logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3 Pria Asing

Annisa POV
Aku akhirnya membawa Eiliyah untuk mengunjungi apartemenku. Lantai kamarku berada di lantai empat gedung apartemen bertingkat itu. Ketika memasuki apartemenku, temanku itu nampak mengamati setiap inci tempat tinggalku dengan tatapan matanya yang secara natural terlihat mengintimidasi. Aku menunggu komentarnya, namun gadis itu tidak mengatakan apapun.
"Kau bisa menggunakan ruangan itu sebagai kamarmu, everything is clean (semuanya bersih)" ucap ku menunjuk sebuah kamar kosong yang sengaja aku sediakan untuk menyambut kedatangannya.
"Terima kasih" jawab Eiliyah singkat kemudian.
Dia nampak masih begitu marah kepadaku, sepertinya di ingin memberikan silent treatment untukku. Sahabatku itu menyeret kopernya pergi dan masuk ke dalam kamar. Aku menghela nafas setelah kami telah terpisah oleh ruangan.
Sejujurnya aku merasa sangat senang dan juga gugup menyambut temanku itu untuk tinggal bersamaku. Faktanya aku tahu, gadis galak itu akan sangat marah besar kepadaku jika telah mengetahui penampilanku sekarang. Namun di sisi lain alasanku dengan tangan terbuka menerima Eiliyah di tempat ini adalah karena aku merasa mungkin saja temanku itu akan mampu menjadi oase yang mengembalikan kesegaran jiwaku yang terlalu lama gersang.
©®
Eiliyah POV
Aku akhirnya telah memulai kehidupan baruku sebagai mahasiswa s2 di Universitas Stanford. Aku baru saja menyelesaikan administrasi terakhir untuk mendaftarkan diri sebagai anggota baru di kampus itu.
Besok adalah hari pertama bagiku untuk memulai hariku sebagai mahasiswa dan menghadiri kelasku. Oleh karena itu aku memutuskan untuk berjalan-jalan dan berkeliling kampus untuk mengenali lingkungan di sekitar sini. Aku membawa sebuah notebook dan pensil untuk menandai beberapa tempat penting yang mungkin perlu aku kunjungi nantinya.
Tiba-tiba aku merasakan getaran dari ponsel ku, tanda adanya pesan yang kuterima. Kurogoh benda persegi panjang itu dari tas kecilku, ternyata aku menerima pesan singkat dari mas Ilyas.
"Bersabarlah Eil... Pasti ada alasan mengapa temanmu tiba-tiba berubah seperti itu, tanyakanlah kepadanya baik-baik apa yang telah terjadi dan jangan lupa kau minta pertolongan kepada Allah agar bisa membawa sahabat baikmu itu kembali pada jalan yang di ridhai Allah... Sesungguhnya hanya Dia lah yang memiliki kehendak untuk memberikan atau mencabut hidayah dari seseorang... " begitulah isi pesan dari mas Ilyas.
Senyumanku terulas dengan manis di wajah setelah membaca pesan itu, begitu menyejukkan dan mendamaikan. Itulah alasan kenapa aku menceritakan semua perihal tentang perubahan Annisa kepadanya. Aku tahu mas Ilyas akan menemukan cara untuk meredam amarahku kepada sahabatku itu.
Aku sungguh ingin mengungkapkan semua kegundahan dan rasa marahku kepada Annisa namun tidak mungkin aku menceritakan hal itu kepada orangtuaku. Aku khawatir mereka malah mengkhawatirkanku. Itulah sebabnya aku memilih bercerita kepada mas Ilyas, tunangan ku... Calon Imamku. Aku kembali tersenyum malu saat mengingat momen saat mas Ilyas mempersuntingku untuk menjadi istrinya.
"Sebelumnya saya minta maaf pak, bu, Eiliyah karena datang tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.... Bolehkan saya bertanya apakah ada lelaki yang telah mengkhitbah Eiliyah?" Tutur kata mas Ilyas begitu lembut, santun dan sopan. Mendengar lelaki sholeh itu menyebut kata khitbah membuat jantungku berdebar begitu kencang.
"Alhamdulillah ala kulli hal nak, putri bapak belum ada yang meminang" bapak memberikan jawaban yang tak kalah ramahnya dengan cara berbicara mas Ilyas.
"Alhamdulillah jika demikian... Maksud kedatangan saya kemari adalah ingin melamar Eiliyah untuk menjadi istri saya.... Apakah bapak berkenan menerima lamaran ini?" mas Ilyas bertanya dengan semu merah di pipinya, namun dia tetap mampu mengatakannya dengan percaya diri.
Masya Allah! Allahu Akbar! Hatiku tak henti-hentinya menggumamkan kalimat thayyibah. Aku tak pernah menyangka bahwa lelaki impian itu akan datang ke rumah untuk mempersuntingku menjadi istrinya. Hatiku dipenuhi dengan kegembiraan dan rasa syukur.
Mengingat momen khitbah itu membuat hatiku terasa berbunga-bunga. Pikiranku melayang membayangkan masa depanku bersama mas Ilyas, betapa bahagianya, betapa damainya jika aku menikah dengan lelaki dewasa nan soleh seperti mas Ilyas. Namun aku masih harus bersabar dan menunggu selama dua tahum sebelum aku menamatkan pendidikanku disini. Kendati demikian aku mampu merasa tenang karena lelaki yang lima tahun lebih tua dariku itu telah berjanji untuk setia menungguku.
"Brukk!!" lamunanku tentang mas Ilyas ambyar saat aku tidak sengaja menabrak seorang pria tinggi dan membuatku terjatuh duduk di tanah.
Ah betapa sialnya, namun semua kemalangan itu terjadi akibat dari kecerobohanku sendiri yang tidak memperhatikan jalan. Aku mendongak ke atas dan melihat seorang pria sedang memandangku dengan wajah yang nampak terkejut, atau... Itu hanya asumsiku?
"Princesse (tuan putri)..." dia menggumamkan kata itu sambil menatap wajahku dengan seksama, seolah pria itu sedang mempelajari setiap inci dari wajahku.
Aku terdiam di tempat dan hanya menatapnya. Dia memiliki wajah yang sangat tampan. Garis rahangnya terlihat dengan tegas dan jelas. Hidungnya mancung dan matanya nampak begitu dalam. Dia memiliki alis tebal yang terbentuk dengan garis sempurna. Meskipun sorotan matanya terlihat tajam namun ada keteduhan dalam sorot mata itu. Mata yang seolah menarik setiap orang untuk terus memandanginya.
"ah... I am sorry (maafkan aku)" ucapnya kemudian seperti baru saja menyadari sesuatu, dia mengulurkan tangannya kepadaku dan ingin membantuku untuk bangkit berdiri.
"Oh no (tidak)... I am sorry (Aku minta maaf)" ucapku menolak tangannya kemudian menangkupkan tanganku di depan dada. Aku lalu berdiri dan membersihkan rok ku yang terkena tanah. Lelaki itu mengambil sesuatu dari tanah di dekat kaki ku dan memberikannya kepadaku.
"I guess this is yours (Aku rasa ini milikmu)" ucap pria tanpa nama itu menyerahkan ponsel ku yang sempat terjatuh. Aku mengucapkan terima kasih dan memohon maaf sekali lagi sebelum akhirnya berpisah jalan dengan lelaki asing itu.
©®
Sepeninggalan Eiliyah, pria itu terus menatap punggungnya yang semakin menjauh dengan wajah yang begitu serius dan tatapan mata yang tajam. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"I found her (Aku menemukannya)... But (Tapi)... I guess we have some problem (Kurasa kita punya masalah)..." ucap lelaki itu memberitahu lawan bicaranya melalui saluran telfon.
Keesokan harinya, Eiliyah menghadiri kelas pertamanya dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk menerima materi dari sang dosen. Setelah dia mempersiapkan alat tulisnya di atas meja, dia tidak sengaja melihat ke arah pintu masuk.
Saat itu ada seorang pria yang memiliki tinggi lebih dari 1,8 m memasuki ruangan. Mata mereka saling bertemu, lelaki itu nampak tidak asing. Dia adalah lelaki yang telah bertabrakan dengan Eiliyah sebelumnya. Keduanya saling bertatapan dalam rentang waktu yang cukup lama sebelum akhirnya Eiliyah mengakhiri kontak mata dengannya.
Lelaki itu berjalan mencari kursi dan duduk di barisan paling belakang di kelas. Sejak saat itu, rasanya sangat sering sekali Eiliyah tanpa sengaja melihat lelaki itu kemanapun ia pergi. Terkadang lelaki itu nampak sibuk melakukan sesuatu dan terkadang tanpa sengaja mereka melakukan kontak mata lagi dan lagi. Eiliyah tidak mengambil pusing pertemuan mereka dan menganggap hal itu wajar karena keduanya berkuliah di kampus yang sama. Namun dia tidak pernah menyadari ada makna tersembunyi dari setiap pertemuannya dengan pria tersebut.
Kuliah hari itu akhirnya telah usai, Eiliyah kembali ke apartemennya di kala sore. Badannya terasa remuk karena rasa lelah dari seharian beraktivitas di kampus. Dia ingin segera beristirahat dan mengembalikan energinya untuk menyambut hari esok. Eiliyah membuka pintu apartemen dan dikejutkan dengan pemandangan yang tidak mengenakan matanya.
Annisa telah bertelanjang bulat dan berpelukan mesra dengan seorang pria asing yang tidak mengenakan selembar kain pun untuk menutupi tubuhnya. Mereka berdua sedang melakukan hubungan badan yang seharusnya hanya dilakukan diantara pasangan suami istri.
"Annisa!!! Apa yang kau lakukan!!" amuk Eiliyah sambil berteriak keras mengagetkan kedua orang yang sedang bercumbu mesra itu.
"Hey babe, wanna join us (mau bergabung)?" tanya lelaki berambut pirang itu kepada Eiliyah dengan seringai menggoda di wajahnya.
"Kau gila!!" Eiliyah segera menutup keras pintu apartemen dan menghambur keluar pergi tanpa tujuan.
Nafasnya terengah-engah karena amarahnya yang membuncah. Eiliyah tidak tahu harus pergi kemana dan hanya melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Dia kemudian menaiki bis umum yang bisa membuatnya pergi lebih jauh dari apartemen itu.
Eiliyah telah menghabiskan waktu yang cukup lama dan menempuh jarak yang jauh. Dia kemudian turun dari bis dan memasuki sebuah kafe yang nampak sepi. Dia ingin melakukan segala hal untuk menghapuskan bayangan dari kemaksiatan besar yang telah dilihat oleh matanya tadi.
Wanita itu memesan segelas coklat panas untuk menenangkan hatinya dan mencoba mengalihkan pikirannya kepada apapun yang ada di hadapannya. Namun tanpa sengaja dia melihat seorang pria yang nampak tak asing berada di depan gedung yang tidak begitu jauh dari kafe tempatnya berada.
It's him again (dia lagi). Pria itu tahu Eiliyah sedang melihat ke arahnya dan dia menatap gadis itu dalam diam untuk beberapa waktu yang lama sebelum akhirnya menaiki sebuah taxi yang berhenti di hadapannya. Mereka berada jauh dari lingkungan kampus namun kembali saling bertemu lagi, apakah semua pertemuan itu hanya sebatas kebetulan belaka?

Komentar Buku (131)

  • avatar
    OctaEldo

    senang

    16d

      0
  • avatar
    LestariAyu

    cerita nya sangat bagus sekali

    10/08

      0
  • avatar
    TansaniLia

    kerennn bagus ceritanya menarik

    23/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru