logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Dear God

Tepat pukul jam enam pagi Abra dan Aryo sudah berada di teras rumah Aryo, bersama Alisa yang menemani mereka. Deru suara Avanza hitam milik Aryo yang sedang dipanaskan menjadi musik bagi mereka. Dua gelas kopi dan segelas teh serta gorengan di atas meja yang menghadap mereka. Raut wajah manis Alisa menampakkan tanda-tanda khawatir dan juga jengkel. Khawatir dengan sikap Abra yang jadi tenang setelah malam itu dan ia juga jengkel karena tidak diajak.
"Beneran ga mau ajak aku? apa yang akan ku lakukan di rumah sakit nanti? kedua rekanku pergi seenaknya saja, sedangkan pemimpinku tidak tahu kemana" rengek Alisa.
"Kau sudah besar dan otakmu tampak normal, kau pasti tahu apa yang harus dilakukan" cetus Abra.
"Alisa, kau benar-benar tidak paham situasi kali ini, kami tidak mengajakmu juga demi kebaikan masa depanmu, harus berapa kali aku katakan?" sambung Aryo.
Alisa semakin jengkel dengan jawaban kedua seniornya . Benarkah mereka tidak mengajak Alisa karena demi kebaikannya atau karena mereka memandang Alisa sebagai beban?.
Udara dingin yang dibantu angin menembus jaket menusuk sela pori-pori kulit ketiga orang disana. Abra mengambil rokok dari kantung jaket, menghidupkan dan mulai menikmati tiap hisapan dan hembusan. Sedangkan Aryo meminum kopi bersamaan dengan Alisa yang sedikit kaget melihat Abra yang ternyata perokok.
Alisa yang melihat itu spontan berkata "Bagaimana bisa seorang dokter yang menyembuhkan orang membiarkan dirinya menghisap benih-benih penyakit?".
Abraham hanya tersenyum geli dan menghembuskan asapnya ke wajah Alisa.
"Hentikan!" teriak Alisa yang semakin jengkel dengan mereka.
__
Tiga puluh menit berlalu, Aryo menuju mobilnya dan memberi isyarat ke Abra tanda mereka akan berangkat. Abrapun mengangguk mengiyakan.
Abra mulai beranjak dan berkata kepada Alisa "Kami akan memulai petualangan, kau akan baik-baik saja disini dan tidak perlu khawatir apa yang harus dilakukan selama kami pergi. Selama kau mematuhi kami, nilai A plus tercantum di semua laporanmu".
Alisa tidak menjawab perkataan itu, dia benar-benar merasa dianggap tidak berguna. Abra seperti tahu apa yang dipikirkan Alisa meneluarkan tangan dari kantong menggapai tangan alisa dan menggenggamnya.
"Kau bukan tak berguna, kami hanya tidak ingin kau melewati batas yang diberikan Universitasmu. Kau sendiri tahukan konsekuensinya? apa kau ingin mengulang semestermu ini?". Abra mencoba menyakinkan Alisa sekali lagi. Matanya menatap wajah Alisa dengan serius berharap ia akan mengerti dengan keputusan mereka.
Melihat Abra menatapnya seperti itu, hati Alisa tiba-tiba berdegub keras, ia tidak mengerti ada apa dengan dirinya. Kali ini ia mulai mencoba meyakinkan diri untuk mempercayai kata-kata Abra, ia pun mengangguk pelan. Melihat tanggapan Alisa, Abra tersenyum tipis dan mengusap rambut Alisa yang tebal dan halus.
"Kami berangkat, jaga dirimu. Aku akan mengabarimu ketika sampai, atau mungkin ya.. aku rindu hahaha" ucapnya lagi sambil menuju mobil Aryo.
Dari dalam mobil Aryo setengah berteriak "Jangan lupa rawat rumahku selama kami pergi".
Aryo menitipkan kunci rumah kepada Alisa, dia mempercayakan rumahnya kepada Alisa yang jelas memiliki tempat tinggal sendiri, tetapi Alisa tidak mempersalahkannya, toh di sini atau di rumahnya ia akan tetap sendirian. Begitulah keadaannya, Alisa merupakan salah satu anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya yang selalu sibuk dalam pekerjaan. Saat masih kecil, Alisa selalu pergi ke tempat neneknya jika merasa sangat kesepian.
Aryo mulai menekan pedal gas mobil kesayangannya, mulai menggerakkan mobil meninggkalkan halaman tanpa pagar serta Alisa yang masih duduk di teras rumah itu. Alisa hanya melambaikan tangannya yang dilihat oleh Abra dari kaca spion dan membalas lambaian itu dari jendela mobil.
Avanza hitam itu melaju pelan melewati komplek perumahan yang ramai oleh anak-anak.
Blam!!!! tepi kiri mobil itu terkena bola yang tak sengaja melesat kearahnya sontak membangunkan Abra dari lamunannya. Aryo yang sering mengalami kejadian itu seperti tau hal itu tidak merusak mobilnya dan melambaikan tangan tanda tidak masalah kepada anak-anak yang panik di lapangan.
Kini mobil mulai meninggalkan perumahan dan memasuki Jalanan yang tidak terlalu padat, hanya beberapa mobil Truck yang berlalu lalang, memang tempat ini dekat dengan tambang batu. Aryo hanya diam fokus mengendarai mobilnya. Abra juga tengah Asik mengamati keadaan keluar jendela mengamati parit kotor penuh sampah dan limbah pabrik yang mengikuti pola jalan yang mereka lalui. Hingga sampailah mereka dengan jalanan sepi yang menjadi perbatasan Antara kota dan kabupaten.
"Petualangan dimulai" ucap Abra diiringi tawa geli Aryo di sampingnya.
__
Rumah-rumah panggung berdinding papan di bawah pohon-pohon besar dan rindang menemani mereka yang terjebak suasana canggung dalam mobil. Abra menekan tombol 'on' pada mp3 player yang terpasang di atas dashboard mobil. Dia mulai mengutak-atik benda itu mencari lagu yang cocok untuk menemani perjalanan mereka. Sampai akhirnya ia mendapat lagu yang cocok menurutnya.
"A lonely road, crossed another cold state line. Miles away from those I love purpose undefined. While I recall all the words you spoke to me. Can't help but wish that I was there. And where I'd love to be, oh yeah.." lirik yang keluar dari mp3 player itu beriringan dengan suara Abra yang ikut bernyanyi.
Tepat ketika reff Aryo juga ikut bernyanyi "Dear God the only thing I ask of you is. To hold her when I'm not around. When I'm much too far away. We all need that person who can be true to you. But I left her when I found her And now I wish I'd stayed. 'Cause I'm lonely and I'm tired. I'm missing you again oh no.. Once again...."
Lirik lagu yang terkenal pada masanya itu membuat Aryo flashback ketika sering menjemput Abra yang selalu ke warnet ketika pulang sekolah. Pasti lagu-lagu dari band inilah yang sering diputar oleh si operator warnet.
"Kau ingat ketika aku menjemputmu yang penuh luka di warnet itu? anak egois yang bukannya pulang untuk diobati malah main warnet" Ucap Aryo memecah kecanggungan.
"Tentu saja aku ingat! itu pertama kalinya aku memukul pembullyku, sejak saat itu berbanding terbalik, dia menjadi anjing setia ku sampai saat ini. Kau tahu? ketika memukul kepala si ferdy, dia sempat membalas memukulku, ntah kenapa pukulan itu hanya seperti tepukan bagiku" cerita Abra penuh kemenangan.
Orang-orang itu tidak lain adalah Lonpa dan kakaknya. Sejak saat itu Lonpa dan kakaknya patuh setiap ucapan Abra dan menjadi penguasa sekolah pada zamannya. Setelah hari itu, Abra yang bertingkah culun mulai menunjukkan dirinya, dengan cepat rumor tersebar dan dia yang dihormati karna kepintarannya saat itu menjadi orang yang paling ditakuti. Mana mungkin putra seorang prajurit tangguh adalah anak yang culun.
Namun itu hanyalah masa lalu.

Komentar Buku (178)

  • avatar
    AnjaniPutri

    makasih

    8d

      0
  • avatar
    SaraaNadya

    good

    26d

      0
  • avatar
    Xxy_lif

    bagus

    17/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru