logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Kesepakatan

Alisa berusaha tenang dan mengatur nafasnya, memposisikan dirinya seperti baik-baik saja dan memberanikan bertanya kembali.
“darimana kau mendapatkan informasi ini, selain polisi dan pelaku tidak mungkin tahu hal ini secara rinci, kau seorang dokter bukan polisi, jangan-jangan kau…” Alisa menaruh curiga ke Abraham.
Seperti yang diucapnya hanya pelaku dan polisilah yang mengetahui suatu kejahatan secara rinci.
Matahari tepat berada di atas atap mobil yang mereka kendarai, mereka semakin meninggalkan kota. Namun, masih jauh dari tempat tujuan. Perut mereka mulai bersuara, memainkan gendang lambung meminta asupan.
"Gila sepanjang jalan tidak ada rumah makan" keluh Aryo kepada Abra yang tampak jelas menahan rasa lapar.
Untunglah mereka menemukan warung kecil dan segera menepi disana.
"Hanya ada supermi yang bisa dibeli disini" ucap Abra yang menuju tempat Aryo duduk.
"Lebih baik daripada tidak sama sekali" jawab Aryo.
"Ya kau benar, jika tidak kita hanya memakan beras mentah yang kau bawah" lanjut Abra yang telah duduk didepan Aryo.
Aryo mencoba mencari obrolan baru "Aku penasaran apa yang sedang dilakukan Alisa saat ini?".
"Jelas saja dia pasti sedang kesal dan bingung sendiri hahahaha" jawab Abra tertawa sendiri.
Mereka lanjut memcicarakan Alisa, dari pembicaraannya kedua lelaki itu memang bersekongkol tidak mau mengajak Alisa. Memang bagi mereka Alisa hanyalah beban yang selalu memperburuk keadaan.
"Ini kak pesanannya, makan dulu, baru lanjut ngobrol lagi" ucap gadis pemilik warung dengan canda memecahkan obrolan mereka.
"Terima kasih mbak" ucap Aryo sambil kaget melihat Abra sepertinya meminta semangkuk nasi kepada gadis itu.
"Memang tak tahu malu anak ini mbak, tadi juga dia minta jagung singkong sama warga yang lewat" lanjut Aryo sambil berbohong.
"Ah.. Kalo makanan mah jangan khawatir kak sama warga sini tidak akan keberatan kalo diminta" Jawab gadis itu tersenyum meyakinkan.
Jawaban gadis itu seketika membuat Abra menatap Aryo dan tersenyum penuh kemenangan.
Setelah menghidangkan gadis itu menuju ke dalam dan berkata "Kalo sudah nanti panggil saja ya kak".
"Boleh sedikit lama ga mbak? kami baru istirahat dari perjalanan jauh trus sayang juga cepat-cepat pergi dari tempat gadis cantik kayak mbak" jawab abraham sembarin menggoda.
"Ah bisa aja.. Silakan kalo mau istirahat kak" jawab si gadis yang tersipu.
Aryo menyodorkan mangkuknya ke Abra tanda meminta sebagian nasi di depannya.
"Apa? setelah kau menjelekkan diriku lalu kau meminta nasi? tidak tahu malu kau Aryo" Abra meledek sambil menyendokkan nasi ke mangkuk Aryo.
Mereka melahap mie instant yang bercampur nasi dengan cepat. Kini yang ada diatas meja hanya ada mangkuk-mangkuk kosong dengan sedikit sisa bumbu. Hanya semangkuk nasi dan mie seperti snack jika dihapan mereka. Saat ini mereka tengah bersantai menikmati meresapi perut yang sedang memproses asupan. Pastinya jika perut sedang tidak nganggur bawaannya ingin bersantai.
Suara seranggah dari pepohonan sekitar saling menyahut menjadi pelengkap ketika cuaca tengah terik begini.
"Aku penasaran seperti apa desa tujuan kita" Abra mengutarakan rasa penasarannya sembari menghembus pelan asap rokok yang baru dihidupnya.
"Semoga saja tidak seburuk yang ada di internet" lanjutnya.
"Kadang yang ada di internet tidak terlalu meyakinkan, bahkan para bloger melebih-lebihkan untuk menambah kalimat blognya" jawab Aryo sambil membuka kunci ponsel di tangannya.
"Aku lebih penasaran dengan tanggapan tuan rumah nanti apakah kita diterima atau malag diusir karena ikut campur?" sambungnya yang menatap layar ponselnya.
"Gadis itu kritis, keuangan mereka juga menipis, kelakuan yang mumbazir jika mereka menolak kita" jawab Abra yang terlihat tidak ingin mengkhawatirkan apa yang akan terjadi.
__
Sementara itu ditempat lain dalam ruangan dengan penerangan redup yang hanya disinari lampu minyak kecil di atas atas batu datar berbentuk meja.
"Hahahaha.. Delai tun igei, cucungku baka nelek ngen makhluk terkutuk o. uhuk.. uhuk.. (Hahahaha.. Satu orang lagi, cucuku akan dikembalikan oleh makhluk terkutuk itu) seru orang tua berjenggot putih penuh semangat meskipun terbatuk. Orang tua itu terlihat kurus dibungkus dengan kulitnya yang mengerut. Wanita tua yang berada di sampingnya mengelus-eluskan bahu lelaki itu untuk menenangkannya. Mereka duduk bersila di hadapan batu yang juga berbentuk meja, di atasnya ada gelas berisi dupa dan kemenyan yang terbakar, sesisir pisang emas, dan ayam kumbang yang terikat terlihat masih bernafas meskipun lehernya sudah disayat ditambah bunga-bunga yang menghiasi sekeliling wadahnya. Bau kemenyan dan dupa memenuhi ruang itu. Sesosok tangan keluar dari kepulan asap dan menyentuh ayam kumbang yang tergeletak di sana, seketika ayam dan tangan itu lenyap. Dari belakang sesosok manusia besar dan berbulu lebat layaknya kera dan bertanduk kambing mencekik dan mengangkat kedua orang tua itu.
"Jnago kecek nu atau sepakat te batal!" (Jaga ucapanmu atau kesepakatan batal!) geram makhluk itu mengancam terlihat tidak suka dengan ucapan orang tua renta yang berada di genggaman tangan besarnya. Orang tua itu seketika gemetar dan keringat dingin pun mulai mengucur di wajahnya. Melihat sosok besar itu saja sudah membuatnya takut, apalagi saat ini dia berada dalam genggaman nya.
__
Aryo dan Abra terus Berjalan mengikuti alur jalan yang mengarahkan mereka ke tempat yang ditujukan. Ntah apa yang akan menantikan mereka nanti??

Komentar Buku (178)

  • avatar
    AnjaniPutri

    makasih

    8d

      0
  • avatar
    SaraaNadya

    good

    26d

      0
  • avatar
    Xxy_lif

    bagus

    17/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru