Riko dengan tangisannya.
"Ehhh, kok malah nangis aduh, hey," Riko kebingungan harus melakukan apa.
Akhirnya Riko kembali ke kelasnya untuk mengadukan hal ini pada Feby.
"Bi, kamu gimana sih, kok si Lucy malah nangis gitu, aku jadi ngerasa bersalah," ujar Riko.
"Lah emang kamu ngomong apa sama dia?" tanya Feby menutup novel yang sedang ia baca.
"Yang kamu kasih kata-kata bijak tadi, aku harus kasih dia pengertian biar dia gak kecewa sama penantiannya," ucap Riko.
"Haduuhh, dasar kanebo kering, aku tu lagi baca novel ini, bukan kasih saran ke kamu," jawab Feby menunjukkan novelnya.

Komentar Buku (492)

  • avatar
    Ndrii

    ditunggu kelanjutan ceritanya yaa kaa😍 seruu bngeet😊, smpee kebawa suasana aku bacanya:)

    19/01/2022

      1
  • avatar
    HOMEGREA

    hidup adalah proses, dalam proses ada kenyataan yang terjadi kadang tidak sesuai harapan dan harus di jadikan pelajaran hidup, pelajaran hidup memberi pengalaman yang membuat kita bijak membuat keputusan yang tepat dalam memilih jalan terbaik untuk masa depan rumah tangga yang di idamkan.

    30/12/2021

      2
  • avatar
    Annisa Febri

    baguss dan menarik,karena mewakili hati seorang perempuan di sayang oleh pacarnya..dan tidak ada yang seperti dia

    22/12/2021

      1
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru