logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3. Terperangkap

Part 4
Terperangkap
"Sial, aku lupa menutup pintu itu." Aku semakin panik.
Andrew, di mana dia kini. Seharusnya dia bisa menutup pintu luar agar kedatanganku tak diketahui Lukman dan Shinta.
Aku langsung mencari tempat bersembunyi, agar mereka tidak mengetahui kedatanganku.
Aku bersembunyi di belakang lemari hias ruang tamu. Kebetulan ada celah sedikit di sana yang cukup dengan ukuran tubuhku yang kecil mungil ini.
"Huh, saat seperti ini, kok, Andrew gak ada sih." Aku mengeluh kesal.
Suara lantang seorang perempuan membuyarkan lamunanku.
"Hei, lihat, pintunya terbuka! Pasti ada yang masuk ke rumah ini." Suara Shinta yang menggelegar membuat aku terkejut.
"Barangkali kamu lupa ngunci pintunya, sehingga angin kencang kemarin membuat pintunya terbuka sendiri," ujar Lukman.
"Gak, aku yakin sudah mengunci pintu ini. Kita harus waspada, mungkin ada yang mencurigai kita."
"Ayo cepat kita cari benda itu, aku yakin Andrew menaroh sesuatu di kamar. Itu sebabnya dia mengetahui hubungan kita," ucap Shinta.
Kedua pembunuh itu tergesa-gesa memasuki kamar utama mencari sesuatu yang di sembunyikan Andrew. Beruntung aku sudah menemukannya.
Aku tersenyum tipis melihat bukti sudah berada di tangan dan berniat ingin langsung ke kantor polisi setempat untuk melaporkan pembunuhan dan menyerahkan bukti ini. Agar pembunuh sadis itu segera ditangkap.
Namun, senyumku tiba-tiba hilang. Lupa kalo laci tempat penyimpanan kamera ini tidak ditutup kembali.
"Astagfirullah, aku lupa menutup kembali laci itu." Tanpa sadar suaraku membuat bunyi yang menggema diruang tamu.
"Siapa di luar!"
Suara Shinta membuat aku bergetar. Takut kalau-kalau akan menjadi korban berikutnya. Apalagi aku punya bukti kejahatan mereka.
Terdengar suara langkah sepatu wanita yang beradu dengan lantai menuju ruang utama. Aku yang berada di belakang lemari semakin gemetaran. Teringat kesadisan wanita itu membunuh seorang balita yang tak berdosa.
"Ada siapa di sini? Ayo keluar atau kau akan menyesal."
"Shinta, siapa yang kau cari?" tanya Lukman.
"Aku yakin, ada seseorang di sini yang mengetahui perbuatan kita," geram Shinta.
"Ayo kita cari dan beri pelajaran pada orang itu agar tidak ikut campur dengan urusan kita," sahut Lukman lagi.
Terlihat mereka berpencar untuk mencari diriku. Tak lupa, Shinta mengunci kembali pintu jalan keluar. Aku semakin gemetaran, karena sudah terperangkap dalam rumah ini.
"Hei kau ... ayo keluar! Kami janji tidak akan menyakitimu asal kau tidak ikut campur." Suara Shinta merayu memintaku untuk keluar.
Dan suara langkah kaki Shinta berhenti tepat berada di depan lemari tempat persembunyianku.
"Ayo sayang, keluarlah ...."
Aku segera menutup mulut dengan kedua telapak tangan agar hembusan nafas tidak terdengar olehnya. Aku yakin, Shinta memiliki pendengaran yang tajam. Buktinya, dia tepat berdiri di depan lemari ini.
"Heeeemmm ... Aku tahu kamu pasti bersembunyi di belakang lemari ini, ya kan!" ujar Shinta.
Tubuhku semakin gemetaran mendengar dia mengetahui tempatku bersembunyi.
Langkah kaki itu semakin mendekat dan ....
"Kena kau!"
Crak! Crak! Crak!
Aaaaaaaaa ....
Saat akan berteriak, ada tangan dingin membekap mulutku, sehingga teriakan itu tak terdengar.
Andrew, ternyata tangan dingin itu adalah tangan Andrew. Kini aku berada di sebuah ruang rahasia yang gelap.
"Andrew, ke mana aja kamu? Aku hampir saja mati kalau Shinta itu tahu," ucapku kesal.
"Maaf."
"Sekarang kita di mana?" tanyaku.
"Kita berada di ruang rahasia yang tembus halaman samping. Belakang lemari tempat kamu bersembunyi tadi sebenarnya ada pintu rahasianya."
"Pasti Shinta tahu kalau di situ ada pintu rahasia. Dia kan istrimu," ujarku lagi.
"Tidak, dia tidak pernah tahu kalau ada pintu rahasian ini."
"Coba kita intip dia, bagaimana tampangnya." Andrew tersenyum.
Kami pun mengintip di celah rahasia yang telah Andrew buat. Terlihat Shinta sangat marah karena tidak menemukanku di belakang lemari itu. Karena marahnya, dia bisa merobohkan lemari itu sendiri.
"Sial ... ke mana orang itu yang telah ikut campur dengan urusan kita." Giginya bergemeletuk dan wajah memerah menahan amarah.
"Kau temukan orang itu, Shinta?" Lukman menghampiri.
"Aku yakin dia ada di belakang sini. Sepertinya dia perempuan, tercium aroma parfum perempuan," ujar Shinta.
"Oh, sial, kenapa tadi aku harus memakai parfum," gumamku lirih.
"Kenapa?" tanya Andrew.
"Sebelum berangkat, aku sempat memakai parfum. Tak kusangka, Shinta bisa secermat itu mengenaliku."
Aku semakin ketakutan. Karena sadar telah berhadapan dengan dua orang pembunuh yang sadis dan tak kenal ampun.
"Ayo cepat, kita cari perempuan itu. Jangan sampai perbuatan kita terbongkar." Lukman memberi isyarat pada Shinta.
"Tunggu. Aku masih mencium bau parfum itu di sini," kata Shinta.
"Ya ampun, mati aku. Ternyata dia sangat berbahaya sekali."
"Ayo cepat, kamu keluar dari sini dan langsung menuju kantor polisi terdekat," ujar Andrew.
Aku langsung berlari mengikuti Andrew. Karena ketakutan, tanpa sadar menyenggol batu yang entah sejak kapan ada di dekat kakiku sehingga menimbulkan suara.
"Hei, sepertinya perempuan itu berada di balik dinding ini," seru Shinta.
Mendengar itu, aku semakin cepat berlari mengikuti arah jalan rahasia ini, dan akhirnya sampai di halaman samping rumah.
Beruntung motor terparkir di bawah pohon, tidak jauh dari tempatku berada sekarang.
Terdengar suara langkah kaki mengikuti di belakang. Itu artinya Lukman dan Shinta sudah mengetahui keberadaanku dan jalan rahasia itu karena parfum yang kupakai.
Segera kuhampiri skuter matic yang terparkir di bawah pohon dan segera menyalakan mesinnya. Dengan cepat, kuputar mesin skuter dan meninggalkan mereka berdua yang baru saja keluar dari jalan rahasia itu.
"Hei, kau, tunggu!" Sempat suara Shinta memanggilku.
Tak peduli, dengan kencangnya aku meluncur dan meninggalkan rumah tempat pembunuhan sadis itu menuju kantor polisi terdekat.
Tapi tunggu, aku tidak tahu jalan menuju ke kantor polisi. Sedangkan sebuah mobil melaju kencang di belakangku. Jangan-jangan mereka adalah Lukman dan Shinta.
Karena takut yang sangat dalam, tak terasa air mata terus mengalir di pipi. Andrew, di mana lagi dia sekarang? Dalam keadaan genting begini, dia selalu tidak ada.
Kini, mobil yang dikendarai pembunuh itu sudah berada di sampingku.
"Hei, kau ... berhenti sekarang!" Dengan garangnya Shinta memerintahku.
Namun aku tak mau menyerah, karena tak ingin mati konyol ditangan mereka. Ini semua karena Andrew dan sekarang dia tak ada untuk membantuku.
"Hei, aku bilang berhenti! Atau kau akan menyesal telah ikut campur dengan urusan kami!" Wajah Shinta terlihat merah padam dengan mata yang melotot menahan amarah.
Akan tetapi aku tak peduli. Kutancap skuter matic meninggalkan mobil pembunuh itu.
Di kota ini, aku benar-benar tak mengenal jalan. Sehingga tak tahu sudah berada di mana sekarang.
Lamunanku buyar, saat tiba-tiba sebuah mobil sudah menghadang di depan jalan. Dengan gesit kubelokan skuter menuju arah barat.
Yang mana aku sudah berada di sebuah gang sempit dan tidak ada bangunan rumah berdiri di sana. Hanya pepohonan dan ilalang yang tumbuh di sekitar gang itu.
Jalannya pun sempit, hanya bisa masuk kendaraan roda dua. Apabila sebuah mobil masuk ke gang tersebut, maka tidak ada jalan keluar lagi kecuali mobil itu berjalan mundur.
"Sial, kenapa aku bisa masuk ke gang ini," gumamku kesal.
"Andrew ...."
Aku mencoba memanggilnya. Akan tetapi, hantu ganteng itu tak muncul juga dan membuatku tambah kesal.
"Apakah aku harus putar arah agar keluar dari gang sempit ini. Atau tetap terus saja mencari jalan lainnya." Aku menceracau makin tak karuan.
Tanpa pikir panjang, aku putar arah. Tetapi, pilihanku salah. Mobil pembunuh itu sudah berada di belakangku.
Dengan rasa takut yang amat sangat, aku membatalkan niat untuk putar arah. Karena, terhalang oleh mobil pembunuh itu.
Dengan terus melajukan skuter matic yang dikendarai untuk menghindari mereka, aku terus menyusuri jalan sempit itu. Tiba-tiba, jalan di depan ternyata buntu dan hanya ada jurang yang menganga.
Bingung, apakah ini akhir dari sebuah pencarianku untuk mengungkap pembunuhan sadis itu?
Belum sempat tersadar, sebuah hantaman keras menubruk skuter yang tengah kukendarai.
Braaaaaakkkkk!!!
Aaaaaaaa ....
Tubuhku terlempar keras ke jurang yang ada di depan. Sebelum benar-benar tak sadarkan diri, aku sempat mendengar ocehan jahat Shinta.
"Mampus kau, gadis bodoh!" teriak Shinta.
_____________________

Komentar Buku (242)

  • avatar
    zulizalzul

    I don't have wanna say this is so scary and good novel

    11d

      0
  • avatar
    Rainiee

    ini menurutku bagus dann plot twist bgtt,kerenn dehh bagus bgtt

    13d

      0
  • avatar
    Rosadlin Lin

    bestt gilaa

    14d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru