logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 ORIGINAL FIGURE

"Happy Birthday, Juliet." Ucap selamat Amanda dan Hannah di acara ulang tahun Juliet
disebuah hotel mewah dengan dekorasi yang begitu berkelas.
Ada beberapa pohon plastik disana yang tergantungi berbagai macam bentuk kado, kemudian
nuansa lampu LED yang tak kalah menakjubkan, diiringi musik energik sehingga mampu
membawa suasana hati turut bersuka cita.

Satu per satu teman-teman Juliet datang dan mengucapkan selamat untuknya tetapi mata Juliet
tak terlalu fokus dengan mereka, sebab ia menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan
Romeo-nya.
Sementara di apartemen, Derrick masih merendam diri kedalam bath tube. Menikmati aroma
terapi yang menenangkan pikirannya. Dengan mata terpejam, ia lepas segala penat dan letih
disana tanpa memikirkan apapun. Otaknya merasa tenang dan jernih saat ini tanpa ada
gangguan.
Sedangkan acara ulang tahun Juliet sudah dimulai. Iringan musik ulang tahun sudah
menggema untuknya. Sayangnya, jauh dalam lubuk hati Juliet tidak sempurna jika Romeo-nya
tidak hadir sekarang. Sebab potongan kue pertama seharusnya ia berikan kepada Romeo-nya.
Ternyata semua tidak sesuai harapannya. Acara inti sudah berlalu tanpa kehadiran Derrick.
Cukup kecewa. Ia pun menyebarkan pandangannya dan mencari sesosok Delota. Mungkin dia
tahu dimana sekarang Derrick berada.
Tapi sayangnya, Delota juga tidak hadir di pesta ulang tahunnya. Entahlah. Mungkin gadis itu
terlalu takut. Takut dipermalukan di acara ini.
"Sebenarnya, kamu sedang menunggu siapa?" Sambar Hannah.
Juliet hanya melihat sekilas temannya itu tanpa jawaban sepatah kata pun.
"Come on. Smile. This is your birthday." Seru Amanda berusaha mengajak Juliet bergerak
mengikuti alunan musik.
"Ayolah. Kita lupakan semua dan merayakan pesta ini." Seru Hannah berusaha menghibur
temannya.
Dan mulailah Juliet menghibur diri dengan mengikuti alunan musik DJ yang begitu bersemangat
mengisi acara ini.
*
Di tengah kesenangan mereka bertiga dan semua para tamu undangannya. Tiba-tiba Juliet
terhenti karena melihat Derrick didepan pintu masuk.
Deg.
Oh, ya ampun. Baru kali ini Juliet merasa jantungnya berhenti berdetak sesaat memandang
seorang laki-laki.
"What happen?" Tanya Amanda.
"Aku pergi sebentar." Jawabnya tanpa melihat temannya sebab matanya tak bisa teralihkan
oleh apapun. Ia kemudian berjalan menghampiri Romeo-nya.
"You're late." Tegur Juliet setelah berdiri tepat dihadapan Derrick.
Dengan santainya Derrick mengangkat kedua bahunya dan berkata. "Setidaknya aku datang."
"Thank you." Hilang sudah rasa kecewa Juliet tadi setelah melihat Derrick.
"Oh, ya." Derrick teringat sesuatu. "Ini kado dari Mr. Sean." Mengambil sebuah kado kecil dari
saku jasnya lalu memberikan kepada Juliet.
Dengan polosnya Juliet menerima kado tersebut lalu memandang Derrick. "Lalu, kado dari
dirimu?" Tanya Juliet menagih kado secara terang-terangan.
Derrick tak langsung menjawab, ia tatap gadis didepannya ini. Kemudian ia sedikit
membungkukkan tubuhnya supaya bibirnya bisa mendekat ke telinga Juliet.
"2476. Your gift is there." Bisik Derrick lalu kembali ke posisi semula dengan senyum tipis tanpa
mengalihkan pandangannya.
Terlihat Juliet tidak begitu mengerti maksud dari ucapan Derrick. Ia berusaha menelaah apa
yang dikatakan. "Kado ku ada di 2476???" Tanyanya memastikan.
Derrick hanya mengangkat kedua alisnya lalu beranjak pergi dari pesta tersebut. Melihat
kepergian Derrick, Juliet pun berniat untuk menahannya tetapi beberapa temannya tiba-tiba
datang dan memaksanya untuk naik keatas panggung.
Tentu saja, Juliet tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti mereka semua. Sementara
otaknya berputar mencari maksud dari ucapan Derrick tadi.
"Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!" Suara sorak mereka menyadarkan Juliet yang sudah diatas
panggung dan diminta untuk bernyanyi oleh semua temannya.
Saat ini Juliet sama sekali tidak ingin bernyanyi, tetapi semua temannya dibawah panggung
terus saja bersorak.
"Nyanyi! Nyanyi! Nyanyi!"
Mau tidak mau, ia pun menuruti mereka dan menyanyikan sebuah lagu 'Sugar' untuk mereka.
Sontak mereka menyambut dengan sangat antusias sembari mengikuti lagu lagu tersebut.
*
Ting tong!
Pintu pun terbuka untuk Juliet. Ia disambut dengan senyuman manis dari seorang Derrick yang
kemudian mempersilahkan masuk ke kamar 2476.
"Aku kira kamu tidak akan datang." Derrick menutup pintunya.
Pelan-pelan Juliet masuk kedalam kamar sembari menyebarkan pandangannya ke seluruh
sudut ruangan yang dihiasi dengan lilin-lilin, bunga-bunga cantik didalam vas dan beberapa
balon. Bahkan tempat tidur size king pun ditaburi bunga berwarna merah.

"Kamu suka?" Tanya Derrick yang masih berdiri memandangi Juliet.
"Apa kamu yang menghias kamar ini untukku?" Tanya Juliet kagum menoleh kearah Derrick
yang tersenyum.
"Aku sangat menyukainya. Aku kira tadi aku akan salah kamar. Karena aku hanya mengira-
ngira saja datang ke kamar nomor ini. Tapi ternyata, dugaanku benar." Jelas Juliet begitu
antusias. "Kamu tidak akan meninggalkan pesta ulang tahunku." Tambahnya tersipu malu.
"Duduklah." Pinta Derrick lalu mengambil table tray yang sudah berisi sebotol anggur beserta
gelasnya.
Melihat apa yang dibawa Derrick kearahnya membuat Juliet angkat bicara.

"Aku tidak minum minuman seperti itu." Ucapnya polos.
Derrick tersenyum lalu meletakkan table tray itu diatas meja kemudian duduk disamping Juliet.
Dengan tatapan intens, ia berkata. "Aku tidak mengajak dirimu minum. Aku hanya mengajak
dirimu berkencan." Jemari Derrick mulai bergerak mendekati rambut Juliet.
Tentu saja, sikap Derrick mulai membuat Juliet tidak nyaman. Ada rasa takut yang muncul
dalam dirinya.
"Bukannya kamu ingin berkencan denganku, huh?" Ucap Derrick begitu lembut. Dan jemarinya
mulai bermain-main di rambut ikal Juliet.
Keringat dingin sepertinya mulai menyelimuti Juliet. Tetapi gadis itu berusaha tetap tenang dan
waspada.
"Bisa kah kita keluar dari sini, sekarang?"
Derrick mengerutkan kening menatap Juliet. "Why? Apa disini membuatmu merasa panas. Aku
juga mulai panas." Goda Derrick mulai lebih mendekatkan dirinya dengan Juliet.
Suara menelan saliva pun sampai terdengar ke telinga Juliet sendiri. Jantungnya mulai tidak
beraturan dan dirinya mulai benar-benar tidak nyaman. Ia pun memutuskan untuk pergi dari
kamar ini.
"Sebaiknya aku keluar sekarang." Juliet berniat bangkit dari duduknya tetapi Derrick dengan
sigap mengunci tubuh Juliet sehingga tidak bisa kemana-mana.
"Kenapa terburu-buru? Bukannya kamu ingin berkencan denganku? Oh ya, dan kamu juga
ingin kado dariku?" Ucap Derrick begitu penuh gairah. "Akan aku penuhi semua janjiku
kepadamu." Mata mereka saling terkunci. Kemudian Derrick berbisik ke telinga Juliet.
"Lepas bajumu, aku akan memberikan kado terindah untuk mu."
Mata Juliet melebar kemudian dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Derrick supaya
menjauh darinya dan ia bisa berdiri dari sofa untuk angkat kaki dari kamar ini.
Sebenarnya dorongan itu tak membuat Derrick bergerak, hanya saja ia kasihan juga melihat
wajah pasi gadis itu sehingga ia memutuskan untuk menjauhkan diri dengan senyum
mincingnya.
"Ada apa dengan mu, Juliet?"
Mendengar untuk pertama kalinya namanya disebut oleh Derrick, entah kenapa mampu
membuat gadis itu terhenti lalu menatap tajam Derrick.
Tak kalah tajamnya, Derrick berjalan mendekat lalu memutari Juliet yang mematung ditengah
ruangan. "Bukannya kamu meminta Mr. Sean supaya aku datang ke pesta ulang tahun mu dan
mengajak mu berkencan?"
Juliet tak menjawab sepatah katapun, lidahnya terlalu keluh sehingga ia tidak mampu
mengeluarkan suara. Yang bisa Juliet lakukan hanya membalas tatapan kepada pria tersebut.
"Kenapa kamu diam saja? Aku ingin mendengar suara mu sekarang. Dan aku sudah tidak
sabar mendengar desahan mu di telingaku." Mendengar ucapan mesum itu membuat bulu
kuduk Juliet menggidik.
Derrick berdiri tepat dibelakang Juliet lalu menyentuh masing-masing pundak Juliet dengan
lembut namun sentuhan itu cukup membuat Juliet tersentak kecil. Tentu, ada senyum lancip di
wajah tegas Derrick.
Kemudian kepala Derrick terangkat kearah tempat tidur yang begitu cantik dengan taburan
bunga diatasnya. Tentu, mata Juliet mengikuti kemana kepala Derrick menunjuk.
"Tempat tidur itu sudah tak sabar melihat kita berkencan." nada suara Derrick semakin melunak
bahkan jauh dari kata dingin seperti yang biasa Derrick lakukan. "Sekarang lepas baju mu, dan
kita akan menghabiskan malam bersama." Desis Derrick yang membuat Juliet tidak percaya
dengan sikap mesum Romeo-nya.
Ia pun memutuskan berbalik badan dan berniat melayangkan tangan kearah pipi Derrick.
Namun baru saja Juliet membalikkan badan, Derrick sudah menyerangnya dengan ciuman
panas yang tak bisa dielak lagi karena dengan gerakan cepat Derrick mampu mengunci tubuh
Juliet sehingga tidak bisa berkutik.
Ia melumat paksa bibir merah muda itu meski tertutup rapat. Terlihat jelas Juliet berusaha
memberontak dengan perlakuan ini. Bahkan air matanya mulai menetes membasahi pipinya.
Tetapi Derrick tidak memperdulikannya, ia justru semakin gencar mencumbu gadis didepannya.
Sangking kuatnya Derrick, tubuhnya mendorong Juliet hingga mereka jatuh diatas tempat tidur
yang penuh dengan taburan bunga itu. Tentu hal itu sangat mengejutkan Juliet yang sudah
bercucuran air mata tetapi tak berani membuka mulutnya karena Derrick tidak memutus
cumbuannya, bahkan ia sudah setengah menindih tubuh Juliet.
Seperti pria normal pada umumnya, ketika hasratnya belum terpenuhi maka mereka akan
melakukan hal lebih dari perkiraan. Dan agar bisa membuat bibir Juliet terbuka maka salah satu
tangan Derrick dengan berani meremas paha atas Juliet.
Sontak, bibir Juliet terbuka lebar karena terkejut dengan reaksi dalam dirinya. Seakan tubuhnya
tersengat sesuatu yang mampu membuatnya terangsang.
"Emmph. Emmph. Emmmphh." Kedua tangan Juliet berusaha menahan dada Derrick dan
memberontak sebisa mungkin.
Dan sekarang, Derrick bisa berleluasa mencecap, menghisap, dan bermain-main didalam mulut
Juliet. Ia tidak peduli napas gadis itu sudah tersengal-sengal.
Setelah cukup lama mencumbu bibir ranum itu. Derrick memutuskan mengakhiri pelajaran
kepada Juliet sebelum dirinya benar-benar lepas kendali.
Ia kemudian menjauhkan dirinya dari tubuh Juliet dan berdiri merapikan pakaiannya yang masih
lengkap itu. Sedangkan Juliet berusaha duduk dan merengkuh menutupi tubuhnya dengan
kedua lututnya dengan terisak-isak penuh derai air mata yang tak bisa dibendung lagi.
Selama ini Juliet tidak pernah mengijinkan siapapun untuk menyentuhnya. Apalagi
memaksanya seperti ini. Setiap kali ada lelaki di sekolah mendekatinya dan ingin melakukan
lebih, pasti ia langsung menamparnya. Tetapi gerakan Derrick tadi sama sekali tidak terpikir
olehnya, sehingga sekarang ia terlihat memalukan diatas tempat tidur.

"Kenapa kamu menangis? Bahkan aku belum melakukan apapun kepada mu. Bukannya kamu
ingin berkencan denganku?" Ucap Derrick yang kembali berubah dingin kepada Juliet.
"Sekarang kamu sadar perbedaan dirimu dan diriku? Kamu tidak seharusnya menyukai pria
seperti ku." Tutur Derrick meski sedikit ada rasa kasihan. Mungkin tadi dirinya terlalu
berlebihan. "Kamu bilang ingin menjadi kekasih ku? Bahkan kamu tidak punya nyali melepas
baju mu di depanku. Kencan yang kamu inginkan berbeda dengan kencan pria dewasa seperti
ku. Seperti inilah kencan yang aku inginkan. Dan lihat sekarang, aku sudah mengajakmu
kencan tetapi kamu malah menangis dan memberontak. Sebenarnya apa mau mu?"
Juliet hanya bisa terisak-isak tanpa menjawab semua pertanyaan Derrick. Dirinya masih shock
dengan apa yang baru saja ia alami. Tak pernah terlintas dalam benaknya bahwa ini yang akan
terjadi dengan dirinya jika menyukai lelaki yang terpaut jauh usianya.
Kasihan juga sebenarnya lihat gadis itu merengkuh ketakutan. Tetapi jika Derrick terlihat iba
pasti gadis ini malah tidak akan sadar-sadar. Ia pun menarik napas dalam-dalam kemudian
berkata. "Carilah lelaki seusia mu dan layak untukmu." Pesan terakhir Derrick lalu melangkah
pergi keluar dari kamar ini.
Setelah terdengar suara pintu tertutup, barulah Juliet mengangkat kepalanya dan menatap pintu
disana. Sementara dibalik pintu, Derrick sedang bersandar memejamkan mata sembari
mendongakkan kepala berusaha mengatur detak jantung yang sebenarnya juga berdetak
kencang didalam tadi.
Tak memungkiri, Derrick cukup menikmati cumbuannya tadi. Dan bahkan masih terasa jelas
bekas bibir Juliet di bibirnya. Malah hampir saja ia lepas kendali ketika tangannya mulai
meremas paha mulus itu. Entah iblis darimana tiba-tiba ia ingin mencumbunya lagi. Ah, tidak.
Tidak akan terjadi lagi. Lebih baik ia mencari wanita panggilannya untuk melepas penatnya hari
ini. Ya, begitu lebih baik.
*
Sepertinya cara Derrick memberi pelajaran kepada Juliet beberapa hari yang lalu tidak sia-sia.
Sebab terbukti tidak adanya gangguan dari gadis itu. Dan ia bisa beraktivitas dengan tenang
dan leluasa tanpa ada yang membuatnya naik darah, bahkan wajah gadis tersebut tidak
terekam lagi dalam pikirannya.
Ide kemarin benar-benar brilian karena mampu membuat Juliet kapok.
*
"Carilah lelaki seusia mu dan layak untukmu."
Pesan terakhir Derrick seakan selalu terngiang dalam telinga Juliet dimana pun berada.
Terkadang ia mengedarkan pandangan ke setiap murid lelaki tetapi tak ada yang membuatnya
tertarik, sekalipun murid itu adalah lelaki terpopuler di sekolah.
"Aaaahh...." Hela Juliet berjalan bersama dengan Hannah dan Amanda berniat keluar dari
sekolah.
Hannah dan Amanda yang berjalan beriringan dengannya hanya bisa saling melempar
pandang tidak mengerti.
Jauh dalam lubuk hati Juliet sebenarnya menyukai Derrick. Pria itu seakan cinta pertamanya,
tetapi setelah mendapatkan perilaku tak senonoh dari Derrick di kamar hotel tempo hari
membuat dirinya menggidik ngeri mendekati pria mesum seperti itu.
"Juliet, are you okay?" Tanya Hannah.
Mata Juliet hanya melihat sekilas Hannah lalu kembali termenung dalam hatinya yang sedang
berkecamuk.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan kamu, Juliet? Akhir-akhir ini kamu berubah." Sambung
Amanda penasaran.
"I don't know..." Jawab malas Juliet.
"Tapi kamu tetep minjemin rumah kamu buat acara aku, kan?" Sela Hannah kawatir jika Juliet
berubah pikiran.
Bagaimana tidak, dia sudah mengundang teman sekelasnya untuk berpesta. Hanya karena
orang tuanya pulang dari Amsterdam, Hannah terpaksa meminjam rumah Juliet untuk
merayakan pestanya. Sebab ia tahu kalau Juliet sudah diberikan rumah sendiri oleh orang
tuanya.
"Juliet?" Rengek Hannah sembari mengoyak kecil lengan Juliet.
"Oke, oke. Pakailah rumah itu sesuka hati kamu." Tekan Juliet sedikit meninggikan nada
suaranya.
"Kamu tidak suka aku mengadakan acara di rumah mu?" Tanya Hannah lagi setelah
mendengar jawaban yang kurang enak dari Juliet.
Sadar akan ucapannya, Juliet pun mendongakkan kepala sembari membuang napas kemudian
menghentikan langkah kedua temannya setelah sampai di halaman sekolah. "Bukan itu maksud
aku." Ucap Juliet seakan memberi jeda. "Hanya saja aku..." Tidak. Tidak mungkin Juliet cerita
kalau dirinya sedang menyukai om-om mesum.
"Hanya saja apa?" Sahut Amanda membubarkan pikiran Juliet.
"Bukan apa-apa." Senyum Juliet berusaha menutupi kebodohannya itu. "Yang pasti besok
malam kita berpesta!!!" Seru Juliet kemudian diikuti oleh kedua temannya.
Tak jauh dari mereka bertiga, mata Juliet seakan membeku ketika melihat Derrick sedang
bercengkrama dengan Delota di parkiran.

Entah kenapa mata Juliet tak bisa berpaling dari sana sampai-sampai saat Derrick
membukakan pintu mobil untuk Delota, ia menyadari keberadaan Juliet yang sedang
memperhatikannya.
Untuk beberapa detik mata mereka saling bertemu sebelum akhirnya Derrick masuk kedalam
mobil. Dan barulah Juliet menundukkan kepala sembari menyisipkan rambutnya yang
terhembus angin.
Ada rasa rindu yang terobati tetapi ada juga rasa ngeri yang menyelimuti. Begitulah yang
dirasakan Juliet saat ini.
Sementara diam-diam Derrick memperhatikan dari kaca spion mobil sebelum akhirnya ia
menancapkan gas dan berlalu menyisakan debu.
*
Malam ini hati Juliet begitu bahagia, sebab papa dan mama-nya mengajak dirinya kesebuah
jamuan yang mana dirinya akan bisa bertemu dengan salah seorang designer terkenal.
Rasanya tak sabar bertemu dengannya dan belajar banyak hal dari beliau.
Banyak sekali tamu yang datang dan menikmati hidangan serta hiburan yang ada. Tak sedikit
dari mereka saling mencari relasi baru untuk mengembangkan bisnis. Termasuk orang tuanya.
Dan itu adalah hal yang menguntungkan.
"Are you ready?" Tanya papanya yang tiba-tiba muncul dari belakang ketika Juliet sedang
menikmati hidangan. Dan tanpa basa-basi Juliet menganggukkan kepala penuh semangat.
"Gabriela Hearst sudah menunggu mu..."
Kedua telapak tangan Juliet langsung menutup bibirnya yang ternganga tak percaya siapa yang
akan ia temui.
Gabriela Hearst menjadi salah satu yang hangat dibicarakan di dunia fashion. Tidak hanya
karena popularitas tas rancangannya yang meraih hingga lebih dari 100 total daftar tunggu
sejenak setelah diluncurkan atau rangkaian busana siap pakai yang mengedepankan desain
minimalis dan berstruktur. Gabriela Hearst juga baru saja meraih penghargaan International
Woolmark Prize beberapa waktu lalu untuk desain pakaian wanita. Dan sekarang Juliet akan
bertemu dengan beliau.
Mamanya yang turut bahagia mengulurkan tangannya berniat menggandeng putrinya. Dengan
senyum sumringah Juliet menerimanya dan mengikuti orang tuanya.
Ternyata Gabriela tidak sedang sendiri tetapi sedang bersama seseorang. Sepertinya mereka
datang bersama di jamuan ini. Dan itu tidak membuat papa Juliet mengurungkan niatnya untuk
mempertemukan designer itu dengan putrinya.
"Miss Gabriela...?" Sapanya memotong pembicaraan mereka berdua.
Tentu saja suara tersebut menarik perhatian mereka berdua. Secara bersamaan menoleh ke
sumber suara.
Dalam waktu bersamaan, melihat Jafra yang datang. Derrick menoleh kearah dimana ia
menemukan Juliet yang tercengang dibalik tubuh wanita setengah baya yang tak lain adalah
mamanya. Dengan mengenakan anting-anting dari pameran beberapa waktu lalu, Juliet begitu
terlihat semakin cantik dan menggoda.

Tak sadar, gadis itu menelan saliva ketika mata dingin milik Derrick menatapnya.
"Mr. Derrick, senang bertemu dengan anda disini." Jaffra tak lupa bertegur sapa dengan Derrick
yang hanya tersenyum tipis sambil sesekali melirik kearah Juliet.
"Kami datang bersama, Mr. Jaffra." Gabriela mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Senang bertemu dengan anda." Lanjutnya kemudian melepas jabatan tersebut.
"Senang bertemu dengan anda, Miss Gabriela." Balas Jaffra tak kalah ramah.
Mata Gabriela langsung tertuju dengan sesosok gadis yang tak lain adalah Juliet. "Apa dia putri
anda yang sering anda cerita kan?"
"Ya, dia sudah tak sabar bertemu dengan anda."
Entahlah, yang tadinya Juliet begitu antusias ingin bertemu dengan Gabriela. Sekarang pikiran
dan hatinya berubah kacau ketika melihat Derrick ada didepannya. Dan yang paling
menyebalkan adalah ketika matanya tak bisa berpaling dari sesosok pria itu.
Ketika semua orang sedang membicarakan bisnis, termasuk Derrick juga. Juliet pun
memutuskan untuk permisi sebentar. Terlihat Juliet berbisik dengan mamanya lalu beranjak
pergi.
Didepan cermin wastafel, Juliet berusaha mengontrol dirinya dan mengatur detak jantungnya.
Pikirannya berusaha melarang dirinya untuk tidak tertarik dengan sesosok pria itu, namun
hatinya seakan memiliki daya magnet yang sangat kuat sehingga ia terus saja tertarik pada
pesona pria itu. Oh, God. Bagaimana bisa dirinya begitu tertarik dengan pria yang telah berbuat
tak senonoh kepadanya.
Hampir sepuluh menit Juliet bergelut dengan dirinya sendiri didepan cermin. Untung saja tak
ada satupun orang di toilet dan jarak antara tempat pen-jamuan cukup jauh sehingga Juliet bisa
sedikit menenangkan diri.
Baru saja Juliet keluar dari toilet, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara yang sangat familiar di
telinga.
"Sepertinya kamu terlihat lebih pendiam sekarang." Sambar Derrick yang ternyata bersandar di
dinding dekat pintu toilet.
"Ap, apa yang kamu lakukan disini?"
Mendengar pertanyaan itu malah membuat Derrick mendengus kesal sembari menoleh sinis
kepada Juliet. "Apa kamu pikir aku disini akan memperkosa mu?"
Juliet mulai ketakutan karena ia sudah tahu betul bahwa pria didepannya ini tidak akan pernah
main-main dengan ucapannya. Cepat-cepat Juliet melangkahkan kaki dan menjauh dari pria ini.
Sayangnya, baru beberapa langkah Derrick sudah menahannya dan tidak membiarkan Juliet
begitu saja.
"Lepas." Tekan Juliet berusaha melawan meski sia-sia.
Derrick justru terseringai melihat perlawanan dari Juliet, karena selama ini dirinya lah yang
dibuat geram oleh sikap Juliet. Dan sekarang, Derrick seakan balas dendam dan ingin bermain-
main dengan membuat Juliet ketakutan setengah mati.
"Lepas!"
"Kamu harus membayar ku jika ingin aku lepaskan." Dengan gerakan cepat Derrick menahan
masing-masing tangan Juliet di kiri dan kanan sejajar dengan kepalanya lalu mengaitkan
masing-masing jemarinya dengan jemari Juliet lalu mencumbu dan mencecap paksa bibir
ranum di hadapannya.
Meski Juliet menutup rapat bibirnya tak mengurungkan niat Derrick mengakhiri ciuman panas
ini.
Lutut Juliet ingin sekali menendang area sensitif milik Derrick, tetapi sepertinya Derrick lebih
tahu bagaimana cara mengunci lutut lawannya agar tidak menendang atau melakukan hal-hal
lainnya seperti yang dilihat Juliet d internet. Yang mana, jika dalam keadaan situasi terpojokkan
maka gunakan kaki atau lutut untuk menendang. Sayangnya, cara tersebut tidak berlaku untuk
Derrick. Sebab Juliet benar-benar tidak bisa bergerak sedikitpun kecuali menggeleng-
gelengkan kepala, tetapi itu sama sekali tidak berpengaruh karena Derrick masih bisa
mencumbunya dengan leluasa.
Beberapa menit kemudian barulah Derrick melepas ciumannya karena ia merasa Juliet sudah
hampir kehabisan napas.
Derrick mendapati Juliet ngos-ngosan sampai-sampai dadanya terlihat jelas mengembang
berusaha mencari asupan oksigen sebanyak mungkin supaya masuk kedalam paru-paru nya.
Dengan mata berkaca-kaca tersirat amarah bercampur rasa takut dalam diri Juliet. Sedangkan
Derrick melepas kedua tangan Juliet dan membiarkan salah satu tangannya menumpu di
dinding. Ada rasa candu dalam diri Derrick saat ini. Ia ingin lagi dan lagi.
"Seharusnya aku lakukan ini sejak pertama kamu mengganggu ku." Mata Derrick yang tadinya
menatap mata Juliet beralih ke bibir yang setengah bengkak karena ulahnya.
Tanpa menjawab apapun, Juliet memutuskan untuk cepat-cepat pergi dan menjauh dari pria
gila berotak mesum itu. Sementara Derrick hanya diam sembari mengusap lembut bibir bekas
ciumannya yang entah kenapa membuat dirinya menginginkan lebih.
Sesampai menghampiri orang tuanya, Juliet mengajak mereka berdua pulang. Rasanya ia tidak
ingin lagi berlama-lama disini dan melihat Derrick.
Tadinya yang ingin sekali berbincang-bincang dengan Gabriela, hilang sudah ditelan rasa takut
yang luar biasa dari seorang Juliet.
"Bisa kita pulang sekarang?" Pintanya terburu-buru sehingga membuat cemas kedua orang
tuanya.
"Apa yang terjadi?" Tanya mamanya.
Rasanya ingin sekali Juliet cerita tentang perilaku kurang ajar yang baru saja menimpanya. Tapi
tidak mungkin dirinya memberi tahu didepan umum, apalagi didepan Gabriela.
"Kepala ku pusing sekali, ma."
Mendengar penjelasan itu, tentu papa dan mama nya tidak tega dan memutuskan untuk pulang
saat itu juga.
*
Selama diperjalanan tak sadar Juliet menyentuh bibir bekas ciuman itu.

Tak memungkiri ia menikmati sentuhan kasar dari bibir Derrick. Bahkan ciuman tadi hampir
menghilangkan akal sehatnya. Tapi Juliet tidak mau hal tersebut terulang lagi. Tidak akan.
*
Sesuai perintah guru matematikanya, Juliet harus mengumpulkan tugas semua teman satu
kelas untuk dibawa ke meja beliau. Usai meletakkan di meja tersebut, salah seorang guru
memanggilnya lalu memberi sebuah berkas yang terbungkus map hitam.
Mata Juliet hanya bisa memandangi map tersebut sembari berganti melihat guru didepannya
dengan tatapan tidak mengerti.
"Minta tolong, kamu bawa ke ruang kepala sekolah sekarang." Titah beliau yang dituruti begitu
saja oleh Juliet. Toh, hanya sekedar memberikan berkas ini saja. Pikirnya kemudian melangkah
menuju ruang kepala sekolah.
Tok. Tok. Tok.
Juliet mengetuk pintu sebelum masuk keruang kepala sekolah.
"Ya?" Jawab kepala sekolah lugas.
Kemudian Juliet dengan sopan masuk kedalam kantor lalu menyerahkan berkas yang tadi
diserahkan kepadanya.
Kepala sekolah itu tidak langsung bertanya. Beliau memperhatikan map tersebut sesaat lalu
melihat Juliet yang berdiri di seberang mejanya.
"Tadi pak Leo yang meminta saya mengantar ini ke ruangan bapak." Suara khas Juliet begitu
merdu sehingga sangat familiar di telinga orang-orang yang sudah pernah berhubungan
dengan gadis ini.
"Oh, ya. Terima kasih Juliet." Ucap kepala sekolah yang sudah tak asing melihat paras cantik
Juliet.
Kemudian Juliet tersenyum dan berniat untuk meninggalkan ruangan. Tapi, baru saja Juliet
memutar tubuhnya kepala sekolah memanggilnya.
"Juliet?"
"Ya?" Spontan gadis itu memutar kembali tubuhnya menghadap kearah kepala sekolah.
"Kalau begitu, bapak minta tolong sekalian antar tamu bapak sampai gerbang sekolah." Pinta
beliau dengan sopan. "Dia adalah salah satu investor baru sekolah kita." Tambah beliau.
"Baik, pak." Jawab Juliet juga terlihat sopan dan santun dengan senyum manisnya.
Beliau pun tersenyum bangga dengan murid terpopuler di sekolah ini kemudian
mempersilahkan tamu tersebut untuk ikut dengan Juliet.

"Saya ucapkan terima kasih dan semoga kerja sama kita bisa berlangsung dengan baik, Mr.
Derrick." Ucap kepala sekolah sebelum akhirnya tamu tersebut akan pergi.
Mendengar nama itu mata Juliet melebar dan seketika dengan gerakan cepat kepalanya
menoleh dimana mata kepala sekolah itu tertuju.
Dan benar saja, ternyata Derrick yang duduk disana yang sedang membenarkan kancing
bajunya sebelum beranjak dari duduk. Mata Juliet langsung kalut melihat sesosok pria itu.
Rasanya ia belum bisa menghapus memori tentang ciuman semalam. Dan sekarang sudah
dihadapkan dengan pria itu.
Rasanya ingin menolak dan pergi saja dari ruangan ini. Tetapi kakinya seakan tak bisa
digerakkan dan lidahnya keluh entah kenapa.

Mau bagaimana lagi, ia tidak tahu kalau ada Derrick di ruangan ini. Andai saja dari awal tahu,
pasti dia lebih memilih untuk cepat-cepat kembali ke kelas.

Komentar Buku (82)

  • avatar
    RidwanDeden

    good novel

    12/08

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus👍

    14/05

      0
  • avatar

    keren

    02/04

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru