logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 3

"Mas Brian lepasin! Lengan aku sakit!" pinta Kaina berusaha untuk melepaskan genggaman keras tangan Brian di lengan mungilnya.
Brian langsung menghentikan langkahnya. Sekarang mereka berdua sudah berada di depan gudang.
"Sakit? Sudah tau sakit kenapa kau malah ikut campur urusan aku, Hn? Apa kamu sudah siap mati di hadapan aku sekarang?" tanya Brian. 
Kaina menunduk mendengar ancaman itu keluar dari mulut Brian dengan sangat jelasnya.
"Maaf mas tapi aku kasian sama Rangga dia____"
"APA HUBUNGANNYA RANGGA DENGAN KAMU GADIS TOLOL?"
Teriakan itu berhasil menghentikan ucapan Kaina. Sekarang Brian sudah benar-benar murka, ia tidak suka orang lain ikut campur dalam urusan pribadinya.
"I-iya mas, a-aku aku mengaku salah." Kaina gemetar.
"Aku sebenarnya capek sekali untuk selalu berurusan dengan perempuan bodoh tolol bahkan goblok seperti kamu. Tapi karena kamu sudah berani membuat aku murka jadi bersiap siaplah dengan hukuman mu ini." Brian menarik lengan Kaina lagi, ia menarik paksa Kaina untuk masuk ke dalam gudang.
"Mas aku mohon, jangan kunci aku di gudang! Aku berjanji aku gak akan ikut campur lagi, aku bersumpah itu mas, tolong mas." Kaina memohon mohon dengan berurai air mata.
Brian hanya diam. Dia mendorong tubuh Kaina agar masuk ke dalam.
"Tempat kamu itu sebenarnya di sini? Bukan di kamar tamu," ucapnya.
"Mas aku mohon! Tolong jangan kunciin aku di gudang! Aku berjanji aku gak akan mengulanginya lagi..."
"Mas Brian, aku mohon mas..."
Brian menarik pintu itu untuk tertutup kembali.
"MAS BRIAN! MAS, AKU MOHON MAS!"
Air mata terus mengalir di pipi mulus Kaina. Dia sudah memohon mohon agar tidak di kurung di dalam gudang namun Brian tidak bereaksi sedikit pun.
BRAK. 
Brian menutup pintu itu dengan sangat kencang hingga menimbulkan bunyi yang keras.
Bug...bug...bug! 
Kaina mengedor ngedor pintu itu agar Brian bisa menunda niatannya tersebut.
"MAS AKU MOHON! MAS BRIAN AKU MOHON KELUARKAN  AKU MAS." tangisan itu pecah dengan sangat deras.
Kaina duduk bersandar di depan pintu. Dia begitu lelah hari ini memikirkan jalan hidupnya yang selalu serba salah di mata orang lain.
Tangisan itu semakin lama semakin deras. Kaina memeluk erat kedua lututnya, ia menumpahkan semua air matanya di gudang tersebut.
Kaina mengingat semua kenangan waktu masa kecilnya, di mana dia selalu di manja bahkan di sayang. Rasa itu sekarang sudah menghilang, kerinduan datang menjelma sebagai angin lewat saja.
Kaina masih mengingat dengan jelas enam belas tahun yang lalu di saat usianya masih empat tahun. Anak laki-laki berusia dua tahun lebih tua darinya menangis di pinggir jalan karena di bully oleh temannya. Anak laki-laki berbadan gemuk, berkulit hitam dan bergigi behel. Kaina masih mengingat dengan jelas ucapan anak laki-laki itu.
"Hari ini kamu menyelamatkan aku. Tapi saat aku besar nanti aku yang akan selalu menjaga kamu dari para orang orang jahat dan aku gak akan membuat kamu menangis! Aku berjanji itu."
Ucapan itu masih terputar jelas di telinga Kaina. Anak laki laki bergigi behel yang memiliki badan gemuk mengatakan kata kata tersebut dengan sangat serius dan penuh keyakinan.
Kaina menjadi menangis mengingat itu, kenangan masa kecilnya jauh lebih menyenangkan dari pada sekarang.
"Aku rindu kamu laki-laki gemuk bergigi behel, seperti apa kamu sekarang? Sembilan belas tahun lamanya aku tidak pernah bertemu lagi dengan kamu."
Tetesan air mata terus membasahi pipi Kaina tanpa henti.
"Aku sekarang ingin menagih janji kamu laki-laki behel. Aku menangis hampir setiap hari karena orang orang jahat di sekitar aku. Apa kamu bisa membantu aku?"
Kaina menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, ia menangis sesenggukan.
[Ayah, Ibu. Aku tersiksa di sini, aku gak kuat disini, ] Seru Batin Kaina.
*
Brian berjalan menuju sofa ruang tamu sambil membawa sebuah laptop yang masih tetap menyala. 
"Dimana Kak Kaina?" tanya Rangga. 
Brian menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah belakang yang di sana sudah ada Rangga dengan ekspresi wajah kesal. Brian hanya menatap Rangga dengan sinis diam dan tidak bereaksi sedikit pun. 
"Lo budek? DIMANA KAINA BRIAN BRENGSEK?!"
Brian tersenyum mendengar teriakan tersebut. Dia tidak memperdulikan semua pertanyaan Rangga. 
"Gue tanya di mana Kaina? Di mana lo sembunyikan dia?" bentak Rangga. 
"Aku tidak akan memberitahu kamu" jawab nya singkat. 
Brian melangkahkan kaki kembali untuk menuju sofa. 
"BEDEBAH, DASAR BAJINGAN! Lo kira gue bisa mencari Kaina sendirian di rumah segede ini, ah? Lo pikir dong ini rumah semua ruangnya kedap suara bahkan gue sudah cari Kaina keliling semua ruangan tapi gak ada! Lo umpetin di mana Kaina Brian?!"
Rangga tersulut emosi dia sudah keliling mencari Kaina di rumahnya sendiri namun tidak ketemu hingga kemudian dia memilih untuk menanyakan di mana keberadaan Kaina yang di sembunyikan oleh kakak kandungnya itu. 
Brian sampai di sofa, ia menaruh laptopnya kemudian duduk. Brian menoleh ke arah Rangga. 
"Jangan melakukan kesalahan dua kali." kata Brian. 
"Gue gak peduli! Mau gue melakukan kesalahan berapapun, beribu ribu kali pun gue gak peduli! Percuma gue ngelakuin yang bener ujung ujungnya gue tetep salah di mata busuk lo itu."
"Dewasa itu perlu! Jangan menjadi anak kecil, usia kamu sudah akan menginjak masa dewasa! Tolong jaga sikap dan jangan coreng keluarga Wilson di mata semua orang karena kelakuan kotor kamu itu, " tutur Brian dengan santai. 
Rangga mengepalkan kedua tangannya. Dia mencoba untuk mengontrol emosinya meskipun sudah di ubun ubun. 
"Kelakuan gue emang kotor tapi gue gak pecundang seperti lo! Cowok kok kasar sama prempuan? Menyiksa anak orang dengan lebel menikahinya namun itu hanya alat untuk balas dendam, bukannya itu jauh lebih bajingan lagi?" tanya Rangga. 
"Jangan ikut campur! Duniamu duniamu dan duniaku adalah dunia aku. Jangan samakan aku dengan kamu, kita berbeda pemikiran dan sikap menghormati."
Rangga sudah mengangkat separuh tangannya untuk memukul Brian habis habisan namun dia menghentikan niatan itu. 
"Gue lebih baik jadi anak jalanan! Jauh lebih bebas bahkan menyenangkan tanpa harus di atur dengan berbagai aturan dan pasal pasal aneh seperti otak goreng lo itu!"
Brian hanya bisa tersenyum mendengar perlawanan Rangga tersebut. 
"Terserah kamu, kamu berhak memilih untuk hidupmu sendiri dan aku gak perduli sama sekali."
Rangga menatap sinis ke arah Brian, sekarang dia menahan amarahnya.
"Kenapa? Salah aku berbicara begitu?" tanya Brian.
Rangga tidak menjawab pertanyaan tersebut. Dia memilih untuk membalikkan badannya lalu pergi.
"Maafin aku Rangga, aku lakukan ini agar kamu bisa berubah. Maaf jika aku keras dan kasar dalam mendidik kamu. Tapi aku ingin kamu berubah! gak seperti sekarang." ujar Brian. 
*
Brian berdiri di dekat jendela, ia menyibak korden lalu melihat ke arah luar dari kamarnya yang berada di lantai tiga. Brian terus memandangi hujan yang turun begitu deras malam ini, sudah beberapa hari hujan turun di malam hari.
Brian memandangi hujan itu lumayan lama tiba-tiba dia teringat dengan anak perempuan bertubuh mungil. Anak perempuan baik hati yang mau berteman dengan dirinya di waktu kecil meskipun semua teman Brian yang lain sangat enggan untuk berteman dengan Brian.
"Aku merindukan kamu anak perempuan baik hati! Aku yakin kamu sudah besar sekali namun aku meninggalkan kamu tampa pamit terlebih dahulu maaf, maafkan aku yang tidak bisa menepati semua kata kata aku. Jujur, aku sangat merindukan kamu jika ada waktu aku akan pergi ke Surabaya untuk menemui mu lagi, bahkan meminta maaf kepada kamu," ujarnya.
Brian memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol dirinya agar tidak terlarut dalam suasana.
Brian melihat ke arah jam di tangan nya. Jam sudah menunjukkan waktu makan malam namun dua pembantu di rumahnya sudah ia pecat jadi Brian harus memesan makanan terlebih dahulu untuk makan.
Brian menghembuskan nafas lesu. Dia kembali menutup korden kamarnya lalu berjalan ke arah laci untuk mengambil handphone milik nya.
"Apa aku pesan saja ya? Rangga juga belum makan atau aku pergi ke restoran saja ya? Yaudah aku ke restoran saja beli makanan dulu."
Brian langsung mengambil kunci mobilnya lalu keluar dari dalam kamar untuk pergi ke restoran.
Brian menuruni satu persatu anak tangga untuk turun ke lantai bawah. Sampai di bawah Brian sekilas melihat ke arah kamar Kaina, kamar yang biasanya selalu terbuka sedikit kini terus tertutup rapat.
Brian menggelengkan kepala nya. "Aku harus jahat! Karena ini adalah jalan satu satunya untuk membalaskan dendam aku," ucapnya.
Brian berjalan terburu buru menuju ke arah luar pintu agar rasa kasihan nya tidak terlalu menarik dirinya untuk mengeluarkan Kaina dari dalam gudang.
*
Kaina duduk dalam keheningan di dalam gudang, hampir setengah hari dia berada di dalam gudang tanpa makan dan minum. Mata nya sudah bengkak akibat menangis bukan itu saja sekarang dia kedinginan karena hawa hujan. Dia memeluk erat kedua kakinya bahkan perut Kaina selalu mengeluarkan suara sejak tadi namun dia terpaksa harus menahannya.
"Sejahat inikah mas Brian kepada aku? Aku kelaparan di sini mas, aku kedinginan." Air mata kembali jatuh di pipi Kaina.
Kaina berusaha untuk kuat dia yakin bahwa dirinya sanggup untuk ujian itu. Kaina menganggap hari ini adalah waktu untuk nya berpuasa.
Kaina menghapus air matanya.
"Percuma juga aku teriak teriak minta makanan pada mas Brian karena ruangan ini kedap suara. Aku gapapa jika memang sudah di takdir kan mati mengenaskan di sini, aku siap!" ucap Kaina pasrah.
[Ya Tuhan. Jika memang do'aku di kabul kan hari ini aku hanya ingin meminta rubah lah sifat mas Brian, berikan kebahagiaan untuk dirinya meskipun tidak harus dengan aku. Aku ikhlas,]
Kaina hanya berharap Brian bisa berubah, di dalam hati Kaina berharap Brian tidak sekasar sekarang. Kaina ingin melihat Brian memperlakukan dirinya layaknya seperti istri nya bukan babu nya.
Air mata terus menerus berjatuhan di pipi Kaina namun langsung Kaina hapus.
"Aku mencintai kamu mas Brian."
*
Pagi ini Tita pergi menuju rumah Brian. Dia begitu murka ketika mendengar bahwa ibu tiri Kaina memberikan Kaina kepada Brian dengan imbalan uang yang begitu banyak.
Tita sudah tau modus Brian jadi dia begitu marah ketika tau bahwa adik sepupu yang dia sayang kini telah menikah dengan mantan kekasih nya tanpa sepengetahuan Tita.
Tita baru tau bahwa adik nya telah menikah kemarin dari ibu tiri Kaina yang sangat licik. Ibu tiri Kaina berkata bahwa Kaina di nikahi oleh Brian Wilson dengan maskawin uang berpuluh-puluh juta karena itulah Tita langsung marah sebab tidak ada seorang pun yang memberitahu nya bahwa Kaina menikah. Jika saja Tita tau pasti pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.
Tita sengaja pergi sendirian ke rumah Brian sebab dia tidak mau ada masalah dengan suaminya, jika suami Tita tau mungkin saja dia akan melarang Tita untuk pergi ke sana. Setengah jam Tita berada di dalam taksi dan sekarang dia telah sampai di depan pintu gerbang rumah Brian.
"Permisi," ucap Tita pada penjaga pintu gerbang.
"Eh, non Tita. Kemana saja non kok baru saat ini saya liat non? Sebelumnya kemana non?" tanya mang Ali, si penjaga gerbang lalu dia membuka pintu gerbang tersebut.
Mang Ali kenal betul dengan Tita, selama Tita menjadi kekasih Brian Tita selalu di bawa ke rumah ini dan karena itulah Mang Ali kenal terhadap Tita.
"Gak kemana mana kok mang," jawab Tita lali tersenyum ke arah mang Ali.
"Mn, non sudah tau kalau Aden Brian sudah menikah?" tanya mang Ali.
"Iya mang gapapa kok lagian dia menikah dengan adik sepupu saya jadi bukan jodoh saya berarti Brian hehehe!" Tita tertawa kecil.
"O, non Kaina adik non Tita ternyata! Kok saya baru tau ya hehehe yasudah silahkan masuk non." mang Ali mempersilahkan Tita untuk masuk.
"Brian ada di dalam?" tanya Tita.
"Iya non aden Brian masih ada di dalam masih belum pergi ke kantor."
"Yasudah, saya masuk ya mang ke dalam terimakasih ya."
"Iya Non."
Tita berjalan terburu-buru menuju pintu masuk. Dia mengetuk pintu tersebut dengan sangat kesal.
"Brian keluar!" pinta Tita setengah berteriak.
"Brian, keluar!!"
Pintu tersebut seketika terbuka dan memperlihatkan wajah tampan Brian dengan pakaian kantor nya . Brian terkejut melihat kedatangan Tita pagi ini, sudah beberapa bulan dia tidak pernah melihat sosok Tita namun brian langsung tersenyum sinis menyambut kehadiran Tita tersebut.
"Dimana adik aku?" tanya Tita.
Brian diam menatap wajah Tita.
"DIMANA ADIK AKU TUAN BRIAN!!" teriak Tita.
"Apa urusannya dengan kamu?" tanya Brian balik.
Tita mengepalkan kedua tangan nya. Dia sudah sangat geram dengan sifat licik Brian dan tanpa banyak bicara lagi Tita langsung nyelonong masuk ke dalam untuk mencari Kaina.
"Behenti nona Tita! Tidak seharusnya kamu lancang masuk ke dalam rumah aku tanpa izin dan bahkan seenaknya seperti ini, di mana sikap sopan satun kamu selama ini!" bentak Brian.
Tita menghentikan langkah kaki nya dia langsung menoleh ke arah Brian.
"Sopan santun aku hanya untuk orang normal bukan orang gila Pesycopat seperti dirimu Brian."
"Kau bilang aku Pesycopat?"
"IYA! KAMU PESYCOPAT BRIAN!! AKU TAU AKAL BUSUK KAMU ITU, KAMU MENIKAHI ADIK SEPUPU AKU HANYA KARENA BALAS DENDAM KEPADA AKU KAN? JAWAB!!" teriak Tita dengan nafas ngos-ngosan.
"Iya kenapa? Kau ingin marah? Seharusnya kamu tidak berhak marah TAPI AKU YANG SEHARUSNYA MARAH DENGAN PEREMPUAN TIDAK BERMUTU SEPERTI DIRIMU!" Brian langsung terbawa emosi, ia meluapkan semua kekesalannya terhadap Tita.
"Kamu gak akan mengerti dengan apa yang akan aku jelasin, aku yakin kamu gak akan percaya Brian."
"Perempuan licik seperti dirimu tidak patut untuk di percaya lagi."
Tita diam dia tidak mungkin menjelaskan semuanya terhadap Brian karena ia yakin sekali bahwa Brian tidak akan percaya terhadap dirinya.
"Diam kan kamu? Iya karena kamu emang salah, perempuan licik gatel murahan mau maunya ningalin aku hanya karena laki laki lain, apa kamu tidak mikir berapa tahun kita membangun hubungan itu tapi hanya dengan segejap saja kamu pergi dengan pria lain."
Kekecewaan terlihat jelas di wajah Brian.
Tita mengontrol emosinya. Dia memilih untuk mengalihkan pembicaraan sebab percuma saja jika hubungan yang sudah kandas di bahas kembali.
"Dimana Kaina? Tujuan aku ke sini hanya untuk melihat Kaina, aku takut dia di siksa. Di mana dia sekarang?" tanya Tita mengalihkan pembicaraan.
Brian menatap wajah Tita namun Tita memilih melihat ke arah lain karena kelemahan Tita adalah menatap bola mata Brian.
"Di mana Kaina? Tolong beritahu aku," kata Tita dengan suara mulai lembut.
"Dia aku kurung!" jawab Brian.

Komentar Buku (127)

  • avatar
    SetiyawanAlif

    200

    9h

      0
  • avatar
    SlankersHilal

    Rangga dan gadis tolol

    23h

      0
  • avatar
    Danu Redmi

    5000

    1d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru