logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 4. Terungkap

Part 6
Terungkap
Tubuhku jatuh ke dalam jurang itu. Kupejamkan mata dan berpasrah hanya kepada Allah.
Tubuh yang melayang terbentur bebatuan yang berada di bawah jurang, terguling-guling menghantam bebatuan lainnya dan berakhir di sungai.
Tapi tunggu, aku tak merasakan sakit sedikit pun. Malah terasa sangat empuk. Hanya itu yang sempat dirasakan, selanjutnya tak sadarkan diri.
***
Saat tersadar, aku sudah berada di sebuah ruangan berwarna putih. Terlihat juga dua orang perempuan berpakaian serba putih. Satu laki-laki berbaju putih juga dengan stetoskop bergantung di lehernya. Terlihat juga beberapa orang yang berpakaian coklat. Mereka semua menghampiri saat melihatku tersadar.
"Maaf, Mbak, anda kami temukan di sungai dekat kantor kami," ucap pria berpakaian coklat itu yang ternyata seorang petugas kepolisian.
"Saya berada di mana?"
"Anda berada di Rumah Sakit," ucap Dokter itu tersenyum.
"Apa yang terjadi?" tanya petugas itu.
Inilah kesempatanku untuk mengatakan semuanya pada petugas kepolisian itu.
"Pak, tolong saya. Saya dikejar dua orang pembunuh."
Dokter, perawat dan para anggota kepolisian lain yang mendengar, sangat terkejut mendapat penjelasan dariku.
"Maksud Mbak?"
"Saya ada bukti rekaman pembunuhan itu."
"Siapa yang dibunuh? Ada hubungan apa korban dengan anda?" Petugas itu mulai mengintrogasiku.
Kulirik nama yang tertera di atas saku sebelah kanan, bertuliskan Said Umar.
"Maaf sebelumnya, Mbak. Saya AKP Said Umar." Pak Polisi itu baru memperkenalkan dirinya.
"Tolong ceritakan kronologi tentang apa yang terjadi pada Mbak."
Aku pun menceritakan secara detail kronologinya. Dari pertama kali berjumpa Andrew sampai melihat semua kejadiannya dan berakhir di kejar kedua pembunuh sadis itu.
Mereka yang berada di ruangan ini mendengarkan dengan seksama semua ceritaku.
"Tapi, maaf, Mbak. Tadi Mbak bilang jatuh di jurang yang sangat dalam dan terbentur bebatuan yang ada di sana. Di lihat di tubuh Mbak, kayaknya gak apa-apa. Gak ada cidera yang serius di seluruh anggota tubuh," jelas Dokter yang menanganiku.
"Saya juga tidak tahu, Pak Dokter. Tapi, itulah yang sebenarnya terjadi."
"Mungkin saja hantunya Andrew yang melindungi sehingga tubuhku tidak cidera," lanjutku lagi.
"Oh ya, mana rekaman pembunuhan itu?" tanya AKP Said.
"Di mana baju yang saya kenakan tadi? Saya simpan di kantong celana panjang." Aku baru sadar ternyata bajuku sudah berganti dengan pakaian rumah sakit.
Suster yang mengganti pakaianku segera mengambil baju basah yang aku pakai tadi.
"Ini."
Aku segera memeriksa kantong celananya. Tetapi, kamera kecil itu tidak berada di sana.
"Ya Allah, kemana kamera itu." Aku mulai panik.
Berulang kali ku-cek, tapi tetap tidak ketemu.
"Sus, kamu mengganti baju pasien ini dengan siapa saja?" tanya AKP Said.
"Sendiri, Pak. Tapi, baju pasien gak ada yang mengotak atiknya dari tempat itu." Suster menjelaskan.
"Jangan-jangan kameranya jatuh saat aku terpental dan jatuh ke jurang itu."
"Di mana kamu jatuhnya?"
"Saya bukan asli dari daerah sini, Pak. Jadi saya kurang tahu nama jalan dan gangnya."
"Yang saya takutkan, kamera itu di temukan sama mereka," lanjutku pula.
"Kalau begitu, kita ke tempat di mana Mbak jatuh."
Kemudian, AKP Said merintahkan bawahannya untuk bersiap ke tempat TKP.
"Saya ikut, ya, Pak?!"
"Pasti, dong. Kan, Mbak yang menjadi penunjuk jalannya." AKP Said tersenyum.
"Oh, iya ya, Pak, saya lupa." Aku hanya cengengesan di depan mereka semua.
"Maaf, Sus, bajunya langsung saya bawa aja. Biar saya yang mencucinya di rumah."
Mungkin kata-kataku terdengar lucu, sehingga mereka semua tertawa.
"Ini Mbak, ganti bajunya dulu. Itukan baju pasien RS." Suster itu memberikan pakaian ganti sambil tersenyum.
Aku hanya tersenyum, dan langsung mengganti pakaian. Sedang yang lainnya sudah menanti di luar kamar perawatan.
Setelah semua siap, kami langsung meluncur ke tempat di mana aku terjatuh.
Sesampai di ujung gang atau tepatnya di bibir jurang itu, semua anggota kepolisian berpencar mencari kamera, bukti pembunuhan sadis itu.
"Pak, ternyata benar. Ada jejak ban mobil yang pernah masuk ke jalan ini." Salah satu anggota melaporkan pada Pak Said.
Hampir satu jam kami mencari, tapi tetap tak ketemu. Dengan sedikit keberanian, aku mencoba lebih ke bawah lagi untuk mencarinya.
"Salsa."
Terdengar seseorang memanggilku. Kucari sumber suara itu, ternyata sosok Andrew duduk di atas batang kayu yang tumbang.
"Andrew ...!" Suara pekikanku tertahan.
"Ke mana aja, sih, kamu? Aku hampir mati di buat mereka," kataku kesal.
"Saat ini kamera itu hilang dan aku tidak bisa membuktikan tentang pembunuhanmu." Aku semakin kesal melihatnya tanpa reaksi apa pun.
"Hei ... kamu dengar gak? Dasar hantu." Aku semakin kesal di buatnya.
Tiba-tiba, Andrew memberikan sebuah benda yang kami cari-cari. Ternyata kamera itu dia simpan.
"Alhamdulillah ...kamera itu ternyata ada padamu." Aku begitu girang.
"Salsa ... mereka akan pergi dari kota ini. Yang kudengar meraka akan ke luar negeri." Ucapan Andrew membuatku terkejut.
"Apa!"
"Andrew, aku pergi dulu. Akan kuberitahu pada Pak Said kalau mereka akan pergi ke luar negeri."
Saat akan pergi, Andrew memegang tanganku. Terpancar kebahagiaan di wajahnya. Senyum manis yang mengembang di bibir Andrew, membuatnya terlihat sangat tampan.
Ah, dia hanya seorang hantu. Tidak mungkin aku bisa terpesona dengannya.
"Salsa ... terima kasih banyak kamu telah membantuku. Sekarang tolong, temukan juga jasadku."
"Itu sudah kewajibanku, Andrew, dan aku berjanji akan kutemukan jasadmu. Sekarang, kami harus mengejar pembunuh itu."
"Salsa, kamu harus hati-hati."
Ucapan Andrew membuatku tambah semangat lagi.
Aku meninggalkan Andrew yang berdiri di samping pohon dengan senyum yang mengembang bahagia. Dia lambaikan tangannya dan berteriak ...
"Hati-hati, Salsa!"
Jelas saja teriakan itu hanya aku saja yang mendengar.
Saat kuberikan kamera itu pada AKP Said dan menceritakan kalau para pembunuh itu akan melarikan diri. Maka, dia menghubungi kantor dan meminta untuk melakukan pemeriksaan di semua perbatasan.
Kami pun segera menuju kantor, mengecek kamera tersebut dan mengambil gambar wajah para pembunuh itu. Setelah itu menyebarkan ke setiap pelosok.
***
Dua hari kemudian, kami mendapat kabar kalau para pembunuh itu sedang berada di sebuah pondok bambu di tengah hutan.
Ternyata mereka tidak sempat melarikan diri ke luar negeri, karena setiap tempat dilakukan pemeriksaan.
Selama tinggal di kota ini, aku tinggal bersama AKP Said beserta istri dan anaknya.
Saat ada kabar itu, bahwa dua pembunuh tersebut bersembunyi di hutan, aku pun ikut AKP Said untuk melakukan penyergapan. Kami melakukan penyergapan di sore hari.
Sesampainya di hutan, rumah itu sudah dikepung oleh beberapa anggota kepolisian.
"Peringatan! Kalian yang berada di dalam pondok segera keluar dan menyerahkan diri. Kalian sekarang dikepung."
Walau sudah beberapa kali diperingatkan, tetapi tak ada pergerakan dari dalam gubuk itu.
Hari pun semakin gelap dan tak terlihat pelita di nyalakan di gubuk itu.
Saat kami ingin melakukan penyergapan, tiba-tiba sebuah mobil menerobos keluar dari bawah tanah. Kami semua terkejut, terlihat dua anggota kepolisian sempat mereka tabrak.
AKP Said memerintah anggotanya untuk melakukan pengejaran. Sebagian lagi mengurus anggota yang tertabrak.
Benar-benar sadis kedua manusia itu. Mereka tega menabrak dua anggota polisi itu, sehingga mengalami cidera yang lumayan parah.
Aku segera masuk ke mobil bersama AKP Said dan ikut melakukan pengejaran itu.
Lukman dan Shinta tidak ingin tertangkap, sehingga nekat melakukan perlawanan terhadap kepolisian.
Kejar mengejar pun terjadi antara anggota kepolisian dan penjahat itu. Walau sudah di peringati, mereka tetap tidak mau menghentikan mobilnya.
Karena tidak mendapatkan respon dari para penjahat, maka di berikanlah peringatan tembakan ke udara.
Di luar dugaan, kami benar-benar tak menyangka. Lukman dan Shinta juga memiliki senjata api. Maka, terjadilah baku tembak di antara mereka. Aku yang berada di antara kejadian itu hanya terpekik ketakutan.
Tak kusangka, aku berada dalam keadaan yang menegangkan itu. Seperti berada dalam sebuah film. Baru kali ini, sekali dalam seumur hidupku.
Karena melakukan perlawanan, AKP Said pun akhirnya melumpuhkan mereka. Pak polisi yang memiliki kumis tebal itu menembak pengemudi mobil tersebut.
Tidak berapa lama, mobil pun oleng. Itu berarti tembakan Pak Said tepat mengenai sasaran. Mobil menjadi tidak terkendali dan akhirnya masuk ke jurang kira-kira sedalam beberapa ratus meter dan akhirnya meledak. Pengejaran pun terhenti dan kasus akan di tutup apabila jasad pembunuh itu di temukan dan korban pembunuhan pun akan segera di cari sampai ketemu.
___________________

Komentar Buku (242)

  • avatar
    zulizalzul

    I don't have wanna say this is so scary and good novel

    11d

      0
  • avatar
    Rainiee

    ini menurutku bagus dann plot twist bgtt,kerenn dehh bagus bgtt

    14d

      0
  • avatar
    Rosadlin Lin

    bestt gilaa

    14d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru