logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 6. Hilang

Part 6
Hilang
Ican terkejut setelah mendengar Arnof membawa telur rebus dalam tas pinggang yang dibawa abahnya.
"Huf ... sudah ikannya gak ada, telur rebusku dibawa Om lagi. Aduh, sial banget, sih," gerutu Arnof.
"Bang, serius tadi bawa telur rebus?" tanya Ican.
"Kamu kenapa sih, Can? Mitos lagi? Halah ... itu tuh bulshit doang," ejek Ican lagi.
"Bang, di tanah ini, pantangan sekali kalau membawa telur rebus utuh. Karena, makhluk gaib juga menyukai makanan itu."
"Lah, kalau mereka suka, ya tinggal kita berikan aja. Gitu aja kok kamu repot amat."
Arnof kembali mengejek tentang apa yang dikatakan Ican tentang pantangan membawa telur rebus saat memancing. Ican juga mengatakan kalau bepergian jauh, juga pantangan membawa telur itu karena bisa celaka di jalan atau bisa dibawa oleh makhluk gaib.
"Masalahnya tidak semudah itu, Bang. Bahaya bagi mereka yang membawa telur itu. Selain telurnya diambil, orang yang membawa pun bisa dibawa juga ke alam lain," terang Ican pula.
"Heleh ... kalian itu hebat banget, ya, bikin cerita yang membuat orang percaya seolah nyata. Padahal itu hanya halu dan mengada-ada saja. Sudah ... bikin skenario yang cakep dan mantul aja, biar aku carikan PRODUSER untuk mem-film-kan cerita halu kalian itu tentang mitos yang terjadi di sini."
Arnof kembali meremehkan perkataan Ican tentang pantangan itu. Dia pun meninggalkan Ican yang masih duduk termenung untuk kembali memancing ikan di sungai.
Ican sangat marah mendengar ejekan Arnof karena meremehkan pantangan yang dia jelaskan. Karena Ican khawatir dengan keselamatan abahnya, dia pun langsung pulang meminta bantuan warga untuk mencari abahnya, meninggalkan Arnof sendirian yang sedang asik memancing.
Sementara itu, Pak Hasan yang sedang keranjingan memancing karena ikan yang sangat banyak, tidak menyadari kalau dirinya sudah berpindah tempat. Pak Hasan terus berjalan menyusuri sungai yang ikannya seperti tidak akan habis. Teng kosong besar yang dia bawa juga sudah hampir penuh isinya dengan ikan yang lumayan besar.
"Ah, cape juga akhirnya. Istirahat dulu, ah," ujar Pak Hasan ngomong sendirian.
Pak Hasan lalu duduk di bawah pohon kemunting. Dia mengambil botol minuman yang terkait dipinggangnya, lalu membuka tas pinggang yang dia bawa.
Betapa terkejutnya Pak Hasan setelah melihat ada beberapa butir telur rebus di dalam tas pinggang itu. Pak Hasan baru menyadari, kalau tas yang dia bawa itu bukan miliknya.
Iseng Pak Hasan mengupas telur rebus itu dan ternyata dalamnya sudah tercium bau busuk. Seketika, tengkuk Pak Hasan merinding.
'Apakah aku sudah berada di dunia lain,' gumamnya tanpa sadar.
Pak Hasan membuang semua telur rebus yang ada dalam tas pinggang. Dia mencoba menyusuri sungai yang tadi dilewatinya untuk mencari keberadaan Ican dan Arnof. Tetapi, pak Hasan selalu kembali ke tempat semula. Padahal sudah berapa jauh dia berjalan.
Di rumah Pak Hasan, warga sudah banyak berkumpul untuk mendengarkan cerita dari Ican kronologi tentang hilangnya Pak Hasan. Tetapi, Ican masih menyembunyikan tentang telur rebus itu. Dia tidak ingin Arnof diusir langsung dari desa.
Sementara Arnof masih asik mamancing walau tak mendapatkan ikan. Tanpa Arnof sadari ada sepasang mata yang mengawasinya.
"Aduh, kenapa sih gak dapat ikan juga. Sudah hampir senja begini tetap aja ikan gak mau mendekat." Arnof bicara sendiri.
"Uufff ... ke mana sih, Ican? Kok gak balik-balik juga. Bilangnya mau kencing doang, sampai hampir senja gini dia gak balik."
Arnof lupa kalau Ican sebenarnya sudah mengajaknya pulang untuk meminta bantuan warga untuk mencari abahnya. Tetapi, Arnof merasa Ican hanya pamit untuk kencing. Arnof tidak tahu kalau dia sudah menjadi incaran.
***
Acil Sitti Nurul--istri Pak Hasan-- menangis setelah mengetahui suaminya hilang, begitu pun dengan Saidah. Dia mengharapkan kalau warga bisa menemukan suaminya dalam keadaan hidup.
Di tempat terpisah, Acil Nurul menanyakan kembali pada Ican kenapa abahnya bisa hilang tanpa sebab. Acil Nurul yakin, Ican menyembunyikan sesuatu.
"Can, jujur pada Mama, kenapa abahmu bisa hilang tanpa sebab?"
"Ma, kan sudah saya ceritakan tadi," jawab Ican.
"Tidak mungkin kalau abahmu hilang tanpa sebab. Mama tahu kalau ada yang kau sembunyikan."
Ican terdiam. Bingung harus berkata apa. Apakah menceritakan yang sejujurnya atau tetap menyembunyikan yang sesungguhnya?
"Can, ayo ngomong jujur sama Mama!" Acil Nurul memaksa Ican.
"Tapi, Mama janji jangan bilang sama warga. Karena nantinya akan berdampak pada kita juga."
"Iya, Mama janji!"
"Sebenarnya ...." Ican menggantungkan kalimatnya.
"Apa?!"
"Saat pergi mancing, Ican tidak tahu kalau bang Arnof membawa telur rebus dalam tas pinggang. Pas kebetulan abah yang membawa tas itu. Kami juga tidak menyadari ke mana abah berjalan menyusuri sungai saat mancing."
Acil Nurul mendengkus dengan kesal dan marah. Dia benar-benar marah dengan Arnof. Karena kecerobohannya tidak memercayai mitos dan pantangan, jadi mengakibatkan nyawa orang lain terancam. Apalagi ini nyawa suaminya.
"Ma, jangan bilang warga."
"Tapi ini sudah keterlaluan, Can. Ini menyangkut nyawa abahmu," ujar acil Nurul sangat marah.
Saidah yang sedari tadi mengintip pembicaraan mama dan abangnya juga merasa kesal dengan perbuatan Arnof. Tanpa sepengetahuan Ican, Saidah mencari Arnof yang masih memancing. Belum sempat jauh dari rumah, Saidah melihat Arnof yang berjalan sendiri menuju rumah mereka.
"Sini!" Saidah menarik tangan Arnof dengan paksa.
"Ada apa!" ujar Arnof sedikit kesal dengan perlakuan Saidah yang kasar.
"Karena perbuatan kamu, nyawa abahku dalam bahaya, tahu!" Saidah marah sembari menunjuk wajah Arnof.
"Apaan, sih! Dasar manusia aneh!"
"Kamu yang aneh. Kamu tuh lahir di Kalimantan, tapi tidak percaya mitos di tempat lahirmu sendiri. Karena ketidakpercayaan itulah, kamu membuat nyawa seseorang dalam bahaya!"
"Heleh ... drama lagi." Arnof membuang muka tidak menanggapi, sehingga membuat Saidah bertambah marah.
"Kamu tuh jangan sok ke barat-baratan. Harusnya kamu bisa mengikuti apa yang menjadi tradisi di sini. Di mana bumi berpijak, di situ langit dijunjung. Abang tuh berpendidikan, tapi sayang tidak punya adab dan sopan santun!"
Plak!
Arnof memukul wajah Saidah, sehingga membuat Saidah tambah marah.
"Ingat, apa bila terjadi sesuatu dengan abahku, Bang Arnof harus bertanggung jawab!"
Saidah pun meninggalkan Arnof sendiri. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang mengawasi mereka di balik pohon mangga yang tidak jauh dari tempat itu.
Di halaman rumah Pak Hasan, warga yang berkumpul sudah siap untuk mencari pak Hasan yang hilang di sekitaran sungai dekat perkebunan sawit.
Pak RT mengetuai rombongan pencarian Pak Hasan, sedangkan pak Ustaz memimpin doa di rumah Pak Hasan agar jiwa Pak Hasan yang tersesat bisa kembali dengan selamat.
"Magrib sebentar lagi. Bagaimana kita sholat bersama dulu baru mencari Pak Hasan," ujar Pak Ustaz.
Warga setuju, mereka pun segera melaksanakan sholat berjamaah di Musala karena sudah masuk waktu Maghrib.
Arnof yang melihat antusias warga untuk mencari Pak Hasan, sedikit tergerak hatinya. Arnof tidak menyangka, kalau hilangnya pak Hasan yang dia kira hanya akal-akalan Ican ternyata benar adanya. Selain itu, perkataan Saidah masih terngiang dipikiran.
.
_______________________

Komentar Buku (227)

  • avatar

    Sangat bagus,saya suka.

    2d

      0
  • avatar
    rmscarlos

    the best👍

    27/07

      0
  • avatar
    tnsrynAgs

    seru sekali

    28/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru