logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Part 06

Air mataku lolos mengalir seperti tetesan air hujan yang sedang turun begitu deras. Aku tidak tega sebenarnya meninggalkan buah hatiku sendirian di gubuk derita ini. 
Kondisi hujan saat ini ditambah tidak ada payung membuatku nelangsa.
“Maafkan, Mama, Harry,” lirihku berulang kali. Aku menempuh jalan ini, demi keselamatanmu.
“Mama yakin kamu pasti kuat, Nak!” pintaku sembari berdo’a.
Kususuri jalan kecil menuju rumah Bang Leo dengan bantuan cahaya rembulan yang samar-samar. Gluduk terus berdendang ria, petir menyilaukan pandangan membuatku semakin takut. Air mata sudah tak terasa mengalir di pipi. Derasnya air hujan, membuat dinginnya tetesan air mata seolah hilang. Dingin, takut dan panik semua bercampur menjadi satu. Tapi demi keselamatan buah hatiku, akan kulakukan sekalipun nyawa taruhannya. 
Aku seperti hilang akal, jatuh bangun berulang kali karena jalan kecil tidak terlihat jelas, ditambah lagi licin. Rumput dan padi di tengah sawah sangat senang menyambut kedatangan air hujan menjelang subuh. Hampir dua bulan terakhir, langit enggan menangis membasahi bumi.
“Arghh …,” ucapku merintih kesakitan. Kucoba berdiri tuk melangkah, tapi ada rasa aneh.
“Astagfirullohalazim,” ternyata aku dipatok ular. Ular itu melintas dengan santainya seperti tak berdosa setelah menaruh bisa racun yang ia miliki di kakiku. Kubiarkan ular itu pergi, meskipun aku merasa sakit yang luar biasa.
“Argh …,” lirihku kembali, aku semakin merintih kesakitan. Ember yang kujadikan payung, kini luruh sama seperti tubuhku.
“Aku tidak boleh lemah. Aku harus bangkit demi Harry.”
Pandanganku mulai berkunang-kunang karena racun ular yang masuk ke dalam tubuhku mulai bereaksi. Sebelum tambah parah, aku diam, tidak boleh panik, kemudian mengikat kencang kakiku dengan jilbab yang aku pakai. Jilbab yang aku paki berlapis-lapis. Aku teringat seketika cara menolong insiden seperti ini, pada saat aku anak Pramuka waktu SMP. Setelah rasa nyeri mulai hambar, aku bangkit kembali mengayunkan langkahku meski terlunta-lunta, meraba jalan yang kecil dan licin.
“Aku tidak boleh lemah. Aku harus bangkit demi Harry.”
Pandanganku mulai berkunang-kunang karena racun ular yang masuk ke dalam tubuhku mulai bereaksi. Sebelum tambah parah, aku diam, tidak boleh panik, kemudian mengikat kencang kakiku dengan jilbab yang aku pakai. Jilbab yang aku paki berlapis-lapis. Aku teringat seketika cara menolong insiden seperti ini, pada saat aku anak Pramuka waktu SMP. Setelah rasa nyeri mulai hambar, aku bangkit kembali mengayunkan langkahku meski terlunta-lunta, meraba jalan yang kecil dan licin menuju rumah Bang Leo.
Sesampainya di sana, aku mengetuk pintu. 'Tok … Tok … Tok ….'
“Assalamualaikum, Bang Leo,” ucapku dari depan pintu. Aku tidak peduli dengan pakaianku yang basah kuyup, badanku menggigil menahan dinginnya cuaca dan air hujan yang membasahi tubuhku.
'Ceklek'
Suara pintu terdengar jelas terbuka. “Mau apa lagi kau kemari?” tanya May sembari mengucek kedua bola matanya dan menguap.
“Aku mau bertemu dengan Bang Leo," ucapku dengan melirik ke dalam rumah sambil jinjit.
“Bang Leo tidak ada di rumah,” ucapnya berbohong. Matanya menyalang seolah mau menerkam.
“May, izinkanlah aku bersua dengan Bang Leo, sebentar saja.”
“Pergi!” usirnya naik tiga oktaf.
“Aku mohon, May,” pintaku dengan menangkupkan kedua tangan di dada. Aku mengiba dengan keadaan badan menggigil kedinginan.
“Kau kira saya iba dengan permohonanmu.” Alis matanya naik sebelah melambangkan keangkuhan. Tiba-tiba May mendorongku hingga terjatuh dari lantai rumah menyentuh tanah.
“Argh …,” rintihku menahan sakit. Tinggi lantai rumah dengan tangga kurang lebih setengah meter. Rumah panggung ini tidak pernah direnovasi, demi menjaga budaya lokal di desaku. Ikatan jilbab yang ada di kakiku mulai longgar, sakit bekas gigitan ular mulai nyeri dan rasanya semakin sakit.
“Bang Leo tidak ada di rumah, masih saja kau tidak percaya.” May mencoba mengunci pintu rumah. Namun, aku langsung bangkit tidak menghiraukan rasa sakit yang ada di kakiku.
Baru dua langkah aku hendak mau masuk ke dalam rumah. May menangkap lenganku. “Kau itu b*d*g? sehingga tidak mendengar apa yang saya katakan.”
Aku tidak peduli, kugigit tangannya agar bisa lolos dari terkaman buasnya.
“Argh ….” May merintih kesakitan atas gigitan yang kuberikan.
Kesempatan ini tidak aku sia-siakan untuk terus melangkah menuju kamar tidur. Ku temukan bangkai Bang Leo sedang melanglang buana menikmati pulau seribu. Dari dulu tidak pernah berubah. Selalu ngorok tidur dan jarang bangun pagi.
“Ana, jangan coba-coba kau membangunkan Bang Leo,” ancamnya dengan napas tak teratur. Sepertinya dia mau balas dendam atas gigitanku.
“Bang Leo, bangun!” ucapku mengguncangkan badan gempalnya. Namun, tidak ada sama sekali respon.
“Silahkan kau bangunkan mantan suamimu itu, tiga kali lebaran pun tak akan bangun,” ucapnya dengan santai.”
“Apa maksudmu, manusia ….” 
“Bang Leo, bangun!” ucapku mengguncangkan badan gempalnya. Namun, tidak ada sama sekali respon.
“Silahkan kau bangunkan mantan suamimu itu, tiga kali lebaran pun tak akan bangun,” ucapnya dengan santai.”
“Apa maksudmu, manusia ….” 
“Manusia apa?” tanya May dengan mendekatkan pandangan sinis ke wajahku.
“Apa yang kau lakukan kepada Bang Leo, suamiku? Kenapa susah dibangunkan?” tanyaku.
“Suami? Kau sudah cerai dan sah menjadi janda. Kenapa kau masih mengakui Bang Leo sebagai suamimu? Apa aku tidak salah dengar?” cecarnya dengan bertubi-tubi. 
“Kalau bukan kehadiranmu, mungkin rumah tanggaku tidak hancur seperti ini.” Aku tidak mau kalah debat dengannya.
Bersambung .... 
Next?

Komentar Buku (89)

  • avatar
    adnanewan

    best cerita ni..cerita lebih menarik

    23/08/2022

      1
  • avatar
    Alfryan Rifai

    sungguh mengharukan dan memberi motivasi untuk memuliakan kedua orang tua bahwa orang yang melawan orang tua akan durhaka karna orang tua lah yang melahirkan kita dan membesarkan kita bahkan sampai kita dewasa pun mereka selalu mendukung dan mendampingi kita sehingga kita bahagia sungguh luarbiasa pengorbanan orang tua tapi kita kadang sebagai anak tidak pernah untuk mengikuti perkataan orang tua karna orang tua itu menginginkan kebaikan untuk kita namun apa dayanya bila kita ingin dengan carase

    12/08/2022

      0
  • avatar
    Syechli AkbarFarrel

    bagus👍😎😜

    15/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru