logo text
Tambahkan
logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

Chapter 4 Daddy Sultan Pulang

Seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan kantor mahal, melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah rumah yang megah nan mewah. Para pelayan di rumah tersebut langsung terkejut melihat kedatangan sang majikan yang tidak biasa. Pasalnya, ini belum jam istirahat maupun jam pulang kantor. Biasanya sang majikan pria akan pulang di saat-saat itu saja.
"Merry, di mana Nyonya?" tanya pria paruh baya itu pada pelayan wanita yang usianya di atas sang majikan.
"Nyonya ada di perpustakaan, Tuan," jawab palayan yang diketahui bernama Merry.
Pria itu berjalan menuju perpustakaan sambil melepas dasi yang terasa mencekik lehernya. Mendengar suara ketukan sepatu, membuat wanita yang sedang membaca sebuah novel berjudul La Tahzan, Mis Lemot karya dari Mommy Dee langsung mengalihkan pandangannya ke asal suara.
Wanita itu beranjak dari duduknya, lalu bertanya, "Mas Angkasa udah pulang? Kok cepat banget?" tanya wanita tersebut.
Pria yang diketahui bernama Angkasa itu terlihat menghela napas berat. "Kamu tahu sendiri, Rain, kalau aku pulang cepat pasti ada apa?"
Rain—nama wanita itu—mengulas senyum tulus. "Maaf, pasti karena anak aku, ya?" tanya Rain dengan lembut.
Angkasa mengecup kening istrinya cukup lama, lalu memeluk istri yang sangat dicintainya.
"Anak kamu? Itu anak aku, Sayang. Hm, kesayangan kita and the genk buat ulah lagi, Rain." ucap Angkasa sambil terkekeh pelan.
"Apa?" Rain menatap suaminya yang masih tertawa.
"Awalnya kelas mereka itu berisik banget, tapi tiba-tiba senyap. Tahunya anak aku nyuruh semua temannya buat pulang, sedangkan dia sama the genk pergi entah ke mana," jelas Angkasa yang masih disertai tawanya.
Rain mengerutkan dahinya karena bingung? Kenapa Angkasa terus tertawa sambil bercerita, padahal tidak ada yang lucu sama sekali?
"Kenapa Mas ketawa terus?" tanya Rain kembali.
Angkasa menghentikan tawanya, lalu berkata, "Gimana nggak ketawa coba? Dayina and the genk pergi, tapi sebelum itu dia nyuruh teman-temannya yang lain untuk pulang. Setelahnya, dia menulis di whiteboard. Mau tahu apa tulisannya?" Rain menganggukkan kepala. "Permisi, selamat siang Bapak dan Ibu guru yang terhormat. Mohon maaf, dengan sangat senang hati Dayina membubarkan kelas ini. Jangan protes! Kalau protes, maka Daddy sultan Dayina bakal bertindak. Terima kasih," ucap Angkasa, lalu kembali tertawa.
"Ckckck, malu-maluin banget itu anak. Awas aja kalau pulang," gerutu Rain sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Angkasa yang mendengar ucapan Rain langsung menangkup kedua pipi istrinya, lalu berkata, "Kamu mau ngapain kesayangannya keluarga Baharsyah? Yang ada kamu yang bakal dicubitin sama Mami dan Papi kalau Dayina nangis atau sakit," sahut Angkasa dengan tawa yang masih menghiasi wajah tampannya.
"Ya iyalah, aku mana berani dan yakin. Dayina, berkah dari Allah yang tidak boleh menangis maupun tersakiti, karena kalau itu sampai terjadi? Hadapi Papi dan Mami, kalau berani itu juga." Rain terkikik geli dengan ucapannya.
"Ya udah, kita tungguin Dayina pulang, Mas." Angkasa menganggukkan kepala.
***
Keempat gadis cantik turun dari sebuah taksi setelah membayar budget perjalanan dari D'restaurant sampai ke komplek tempat tinggal mereka. Di komplek itu, mereka tinggal bertetanggaan. Di sana adalah komplek orang-orang kaya, maka dari itu jangan heran kalau rumah-rumah mereka begitu mewah dan megah, terutama rumah Dayina yang memang keluarganya keturunan sultan.
"Aduh, mampus! Daddy gue pulang, gimana dong?" tanya Dayina, "ini pasti kerjaannya Si Bangkong Plentung yang suka caper sama Daddy. Awas aja, gue bakalan buat perhitungan sama dia."
"Kan lo tahu sendiri, dia itu naksir sama Daddy lo. Sampai lo aja dibaikkin sama dia," ejek Renata sambil tertawa.
Dayina mendelik tidak suka. "Cantikan Mommy gue daripada tuh orang, apa faedahnya nikah sama dia? Cantik nggak, kaya juga nggak, yang ada sengsara karena nampung anaknya yang banyak." Dayina mengembuskan napasnya dengan kasar.
Renata menepuk kepala Dayina dengan pelan. "Jangan begitu, Nak. Kamu lupa, ya, dia 'kan beranaknya lewat kentut, makanya banyak." Renata tidak mampu menahan tawanya, membuat Kimma dan Rindi ikut tertawa.
"Tertawa aja terus, sampai kalian puas dan mati tak bernapas. Mampus!" gerutu Dayina dengan ketus.
"Tertawalah, sebelum tawa itu dilarang," sahut Rindi yang tak mau kalah.
"Siapa yang mau larang, Sarimin! Orang edan aja kagak ada yang ngelarang kalau ketawa," balas Dayina dengan sinis.
Rindi mendengkus sebal. "Ini, nih, yang sebenarnya harus musnah dari peradaban manusia. Orang lemot kayak lo pantasnya tinggal di mars," racau Rindi.
"Masa gue harus tinggal di novel? Ya, nggak muatlah." Dayina menatap ketiga temannya dengan polos.
"Hah?! Novel?!"
"Gue ragu sama prestasi lo. Malu-maluin banget, anaknya Bapak luar angkasa dan Ibu hujan ini. Udah, masuk sana gue rasanya gerah deket-deket lo."
Rindi bersama Kimma dan Renata meninggalkan Dayina yang masih berdiri di depan gerbang rumah mewahnya dengan raut bingung.
"Gue, sih, bodo amat," gumamnya sambil mengedikkan bahu, lalu berjalan memasuki rumahnya.
***
"Assalamu'alikum, Mommy.  Princess kesayangannya keluarga Baharsyah sudah pulang, dengan selamat sentausa!" teriak Dayina sambil melemparkan tas, sepatu, dan kaos kaki ke sembarang tempat.
Gadis itu berbaring di sofa sambil memejamkan matanya, tetapi beberapa saat kemudian Rain menghampiri putrinya dan meminta gadis itu agar mengganti seragamnya.
"Day, bangun, Nak. Ganti seragamnya, abis itu makan. Daddy katanya mau ngomong sebentar," ucap Rain dengan lembut sambil mengusap kepala Dayina.
"Iya, Mommy. Day ganti baju, tapi Day udah makan." Rain menganggukkan kepala tanda mengiyakan.
Dayina melangkahkan kaki menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Dia kemudian bergegas membersihkan diri dan langsung turun ke bawah menuju ruang keluarga, tempatnya berbaring saat tadi.
"Daddy udah pulang?" tanya Dayina saat melihat sang Daddy yang sedang berbaring dengan berbantalkan paha Rain.
Angkasa menganggukkan kepala. "Iya, daddy pulang. Awalnya karena dapat laporan, tapi juga karena kangen banget sama rumah," jawab Angkasa dengan santai.
"Eleh, sok banget bilang kangen rumah. Mommy tahu nggak, Daddy itu sebenarnya ditaksir sama guru wanita di sekolah Day. Dia janda anaknya enam, setiap Day lakuin hal apa pun pasti selalu nelpon Daddy dan suruh databg ke sekolah. Begonya, Daddy malah datang ke sana," adu Dayina, membuat Rain menatap ke arah Angkasa dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Padahal kan, kalau semisalkan dia bener-bener niat manggil orang tua Dayina, seharusnya bisa Mommy dong, secara kan Mommy nggak sibuk-sibuk banget kayak Daddy. Hati-hati Mom, siapa tahu Daddy selingkuh, kalau benar begitu, Mom menikah aja ya sama Om Rendra," tambah Dayina, sedangkan Rain menganggukkan kepala dengan mantap.
"Apa-apaan sih kamu! Jangan ngada-ngada, udah jawab aja pertanyaan Daddy yang tadi. atau kalian berdua hidup melarat, mau?" tawar Angkasa dengan kedua alis yang dinaik-turunkan.
Dayina menyipitkan matanya tanda sedang mengintimidasi sang daddy. "Daddy tahu Dayina bolos? Itu karena aduannya dari Si Bangkong Plentung?" Angkasa mengangguk.
"Sudah kuduga, dia pasti akan melaporkannya kepada Pak Angkasa. Awas saja kau, Lampir. 'Kan kubunuh kau dan semua keturunanmu." Dayina tertawa begitu nyaring seperti suara tawa kuntilanak.
Rain langsung melempar bantal ke arah wajah putrinya dengan keras, membuat sang empu mengaduh sakit. Saat akan protes, tiba-tiba sebuah suara teriakan seseorang membuat Dayina dan Rain bungkam seketika.
"Rain?!" Semua mata menatap ke arah teriakan itu.

Komentar Buku (69)

  • avatar
    CHANRIORIOCHAN

    bagus banget

    07/07

      0
  • avatar
    Diva

    saya suka cerita ini

    16/06

      0
  • avatar
    GegeRayy

    bagus

    15/06

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru