logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Bab 7 Tidak Ingin Menikah

Kimi lagi-lagi merasa bingung, bahkan terkesan merasa terancam. Lelaki tak dikenalnya itu tanpa basi-basi mengatakan ingin mengantarnya pulang. Siapa yang tidak takut untuk menerima. “Maaf, Tuan. Aku bukan wanita seperti yang kau pikirkan!” ketus Kimi seraya menyapu kedua pipinya yang basah. Pikirannya sudah langsung buruk terhadap pria asing itu.
Lelaki dewasa itu mendelik bingung. “Kau hanya manusia biasa. Memangnya kau tahu apa yang aku pikirkan?”

Kimi tersenyum sinis. Ia sama sekali tidak ingin terlihat lemah di depan lelaki yang ia anggap buaya darat. “Tidak perlu menjadi manusia super untuk mengenali ciri-ciri pria pemangsa wanita sepertimu.”
“Hah! Apa kau bilang. Sekejam itu kau menuduhku?”
Kimi sekarang heran sendiri, melihat sikap pria itu yang terkesan lugu. Ia merasa salah menilai orang.
“Hei Gadis kuno! Aku menghampirimu hanya karena aku kasihan padamu. Aku melihat sendiri bagaimana teman-temanmu telah mempermainkanmu. Sekarang kulihat kau tampak kacau. Kau butuh tumpangan.”
“Aku bisa naik taksi!”
“Hahaha. Jangan sungkan untuk mengaku kau tidak punya uang. Aku tahu kau datang kesini menghabiskan uang sakumu untuk membayar taksi, dan berharap disaat pulang tunanganmu itu akan mengantarmu ke rumah dengan mobilnya.”
“Hah! Kau? Siapa kau sebenarnya?”
“Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya salah satu tamu Ivona yang tahu banyak tentangmu.”
“Jadi kau teman gosip Ivona?”
“Ya ampun! Seburuk itu lagi kau menilaiku. Sudahlah, ayo masuk! Aku tegaskan padamu kalau aku tak berpihak pada siapapun. Aku juga tidak berniat jahat. Aku hanya ingin mengantarmu pulang. Jadi kau bisa menumpang di mobilku tanpa harus merasa takut.”
Kimi terbelalak. “Da – dari mana kau tahu aku merasa takut?”
“Kata-kata dan sikapmu sudah menunjukkan itu.”
Kimi terdiam, bingung bagaimana bisa lelaki itu menilai dari kata dan sikapnya. Padahal tadi secara kata dan sikap Kimi merasa sudah terlihat santai dan berani. Tidak ada ketakutan yang ia munculkan.

“Apa kau mau sepanjang jalan ramai di depan sana kau menjadi pusat perhatian orang-orang?” lelaki asing itu kembali melanjutkan. Tak sabar dengan hening yang Kimi berikan.
“Aku....”
“Ya sudah kalau begitu. Aku tak bisa memaksamu. Kau hati-hatilah di jalan.”
“Eh tunggu-tunggu-tunggu!” Kimi buru-buru menahan sang pria asing yang hendak menancapkan gas mobilnya kembali. “Oke, aku terima kebaikanmu.”
Sebuah senyumpun akhirnya tersungging di bibir pria asing itu. Ia senang, manusia polos di depannya mau menerima kehadirannya.
***
Hai.. Salam kenal buat teman-teman yang baru pertama kali baca tulisan aku  dan buat teman-teman yang sudah pernah membaca novel aku sebelumnya yang berjudul Dear My love di sini, atau di platform lain di beri judul Misi Soa. Aku mau infokan ke kalian kalau cerita ini bukan sambungan dari novel aku yang pertama ya, walaupun untuk latar aku masih menggunakan Kota dan Negara khayalan aku yakni Melvin-Denzel. Hehehe. Maklum, penulisnya masih senang pakai tempat khayalannya buat jadi cerita.
Okay, lanjut baca yuk! Semoga kalian suka. Selamat membaca 

***
9 tahun kemudian.
“Bagaimana? Apa cucu teman Nenek cukup membuatmu tertarik? Tidak apa-apa jika dia seorang duda, yang penting dia belum punya anak. Jadi kau tidak perlu repot-repot mengerahkan kemampuanmu untuk menjadi ibu tiri. Lagi pula Nenek juga tidak yakin kau bisa menjadi ibu tiri yang baik. Hehehe.”
Lagi, dan lagi. Entah pagi itu sudah ke berapa kalinya Odelia menanyakan soal pria yang diperkenalkannya kepada Kimi. Dan entah sudah ke berapa kalinya juga Kimi menolaknya.
Odelia Kamea. Wanita yang sudah berusia 69 tahun namun masih terlihat sangat bugar, dan antusias untuk membuat Kimi mau menikah. Ia khawatir dengan usia cucunya yang sudah menginjak 29 tahun namun belum juga memiliki pasangan. Bahkan tanda-tanda berpacaranpun tidak ada. Sementara para tetangga di luar sana sudah menagih kapan Odelia akan mengirimkan undangan untuk hadir di pernikahan cucunya. Odelia juga khawatir, keturunannya akan berakhir tak berkelanjutan.
“Kau ini selalu saja menolak! Sampai kapan kau mau hidup sendiri terus?!” selalu saja Odelia berkata begitu itu setiap kali Kimi menolak pria pilihannya.
“Sudahlah, Nek. Berapa kali aku bilang bahwa aku tidak ingin menikah,” balas Kimi seraya mengoles selai cokelat di atas rotinya.
“Hati-hati bicara, Kimi! Ucapanmu bisa menjadi doa.”
“Untuk apa aku takut, Nek? Memang begitulah kenyataannya. Aku memang tidak ingin menikah, dan seumur hidup aku ingin bebas tanpa perlu direpotkan dengan pasanganku.”
“Apa kau tidak ingin memiliki keturunan?”
“Bu... sudahlah. Ini masih pagi. Tidak baik jika kita ribut begini.” Zea Kamea yang merupakan ibu kandung Kimi muncul menengahi seraya membawa dua cangkir teh untuk Kimi dan ibu mertuanya.
Zea Kamea. Seorang wanita yang status pernikahannya tidak jelas. Entah masih sebagai istri, atau sudah bisa diakui sebagai seorang janda karena suaminya Akma Kamea telah pergi meninggalkan rumah sejak sepuluh tahun yang lalu tanpa memberi kabar sekalipun hingga sekarang. Zea Kamea adalah seorang ibu yang selalu dapat mengerti perasaan Kimi anak semata wayangnya. Sehingga membuat Kimi lebih nyaman berbagi cerita pada ibu ketimbang neneknya.
Di usia Zea yang sudah menginjak 49 tahun, ia masih harus bekerja dan dipercaya untuk memegang sebuah toko kue milik tetangga yang letak tokonya tak jauh dari depan kompleks rumah. Ia senang dengan pekerjaannya itu. Selain memang ia punya minat dengan dunia kue, penghasilannya mampu membantu putrinya untuk meringankan segala kebutuhan rumah.

Komentar Buku (104)

  • avatar
    EkaAlmira

    aku suka kepada cerita ini sangat cocok untuk anak anak jadi aku kasih bintang banyak

    7d

      0
  • avatar

    👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

    20d

      0
  • avatar
    Masrizal

    bagus sekali ceritanya

    22d

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru