logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 11 Kaget

Akhirnya Danny menyerahkan surat pengunduran diri. Kemudian mengirimi Natasha sebuah email yang menerangkan jika ia akan segera bergabung tepat sebulan setelah offering letter di berikan.
Mendengar keputusan Danny, Lucas seharian tak mau berbicara dengannya. Danny tertawa, ia tahu Luke marah dan ia tak bermaksud memperpanjang masalah. Jadi, ia sengaja diam. Hanya berkomunikasi dengan Chris.
Minara memeluknya lama sekali, menepuk pipi Danny dengan bangga. Memintanya tetap datang jika ada waktu luang. Matthew sendiri tengah sibuk meminta Miley mengurus rekrutmen barista baru untuk kafenya. Kali ini ia meminta dua orang.
"Selamat datang," sapa Danny riang dari balik meja kasir. Lalu wajahnya berubah menjadi excited begitu ingat siapa yang sekarang ada di hadapannya.
"Ini Mbak Meira bukan?" Danny spontan mengeluarkan bahasa indonesianya.
"Eh iya. Pasti kamu bocil ya?" Tanya gadis manis di hadapan Danny.
"Ihh. Pasti Bang David yang ngajarin. Danny." Danny lantas mengulurkan tangan kanan.
"Hahhaa. Iya, si david bilang. Aku nunggu di Nusantara Coffee aja. Nanti ketemu sama bocil. Tanya menu paling enak apa buat orang yang punya maagh sama asam lambung. Soalnya dia juga punya masalah yang sama."
Danny tertawa menjelaskan penjelasan panjang lebar dari tunangan David. Ia segera menawarkan beberapa macam menu. Meira menanyakan menu terfavorit Daniella. Kemudian menjadikannya pesanannya sembari menunggu David.
"Tunangannya David?" Minara mendekat pada Danny setelah Meira pergi ke sudut ruangan dekat jendela.
"Yep," balas Danny mengeluarkan bahan bahan dari lemari es, mulai meracik minumannya.
"Nanti kasi dia pumpkin pie sekalian ya Dan," kata Minara.
"Siap bu manager!" Danny mengangkat pandangannya dari buah lemon yang siap ia iris.
Minara tersenyum, menepuk bahu Daniella dan kembali ke ruangan.
"Shit!" Danny segera menyalakan keran, mencuci telunjuknya yang berlumuran darah.
"Luke, Lucas! Eh, Chriiiiis," panggil Danny begitu sadar kalau ia masih tidak bicara dengan kingkong.
Chris segera datang padanya, Danny menunjukkan jarinya. Darah masih belum berhenti. Lucas datang, membawa kotak P3K kecil. Meminta Chris melanjutkan pekerjaan Daniella. Masih diam, ia menarik tangan Danny. Mensterilisasikannya menggunakan alkohol, mengoleskan obat merah lalu menempelkan plester bercorak disney princess. Danny mendongak, kini ia menatap Lucas.
"I am sorry. I am lost for a while. Denial," kata Lucas memegangi tangan Danny.
"Thats okay. I know." Danny tersenyum.
"Keep in touch. Okay? I love you." Lucas merentangkan kedua tangannya, membuat Danny tertawa sebelum masuk ke pelukannya.
"Heh. Lo ngapain?" Lucas menepuk bahu Chris yang bergabung dalam pelukan mereka berdua.
"Iih. Galak," keluh Chris menaruh minuman juga satu potong pie ke atas nampan.
David memasuki kafe tepat saat Danny mengantarkan pesanan. Sepasang kekasih itu berpelukan dan bertukar kecupan kecil. Membuat Daniella berdehem. Dave meminta maaf, meminta Danny memanggilkan Minara juga Matthew jika ada. Berniat mengenalkan Meira kepada para sahabatnya.
***
Danny berniat membuat nasi goreng sebagai menu makan malam. Ia mengetuk menu chat dan mencari nama Matthew.
Benar, dua puluh menit dari chat terakhir. Matthew muncul dari balik pintu utama, Danny sudah menunggunya di meja makan. Gadis itu menepuk kursi tak jauh dari tempatnya duduk. Baru kali ini Matt merasa benar - benar pulang ke rumah. Karena ada seseorang yang menantinya.
Mereka otomatis langsung bergandengan tangan, mengucap doa sebelum menikmati hidangan makan malam.
Jadi, Matt tadi menjemput Will di bar karena pria itu sudah mabuk berat dan tak mampu menyetir. Ternyata Kiana tidak pulang ke rumah selama beberapa hari. Ia juga tidak merespon pesan juga panggilan Will. Menjadikan pria bernama belakang Agastya itu stress dan memutuskan untuk minum minum sejak sebelum matahari terbenam.
Komitmen memang mempunyai arti berbeda untuk tiap orang.
"Oiya. Jadi butuh data apa aja buat Partner Visa kamu?" Matt memulai percakapan.
"Aku lagi buatin draft buat Mas Matthew, ada beberapa bukan beberapa ding. Buanyak banget yang perlu di isi. Data - datanya juga, mmm. Mas aku perlu dua saksi yang sekiranya bisa di mintain keterangan mengenai hubungan kita. Kira kira siapa ya?" Danny mengunyah krupuk pelengkap menu nasi goreng.
"Bang David aja sama Minara. Gimana? Perlu di certified gitu?" Matt mengusap bibir Danny.
"Perlu, certified akuntan apa farmasi." Danny menghabiskan sisa makan malamnya.
"Ooh. Nanti minta Jackson aja kalo gitu. Dia kan akuntan," sahut Matthew.
"Kayaknya tiap minggu kita kudu belajar deh tentang visa ini Mas. Takutnya nanti ada wawancara sama officer. Kan nggak lucu kalo jawaban kita nggak nyambung satu sama lain." Danny menuang air putih ke gelas Matthew juga gelasnya.
"Ada interviewnya segala toh?"
"Mas keberatan nggak? Soalnya ini aktingnya kudu totalitas di depan officer."
"Aku aja bisa akting baik - baik aja pas patah hati di depan Minara sama Alex. Masak gini aja aku nggak bisa?"
Danny terkekeh, menyilangkan kedua tangan di depan dada.
"Mas. Sudah waktunya mas move on dan nyari kebahagiaan mas sendiri. Sakit itu jangan di inget - inget lagi." Danny meremat lengan Matthew pelan, sebelum mencuci piring kotor di wastafel.
Sebenarnya Matt sendiri sudah tak memikirkan patah hatinya lagi. Ia terlalu sibuk mengurus perusahaan papanya bersama Miley. Belum lagi peranannya sebagai owner Nusantara Coffee. Walaupun hampir tiap hari bertemu Minara. Ia mulai bisa merelakan takdirnya yang tak akan pernah menyatu. Toh, bukan suatu tindakan dewasa jika harus menghindar terus - terusan. Jadi, hadapi saja. Rasakan perihnya dan sembuh.
Justru yang sekarang sedang Matthew pikirkan. Bagaimana bisa ia terlalu sibuk sendiri sampai sampai tak peduli pada Daniella yang sudah tinggal bersamanya selama dua tahun lebih. Padahal jelas - jelas Danny merupakan pribadi easy going, bubbly dan menyenangkan. Berteman dengannya membawa warna tersendiri bagi Matt. Ia sadar, ternyata tak selamanya dunianya berwarna hitam, putih dan abu - abu.
***
"Al."
Danny menoleh ke arah sumber suara.
"I want to know you better."
Daniella masih tak memasang ekspresi apapun.
"Wanna be my girlfriend?"
Danny membalikkan badan, mencengkram tepian wastafel dengan dentuman berlebihan pada jantungnya.
"Is he crazy?"
Matthew tertawa, jelas - jelas ia dapat mendengar gumaman Danny.
"Aku sadar 100% kok Al."
Jawaban Matthew membuat Danny berjengit.
"Sorry mas." Danny menampakkan cengiran iseng.
"Nggak papa kalo kamu nggak mau. Ini bukan pemaksaan kok. Makasi ya nasi gorengnya. Enak banget, jadi kangen Jakarta. Kapan - kapan kalo butuh partner makan malem. Bisa chat aku kayak tadi." Matthew berniat pergi.
"Goodnight mas." tutur Danny menatap punggung Matthew menjauh darinya.
Danny menghela nafas panjang, degup jantungnya sudah agak terkontrol sekarang. Ia perlu tidur guna menjernihkan pikirannya setelah ungkapan cinta Matthew tadi.

Komentar Buku (2781)

  • avatar
    Rg Magalong

    Sana Mas madali

    11d

      0
  • avatar
    yantiely

    😭😫

    22/07

      0
  • avatar
    PratamaZhafran

    aku sama sekali tidak bosan membaca ini dengan ska

    12/07

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru