Juliet tak henti-hentinya menangis didalam kamar semenjak papanya ingin menikahkan dirinya dengan Derrick. Apa yang ada dipikiran pria gila itu sampai-sampai menghasut orang tuanya seperti ini. "Oh ya Tuhan..." Derai air mata seperti tak bisa dibendung lagi. Rasanya hidupnya kini benar-benar telah hancur. Bahkan orang tuanya tidak berpihak padanya lagi.
"Pa...jangan paksa putri kita." Bujuk istrinya di ruang keluarga yang tak tahan mendengar tangis histeris putrinya. "Ma, ini demi masa depan Juliet. Dia adalah anak satu-satunya. Dan papa tidak ingin dia menikah dengan lelaki yang tidak jelas masa depannya." Jelas Jaffra. "Tapi Juliet masih delapan belas tahun pa...bahkan lulus sekolah aja belum. Bagaimana papa bisa..." "Ma, jika esok hari kita meninggal. Bagaimana dengan putri kita? Masa depan putri kita? Apa dia hanya menghabiskan harta yang kita miliki tanpa mengumpulkannya lagi?" Tutur Jaffra. "Lalu bagaimana dengan kehidupan cucu kita nantinya...apa mama tega melihat garis keturunan kita kesulitan di masa mendatang?" Mama Juliet hanya bisa menangis dalam dekapan suaminya karena tak berdaya. "Mama ingat bagaimana Mr. Derrick memperlakukan Juliet ketika pingsan di kamar?" Mama Juliet mengangguk. "Juliet pantas mendapatkan Mr. Derrick. Dan kita bisa tenang jika sewaktu-waktu meninggalkan anak kita. Oke." Ucap Jaffra berusaha menenangkan istrinya. "Semua akan baik-baik saja. Juliet akan menikah dengan Mr. Derrick." * Semua murid berhamburan keluar gedung sekolah karena jam sekolah telah usai. Termasuk Juliet dan kedua temannya. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju keluar gerbang sekolah sembari bercengkrama. Tak jauh dari mereka bertiga, terlihat Derrick bersandar di kap mobilnya. Mungkin dia sedang menunggu Delota. Juliet tak menghiraukan pria itu dan tetap berjalan bersama Hannah dan Amanda. Namun berbeda dengan Derrick, ia justru berjalan menghampiri mereka bertiga untuk mengehentikan langkah mereka. "Masuk kedalam mobil." Serunya terdengar mendominasi keadaan. Meski Derrick tak menyebut nama Juliet, tetapi mata Derrick hanya tertuju pada Juliet. Tak kalah dinginnya, Juliet membalas tatapan Derrick tanpa sepatah katapun bermaksud menolak ajakan tersebut.
"Jangan memaksaku untuk melakukan lebih dari ini jika kamu tidak ikut dengan ku." Tekan Derrick membuat Hannah dan Amanda saling melempar pandang ketakutan meski Juliet yang diajak bicara. Tentu saja, Derrick tak akan main-main dengan perkataannya. Juliet tahu itu. Setelah beberapa detik kemudian ia berjalan kearah dimana mobil Derrick terparkir. Hannah dan Amanda merasa kasihan dengan Juliet. Sebagai teman, mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk sahabatnya yang sedang mengalami kesulitan. "Andai aja aku tidak melakukan hal bodoh itu, mungkin Juliet tidak akan seperti ini." Hannah sangat merasa bersalah sembari menatap kepergian Juliet bersama Derrick. "Jangan salahkan dirimu terus menerus. Yang terpenting jangan pernah meninggalkan Juliet dalam keadaan apapun, ok." Hibur Amanda merangkul temannya. * "Papa kamu pasti sudah mengatakannya kepada mu." Ucap Derrick membuka obrolan ditengah mengendarai mobil. "Satu Minggu lagi kita akan menikah." Lanjut Derrick justru membuat Juliet terkejut setengah mati. "Meski pernikahan ini mendadak, kita tetap fitting gaun dan membuat dirimu sempurna." Sepertinya Juliet tak mendengar celotehan Derrick. Dirinya sudah dibuat cukup shock dengan kabar pernikahan yang akan digelar satu Minggu lagi. Otaknya seketika blank dan tak tahu apa yang ada dalam otaknya. "Juliet?!" "Mem..me..menikah...??" Desisnya tak jelas dengan mata berkabut, bola matanya berlarian tak karuan. "Iya. Bukannya papa kamu sudah mengatakannya kepada mu?" Sahut Derrick sembari fokus dengan jalan. "Aku tidak mau menikah!!!" Histeris Juliet menolak mentah-mentah pernikahan ini. Derrick tidak terpengaruh oleh suara lantang penolakan dari Juliet. Justru dengan tenangnya ia hanya menoleh sekilas kearah gadis disampingnya kemudian kembali fokus dengan kemudi. "Aku tak kan menikah dengan mu! Never!!!" "Sudah terlambat." Balas Derrick begitu tenang dan tak memperdulikan Juliet yang depresi. "Hentikan mobilnya. Hentikan!!!" Karena perintahnya tak digubris oleh Derrick, dengan kasar tangan Juliet memutar setengah kemudinya sehingga membuat mobil tersebut hampir tak terkendali. Bukan Derrick namanya kalau takut dengan kejadian barusan. Ia justru tersenyum lancip. "Kamu pikir aku takut dan akan menghentikan mobil ini." Tantang Derrick. "Oke, akan aku tunjukkan bagaimana rasanya diambang kematian." Tambalnya kemudian mengopling mobilnya dan menancapkan gas. Terlihat spidometer mobilnya terangkat begitu cepat. Tubuh Juliet cukup dibuat terpelanting kecil karenan laju mobil kian cepat sedangkan Derrick harus menghindari kendaraan lain. Semakin lama di rasa-rasa ketakutan Juliet sudah menggunung. Derrick bukan tipikal pria penakut atau semacamnya. Bahkan dia berani bermain dengan maut. Adrenalin kian diuji dalam diri Juliet. Ia benar-benar ketakutan sekarang. Namun ia tak berani menghentikan ataupun mengeluarkan suara apapun. Ia hanya beberapa kali menutup mata ketika mobil Derrick nyaris menabrak mobil lainnya. Sampai berkilo-kilo meter kemudian, barulah Derrick mengerem kasar mobilnya di area yang tak cukup banyak orang. Dan sepertinya hanya ada mobil mereka. Dengan gerakan cepat, Derrick keluar dari mobil lalu membukakan pintu untuk Juliet dan mengeluarkan gadis itu dari dalam mobil. "Sebenarnya tak ada untungnya aku menikahi dirimu." Ucap pedas Derrick. Ya, bahkan terlalu pedas ucapan tersebut. "Kamu ingin tahu kenapa aku mau menikah dengan mu." Tak hanya ucapan Derrick yang menusuk ke hati tetapi juga tatapan dinginnya. "Perkataanmu di rumah sakit waktu itu, seakan menjadi kutukan untukku. Dan..." Sebenarnya Derrick sadar bahwa ucapannya begitu menyakitkan, ingin sekali ia mengusap air mata Juliet. Seharusnya dirinya tak sekasar ini dengan orang yang sebenarnya tidak bersalah. Tapi entahlah, kenapa dirinya begitu emosi sekarang. "Kamu tahu, mama kamu menangis semalaman karena kamu pingsan waktu itu. Lalu jika suatu hari nanti kamu menikah dengan orang lain, kemudian suami mu tidak terima karena kamu sudah tak virgin lagi. Dan mama kamu tahu ternyata kamu sudah diperkosa sejak lama oleh ku. Apa yang akan terjadi dengan mama kamu?! Katakan!" Jelas Derrick panjang lebar. Sedangkan Juliet hanya bisa menangis. "Jika melihat seperti ini, apa untungku dalam situasi ini, huh?!" Tekan Derrick. "Aku memiliki adik seumuran dengan dirimu. Lalu ketika dia menangis histeris karena hidup dan masa depannya sudah hancur karena telah diperkosa. Apa yang bisa aku lakukan selain menikahi mu?! Katakan, Juliet." Derrick benar-benar membuka pemikiran kacau Juliet. "Jangan pernah berasumsi macam-macam, karena tak ada niat sedikit pun untuk menikahi mu. Dan lagipula aku bukan seorang pedofil. Aku tak kan menyentuh mu selama kita menikah. Sebab aku tidak tertarik. Ingat itu." Jelas Derrick kemudian berbalik badan dan masuk kedalam mobil. Juliet masih menangis tersedu-sedu di luar mobil. Oh sungguh betapa menyedihkannya hidupnya sekarang dan mendatang. Tiinn!! Tiinn!!! Derrick terus membunyikan klakson sampai akhirnya Juliet masuk kedalam mobil. * Hari seakan berjalan begitu cepat. Sampai tak terasa hari yang tak pernah Juliet inginkan, kini telah tiba. Segala perlawanan telah ia lakukan, bahkan memusuhi orang tuanya. Sempat pula dirinya melarikan diri, tapi semua sia-sia. Tak butuh waktu lama papanya bisa menemukan dirinya. Dan pernikahan ini tidak bisa terelakkan dengan syarat merahasiakannya. Jangan sampai teman- teman Juliet ataupun pihak sekolah mengetahui pernikahan ini. Ditambah lagi, tak ada sesi ciuman setelah pengucapan janji pernikahan. Di sebuah kamar, kini Juliet terbalut gaun pengantin berjenis A-Line dengan kombinasi chapel length veil yang panjangnya veil hingga menyentuh lantai Juliet yang berdiri didepan kaca jendela. Hanya bisa menatap keluar dengan pandangan kosong. Rasanya sudah tak ada harapan apapun dalam dirinya. Entah, seburuk apa lagi hidupnya nanti. "Juliet..." Suara parau yang khas itu membuat tubuh Juliet setengah memutar tubuhnya tanpa merubah posisinya. Jaffra kemudian melangkah mendekati putrinya didepan jendela. Jauh dalam lubuk hati Jaffra sebenarnya tidak tega memaksa Juliet untuk menikah sedini ini. Tetapi masa depan Juliet lebih bearti ketimbang pengorbanan Juliet sekarang. "Maaf kan papa, sayang..." Juliet hanya bisa menatap wajah kerut papanya tanpa membalas ucapan beliau. "Papa tahu, papa adalah orang tua terburuk yang pernah ada..." Lanjut beliau merasakan kecamuk dalam hatinya. Mata mereka saling bertemu kemudian Jaffra memeluk erat putrinya yang tak mengeluarkan sepatah katapun. Sebab bagi Juliet tak ada gunanya. Karena dirinya akan tetap dinikahkan dengan pria yang telah memperkosanya. Kediaman Juliet ini malah membuat Jaffra merasa semakin bersalah. Tetapi apalah daya. Pernikahan ini harus tetap berlangsung. * Dengan didampingi Jaffra, kini Juliet berjalan di tengah altar menuju podium yang sudah ditunggu pendeta dan Derrick disana. Sean dan Miracle yang menghadiri acara tersebut, seakan dibawa nostalgia ketika mereka menikah. "Kamu tahu, rasanya jantung berdebar begitu kencang ketika berjalan di altar. Rasanya kaki gemetaran dan tak sanggup melanjutkan lagi." Ucap Miracle begitu berseri-seri seakan merasakan kembali hal tersebut. "Tetapi...melihat mu didepan podium, menyadarkan diriku bahwa tujuan hidup ku adalah bersama mu...dan rasanya ingin sekali aku berlari saja supaya aku cepat menggapai tujuanku." Tambahnya tersenyum lebar diikuti Sean yang ikut tersenyum disana. Kemudian Sean mendekatkan bibirnya di salah satu telinga Miracle. "Aku beruntung mendapatkan dirimu, Miracle." Bisik mesra Sean yang tentu membuat pipi Miracle memerah bak tomat matang. Oh sungguh. Hati wanita mana yang tak meleleh mendengar pujian tersebut. Sesi ciuman setelah pengucapan janji pun diganti dengan bersulang minuman. Yang mana pengantin secara bersamaan menyuapkan segelas minuman kepada pasangannya. "Apa Derrick mencintai gadis itu, seperti kamu mencintaiku?" Tanya Miracle yang sedang mengamati Derrick dan Juliet. "Semoga saja..." Sean berusaha menutupi kenyataan dengan mengecup kening Miracle begitu intens. Seakan tak pernah bosan-bosannya menciumi kening istrinya. *
Terima kasih
Dukunglah penulis untuk menghadirkan kisah-kisah yang luar biasa untuk Anda
good novel
12/08
0Bagus👍
14/05
0keren
02/04
0Lihat Semua