logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Pembahasan yang tidak disukai

Waktu berjalan dengan cepat, sudah menunjukkan pukul 20.41, namun Aryo belum berhenti mengejek Abra.
"Kita seperti pengangguran!" kata Abra menetralkan mood humor aneh milik Aryo.
"Maksudmu?" Aryo pura-pura penasaran.
"Kenapa kita hanya disuruh menangani penyakit yang tidak dikenali? sial! aku belajar banyak hanya untuk duduk disini mendengar ocehanmu!" Lanjut Abra.
Mendengar itu menggelitik hati Aryo, hanya rengekan bayi baginya.
"Itulah takdirmu yang sebenarnya, selamat menikmati" jawab Aryo dengan canda.
Abra beranjak dari tempatnya berdiri berjalan meraih pintu.
"Jika tidak pulang sekarang, aku bisa gila mendengar ocehanmu" ucap Abraham yang kini sudah diluar.
Abra sangat disiplin dengan uang, dia akan memperhitungkan terlebih dulu sebelum mengeluarkan uang, sudah 3 tahun ia memutuskan pulang pergi kerja berjalan kaki.
Tengah berjalan dalam remangnya lampu jalan, Abra bertemu Alisa, Alisa yang menyadari Abra kembali teringat Kejadian kemarin. Wajahnya yang bening mulai merubah warna merah menahan malu. Jelas saja, bukannya melepaskan, Alisa seakan menikmati pelukan yang nyaman dari Abra. Jika tidak hujan, mungkin saja mereka akan tetap disana sampai malam. Rasa malu Alisa disadari Abra yang segera menghampiri Alisa.
"Maaf" katanya pelan.
"Tak apa" jawab Alisa sambil menundukkan wajah.
Padahal Alisa sendiri yang sengaja menunggu Abra disini, tapi ia bahkan tidak berani menatap wajah Abra.
"Apa yang kau lakukan disini?" Abra penuh penasaran.
"menunggumu" jawab Alisa
mendengar itu Abra kaget dan mulai menebak-nebak
"Jangan-jangan ia mau mengancam melaporkan pelecehan seksual, dan hari ini ia Absen karena ingin membuat visum?". tanya Abra dalam hati.
Alisa yang menyadari tingkah aneh Abra.
"Apa kau orang mesum?" tanya Alisa lagi.
Semakin kacau pemikiran Abra.
"Sial! sesuai dugaanku, hancur sudah karierku selama ini, ya tuhan, hampir sama dengan ucapan Aryo tadi" pikir Abra yang semakin kacau.
"Aku tadi pergi ke tempat nenek dan kunciku ketinggalan disana, jika kau memang bukan orang mesum, aku mau numpang tidur, di sofa pun tak masalah" sambung Alisa.
Mendengar itu Abra sedikit geli menyadari imajinasinya yang terlalu tinggi.
"oke tidak masalah, kali ini kau yang di sofa" jawab Abra.
Alisa terkejut dengan jawaban Abra, bukan karena diizinkan, tetapi karena dia setuju Alisa tidur di sofa.
Dalam keremangan, Abra memimpin jalan, Alisa mengikuti dari belakang dan merasa agak merinding dengan suasana tempat itu.
"ssst" Abra memberi isyarat agar Alisa tidak berisik. Alisa mengerti isyarat itu karena situasinya sudah dijelaskan oleh Abraham.
Akhirnya mereka sampai depan pintu lorong yang menyerupai pintu brankas. Abra mulai memutar kombinasi, tiba-tiba Alisa teriak, seekor tikus jatuh dibahunya. Abra spontan panik karena teriakan Alisa pasti di dengar preman disana. Benar saja terdengar suara tapak kaki dari dalam lorong yang gelap, dan tampak cahaya senter yang sayup.
untunglah pintu terbuka Abra langsung meraih tangan Alisa dan mendorongnya kedalam, segera ia menutup lagi pintu itu.
Abra mengeluarkan, headset dari tasnya dan sebotol anggur. Ia bertingkah seperti orang mabuk sambil mendengar lagu.
Rombongan preman sudah sampai ketempat Abra. Mereka melihat dengan sekeliling dan tidak ada apa-apa.
"Mau?" kata Abra pura-pura tidak tahu.
"Apa kau melihat wanita disini?" tanya Lonpa wanita bertampang bengis dan wakil dari pemimpin preman disana.
"ha?" kata Abra yang pura-pura tidak sadar menggunakan headset.
Salah satu anak buah preman itu melepaskan headset Abra.
"Apa kau melihat wanita disini?" tanya Lonpa sekali lagi.
"Yang kulihat hanyalah keinginanku menancapkan linggis ke pant*t atasanku" jawab Abraham pura-pura marah.
"Tidak ada guna nya bertanya dengan pemabuk" kata Lonpa kepada anak buahnya. merekapun pergi meninggalkan Abra.
__
Mereka tidak berani menyakiti Abra, selain memberikan lowongan informan, dia juga memberikan perwatan gratis kepada mereka, sebagai imbalan setiap kebutuhan medis yang ia butuhkan harus ada, tempat tinggal, dan yang penting tidak ada pajak. Abra seperti bos kedua mereka. Namun mereka hanya melindungi Abra, bukan orang sekitarnya.
__
Abraham yang sudah masuk melihat Alisa yang benar-benar tidur di sofa. Ia mendekat memastikan Alisa sudah tertidur lelap. Abra mulai memasukan tangannya di celah leher dan paha Alisa, mangangkatnya untuk dipindahkan ke springbed pemberian preman di luar. harum tubuh Alisa tercium oleh Abra. Tiba-tiba Alisa terbangun dan menyadari bahwa ia sedang digendong oleh Abra, sangat kaget dan ingin berteriak, tapi ia menyadari resiko teriakan. Ia merontah dan menggigit bahu Abraham. Abraham yang kesakitan menjatuhkan Alisa, untunglah sudah sampai ke springbed itu.
"Mesum" Alisa menahan teriak.
"Ahh.. sialan. Aku hanya ingin memindahkanmu, jangan diperpanjang, dan gigitanmu seperti gigitan anjing gila" jawab Abra berbisik.
"Alasanmu hanya mencari kesempatan, dasar mesum!" celoteh Alisa.
Abra yang tak mau berdebat langsung mengalihkan pembicaraan.
"Aku tahu kamu berbohong tentang kunci yang tinggal, waktu kau mengajak kami kerumahmu semua pintu menggunakan kata sandi"
Alisa tak bisa mengelak dan hanya menjawab jujur. Tapi ia tak mau menjadikan percakapan canggung dan melempar lelucon.
"Kamu bertanya? kamu bertanya-tanya tujuanku disini?" kata Alisa
Abraham hanya tersenyum kecil melihat Alisa yang bertingkah kekanakan.
"Semalam aku bercerita dengan nenek melalui telfon, aku menceritakan rencana kalian, dan yah mengeluh karena tak diajak. Namun, nenek bersyukur aku tak diajak. katanya disana banyak orang bunian" Jawab Alisa jujur.
"orang bunian adalah makhluk ghoib yang sering membawa manusia ke alamnya dan menjebaknya disana, jujur aku khawatir denganmu, dan nenek mengatakan bahwa ia memiliki buku penelitian tentang orang bunian. kakekku juga menghilang disana." lanjut Alisa.
"Aku tidak paham maksudmu" jawab Abra yang jelas tidak menyukai pembicaraan.
"Aku tahu kau tidak menyukai percakapanku, tapi tolong meskipun tidak berguna bawalah buku ini bersamamu ketika pergi" Lanjut Alisa dengan mimik khawatir.
Tak ingin memperpanjang pembicaraan ini, Abra menerima buku itu, dan berniat membakarnya besok.
"Berjanjilah, bawa buku ini setelah kau kembali dari sana" Alisa seakan tahu niat Abra.
"Aku berjanji" jawab Abra meninggalkan tempat Alisa.
"Tidurlah besok aku akan berangkat pagi" terdengar suara Abra sayup di telinga Alisa yang mulai tertidur.
__
Dini hari Abra terbangun, ia tidak bisa tidur lagi jika sudah terbangun. Ia berjalan menuju buku yang diberikan Alisa.
"Sial kenapa aku berjanji?" gumamnya.
pantang bagi Abra melanggar janji.
Ia meletakkan buku itu kedalam Ranselnya.
Lalu berjalan menuju tempat Alisa tidur, dan membaringkan diri disebelahnya.
"Haruskah aku memeluknya?" pikirnya.
Taklama Alisa bergerak dan memeluk Abra.
"Dia menyadariku" pikir abraham sambil melihat Alisa.
"Ah dia menganggapku bantal guling rupanya"
Abra tanpa pikir panjang langsung membalas pelukan Alisa.
Nyaman! Kini tubuh mungil gadis itu berada dalam pelukan sang dokter yang menyukainya. Ntah apa yang akan terjadi jika Alisa menyadarinya?.

Komentar Buku (178)

  • avatar
    AnjaniPutri

    makasih

    8d

      0
  • avatar
    SaraaNadya

    good

    26d

      0
  • avatar
    Xxy_lif

    bagus

    17/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru