logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Pelajaran Hidup

Dua minggu dengan jadwal penuh, mengitari berbagai kota di Nusantara. Jadwal yang padat, membuatku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga aku mampu mengalihkan pikiran dari segala kerumitan hubunganku dengan Dendra.
Dalam dua minggu ini pun aku menjadi lebih dekat dengan Adrian. Hampir setiap hari pria itu mengirimiku pesan dan berlanjut pada percakapan lewat telpon. Dari percakapan itu aku mengenal Adrian sebagai sosok pria yang cukup gila kerja.
"Kita hampir sama, gila kerja," ujar Adrian ketika aku meledeknya dengan sebutan "Si gila kerja"
"Kalau aku, kan emang tuntutan perusahaan, Dri. Jadwal terbangku mereka yang nentuin. Aslinya aku lebih senang bermalas-malasan," tampikku tidak mau dikatakan seorang yang gila kerja.
"Sama saja, kalau orang malas sudah dari dulu minta resign karena tidak sanggup mengikuti ritme kerja yang seperti itu. Hanya orang-orang tertentu yang sanggup tidak pulang sampai berhari-hari demi pekerjaan," tuturnya.
"Ini pujian apa meledek, sih, Dri?" kekehku mendengar penjelasannya.
"Ha-ha, enggak ada niat buat muji dan ngeledek juga, Mei. Hanya mengemukakan pendapat," gelaknya. "Terus kapan kamu kembali ke Jakarta?"
"Lusa, penerbangan terakhir. Besok masih ada jadwal ke Lampung, tapi stop over. Baru lanjut Lusa penerbangan pertama ke Jakarta," terangku.
"Oh, okay. Sudah larut, Mei. Takutnya mengganggu waktu istirahatmu."
"He-he, baik. See you."
"Eh, Mei. Jadi kapan bisa meet up? Minggu depan bisa?"
Baru saja aku akan menyetujui jadwal untuk bertemu dengan Adrian, tiba-tiba percakapan dengan ayah beberapa hari terakhir teringat kembali. Setiap menelpon, ayah selalu mengingatkan agar tidak membuat acara lain karena Keanu akan kembali ke Indonesia.
"Sepertinya masih ditunda dulu, Dri. Minggu depan ada teman yang baru pulang ke Indo, mau nyiapin homecoming-nya," sahutku dengan sedikit sungkan menolak permintaannya untuk bertemu.
"Oh, berarti masih belum jodoh ya buat ketemuan," kekehnya ringan. "Baik, ditunggu kapan jadwalmu kosong, deh Mei. Saya tunggu dengan sabar." tutupnya dengan sedikit kekehan.
"Ok, see ya!"
"Dari pacar, Mei?" tegur Ralin rekan kerja yang sekamar denganku hari ini, ketika keluar dari kamar mandi. Aroma manis buah peach tercium ketika dia mengibaskan rambutnya yang basah.
"Ha-ha, bukan. Teman," tampikku mengibaskan tangan.
"Ooh, kirain pacar," godanya.
"Aku kan masih jomblo," kekehku. "Eh, Lin. Suamimu pernah protes enggak masalah jadwal terbangmu yang padat seperti sekarang?" tanyaku sedikit penasaran dengan kehidupan rumah tangga Ralin.
Karena dengan profesi kami sebagai Pramugari, dengan jadwal yang tak menentu seperti pekerja kantoran, bukan tak mungkin pasti akan ada percikan masalah jika telah berkeluarga. Aku melihat Ralin selama ini tampak baik-baik saja dengan suaminya ketika mereka berkomunikasi lewat telpon.
"Ya enggak lah, kalau aku dinas dia kan sama istri mudanya," kekeh Ralin santai.
"Eeh, kamu enggak cemburu?" semburku heran, betapa santainya Ralin ketika dia mengatakan kalimat itu.
"Cemburu, sih. Tapi aku mau apa. Aku enggak bisa berhenti kerja juga. Sementara laki, kan tidak bisa ditinggal lama-lama. Kalau pun ada, langka," kekehnya masih dengan santai. Kali ini dia duduk bersila dan menopangkan tangannya menghadapku.
"Memangnya urgent banget ya kerja?" selidikku. Setauku suami Ralin cukup mapan pekerjaannya. Tidak mungkin dia tidak mampu memenuhi segala kebutuhan istrinya.
"Aku kerja buat bantu biaya pengobatan bapakku, Mei. Bapak sakit ginjal, sekarang lagi butuh biaya banyak buat cuci darah. Terus adikku juga masih ada dua orang yang kuliah. Kalau ngandelin pensiunan bapak, tidak akan cukup," paparnya. Kali ini wajahnya berubah sendu, tak sesantai tadi.
"Maaf, Lin. Aku tidak tau kalau serumit itu masalahnya," sesalku.
Baru kali ini aku tau alasan Ralin mau menerima jadwal terbang yang hampir tidak ada liburnya. Ternyata ada beban yang harus dia tanggung. Selama ini aku mengira Ralin tipe perempuan yang tidak betah diam di rumah.
"Santai, Mei. Tadinya aku memang merasa terluka ketika suamiku memberiku pilihan berhenti kerja atau dia nikah lagi. Aku merasa Tuhan tidak adil, tapi setelah kupikir-pikir, setidaknya Tuhan memberiku jalan untuk bisa membantu orangtuaku. Tidak semua hal yang kita mau bisa kita dapatkan, kan?"
"Ya ampun Lin, you're so wise," pujiku takjub.
Butuh jiwa yang besar untuk menerima sesuatu yang menyakitkan dengan melihat sisi baiknya. Tak semua orang mampu melakukan itu. Kebanyakan orang lebih sering menyalahkan Tuhan jika segala sesuatu tidak berjalan seperti keinginannya. Ya, seperti aku selama ini.
"Ha-ha, wise dari mana, Mei. Aku hanya mencoba menerima takdir. Mencari cara agar aku tidak terus menerus menyalahkan Tuhan." Senyum getir jelas tergambar pada lengkungan bibirnya yang penuh.
"Iya, benar juga," sahutku pelan.
"Tidur yuk, Mei? Udah ngantuk banget." Ralin menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Iya, tapi aku masih belum terlalu ngantuk."
"Ya sudah, aku tidur duluan."
Tak berapa lama dengkuran halus terdengar dari balik selimut Ralin.
Aku masih memikirkan kalimat demi kalimat yang disampaikan rekan kerjaku itu. Memang benar apa yang dikatakannya. Ada saatnya kita harus berbesar hati menerima apa yang telah Tuhan tetapkan. Jangan sampai sedikit masalah yang kita hadapi membuat kita lupa semua anugerah yang telah Tuhan berikan selama ini.
Selama ini aku selalu menanggap Tuhan tidak adil, ketika Dendra seolah direnggut paksa dariku. Betapa aku selalu menyalahkan keputusan Tuhan menghadirkan Dendra dalam hidupku, lalu mengambilnya kembali dengan cara yang menyakitkan. Jika dibandingkan dengan masalah Ralin, masalahku belum ada apa-apanya.
"Tuhan, maafkan aku ... aku lupa bersyukur selama ini. Terima kasih telah mengutus Ralin hari ini untuk membuka mataku," bisikku dalam hati.
Malam ini seperti ada rasa damai yang perlahan masuk ke dalam hati. Mata yang berat, hati yang damai, seperti perpaduan sempurna untuk beristirahat.

Komentar Buku (84)

  • avatar
    FerdinandFerdinand

    bagus banget

    24d

      0
  • avatar
    Leni Binti Gusmar

    bagus

    05/03

      0
  • avatar
    Cahya kamilqNayla

    ya bagus sekali

    16/11

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru