logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Rutinitas Baru

Author.
Sudah menjadi rutinitas setiap hari kini sebelum berangkat kerja Gendis menyiapkan bekal makan siang untuk dimakan di kantor. Namun tidak hanya untuk dirinya sendiri karena ada kotak makanan lain yang disiapkan nya untuk seseorang yang dengan sukarela membersamainya berangkat dan pulang kerja. Menu pagi ini nasi putih lengkap dengan lauk pauk ayam goreng Kalasan (ayam goreng dengan rasa manis karena sebelum di goreng dimasak lama dengan berbagai macam rempah ditambah gula merah), sambal dan lalapan beserta tahu dan tempe bacem, tak ketinggalan dua plastik krupuk udang sudah dimasukkan kedalam tas kotak makanan nya masing-masing.
"Ciye..ciye rajin bener anak gadis pagi-pagi sudah siapkan sarapan buat mamas ganteng." ledek mbak Menik yang telah berdiri bersama si kembar disampingnya.
"Apaan sih mbak hobi banget bikin kaget orang!" balas Gendis tersipu.
"Onty mau belangkat kelja ya? " tanya Alea dengan cadel yang menggemaskan.
"Cama om danteng ya?" lanjut Nikita dengan cadel yang sama. Pertanyaan dua bocah kembar berseragam TK dengan yang dilengkapi degan hijabnya masing-masing berhasil membuat Gendis merona.
"Iya sayang-sayangnya onty." jawab Gendis sambil menowel pipi keduanya .
"Yaudah yuk sarapan dulu, itu makanannya udah disiapin uti di meja" ajak Gendis sambil menunjuk meja makan yang sudah tersaji menu sarapan.
"Oke onty " ucap kembar berbarengan.
"oh iya Lea panggil kung dulu ya onty." Alea berinsiatif untuk memanggil Pak Sastro kakek nya yang tengah berada di ruang tamu.
"Iya nak, panggil kung dulu gih !" titah mbak Menik kepada putrinya agar memanggil kakeknya yang tengah menikmati cerutu dan bacaan nya.
Disaat yang sama muncul mas Bayu dari arah kamarnya sementara Bu Ratih istri pak Sastro yang merupakan ibu kandung Gendis dan Menik dari arah dapur sambil membawa semangkuk sayur sop yang isinya hampir sebagian adalah sosis dan bakso kegemaran si kembar. Dari arah ruang tamu bapak sedang menggandeng tangan mungil Alea menuju kursi utama di meja makan yang selalu ditempatinya.
"Wah ada ayam kalasan sama tahu tempe bacem. " ucap bapak girang melihat makanan kegemarannya tersaji di meja makan.
"iya pak ayo dicoba masakan Gendis" ucapnya mempersilahkan bapaknya makan.
" Wes Cocok tenan iki , anak gadisku jadi istri" sahut bapak kembali mengungkit tentang jodoh. Gendis hanya tersenyum sambil menyendok nasi serta lauk pauk kedalam piring nya.
"Jadi bagaimana hubungan kamu dengan laki-laki yang setiap hari datang mengantat jemput kamu itu nduk, siapa namanya?" ungkap pak Sastro disertai pertanyaan yang sebenarnya dia tahu jawabannya, hanya saja pura -pura lupa didepan Gendis. Beberapa kali Adit mampir menemui Pak Sastro dan Bu Ratih ketika mengantar Gendis pulang. Sebenarnya kedua orang tua Gendis cukup terkesan dengan sikap sopan santun Adit , setiap kali bertemu tidak lupa selalu mencium tangan keduanya. Namun sejauh ini belum ada penjelasan dari Gendis mengetahui hubungan mereka, hanya saja seisi rumah bisa bahwa saat ini Gendis tengah berbunga-bunga. Rona bahagia tampak begitu jelas setiap kali Adit datang menjemput nya, disamping senyum yang dengan mudah timbul dari mimik Gendis.
"Adit pak..." sahut Gendis.
"Oh iya Adit, jadi bagaimana hubungan kalian? terus dia itu sekantor sama kamu ya, jabatannya apa ?" selidik bapak kembali.
"Kami cuma teman pak" Gendis mencoba menjelaskan.
"tapi mesra...." sambut mbak Menik.
"Assalamualaikum" tiba-tiba terdengar salam dengan suara bariton dari arah gerbang rumah Gendis, sekilas Gendis melirik jam yang bertengger di dinding ruang makan tersebut kemudian menjawab salam "waalikumsalam" sambil melangkah ke arah pemilik salam .
"Mas sudah sarapan? masuk dulu yuk " tanya Gendis masih berdiri di beranda rumahnya berusaha mengajak Adit masuk.
"Sudah mbak, langsung aja ya, belum apel pagi." tolaknya halus sambil melihat jam yang melingkar ditangan kirinya.
"Tunggu bentar ya !" pinta Gendis, kemudian berlalu ke arah ruang makan tanpa melanjutkan aktivitas sarapannya yang memang sudah selesai. Gendis masuk kamar tidurnya lalu keluar lagi dengan tas kerja yang sudah menggantung di pundaknya. Kemudian meraih dua buah tas berwarna biru yang berisi bekal makanan yang telah disiapkan tadi.
Tak lupa sebelum melangkah keluar rumah mencium takjim tangan kedua orang tuanya ,kemudian berpamitan
pada kakak serta Bayu suami kakak perempuan nya satu-satunya. Alea dan Nikita juga tak luput mendapatkan ciuman di pipi masing-masing.
"Gendis berangkat dulu, dah semuanya, Assalamualaikum" pamit Gendis sebelum berlalu dan membuka pagar rumah nya. Di depan rumahnya , Adit sudah menunggu di atas Vespa biru kesayangannya mengulurkan helm yang sesuai dengan standar SNI kepada gadis yang kini berada tepat didepannya.
"Beneran udah sarapan mas Adit?" tanya Gendis sambil memasang helm di kepalanya.
"Iya beneran sudah" jawab Adit sambil melajukan Vespanya setelah memastikan Gendis aman berada di belakangnya.
"Oh ya? sarapan apa emangnya?" tanya Gendis lagi tak percaya.
"Nasi pecel mbak" jawab Adit.
"Mbak...mbek..mbak..mbek..kapan emang aku nikah sama kakakmu" jawab Gendis kesal karena masih saja Adit memanggilnya"mbak" setelah kedekatan mereka selama ini.
"Bagaimana bisa mau lebih dari teman kalau dia saja masih juga memanggilku mbak" suara batin Gendis.
"Nah terus panggil apa dong, masak mas?" balas Adit usil yang tahu kalau Gendis sedang cemberut saat di lihat dari kaca spionnya.
" Ya panggil nama aja kan bisa " gerutu gendis.
"Ga enak ah masak panggil nama" balas Adit masih dengan iseng.
"Panggil sayang aja" gerutu Gendis lirih sengaja agar Adit tidak mendengarnya. Diluar dugaan sebenarnya Adit mendengar ucapan Gendis yang lebih mirip bisikan tersebut.

Komentar Buku (72)

  • avatar
    ZakiaMiftahul

    aku lebih suka membaca navel ini

    3d

      0
  • avatar
    Aleeya

    👍🏻👍🏻

    11d

      0
  • avatar
    FadillahRehan

    bagus

    17/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru