logo
logo-text

Unduh buku ini di dalam aplikasi

4

Terkadang manusia hanya bisa melihat keadaannya merupakan satu kesalahan, akan tetapi semua sudah ditakdirkan dalam garis kehidupan. Haruskah menyalahkan takdir yang terlihat begitu menyakitkan, walau terkadang apa yang kita kira baik belum tentu merupakan yang terbaik.

Azura hanya bisa menghela napasnya dengan berat. Baginya kehidupan tidak hanya terhenti saat dia bercerai. Ada langkah kehidupan yang harus dicarinya, ada anak kembar yang membutuhkan kasih sayang dan harus dibesarkannya walau sudah menjadi seorang janda.

“Akh, lelahnya,” ucap Azura sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu lelah.
“Sebentar lagi jemput anak-anak.” Terukir jelas kantung mata di wajah Azura.

Melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 12 siang, Azura pun bergegas menjemput anak kembarnya. Saat motornya melaju terhambat dengan kemacetan jalanan. Walau tinggal di kota Semarang tetap saja jalanan sudah macet membuatnya bisa semakin cepat tua.

“Lama amat dah ini. Angel dan Angelo sudah menungguku,” ujar Azura terus melirik arloji kualitas kw di tangannya.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan 30 menit lama, Azura pun tiba di taman kanak-kanan anak kembarnya.

“Ke mana yaa si kembar,” ucap Azura gusar.

Bagaimana ia tidak gusar keadaan sekolah sudah sepi, tak ada lagi keramaian ibu-ibu yang biasanya berkumpul sambil bertukar cerita, gosip, dan berbagai macam persoalan. Tidak hanya itu saja kadang para ibu-ibu tersebut membicarakan tentang drama Korea yang sedang hits.

Di sekolah Angelo dan Angelo banyak ibu-ibu muda yang terlalu update tentang artis negeri gingseng dibanding produk lokal. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Angelo dan Angela.

“Satpam ke mana nih satpamnya,” ucapnya segera turun dari motor roda dua.

Sambil jalan Azura memperhatikan setiap sudut taman kanan-kanan yang tidak terlalu besar tersebut. Ia sangat khawatir dan gusar dengan keadaan anak kembarnya yang sudah dicarinya tak kunjung ketemu juga. Namun seakan ada siraman hujan di dalam hatinya saat melihat Angela dan Angelo baru keluar dari kamar mandi.

“Ela, Elo,” teriak Azura sambil berlari ke arah anak kembarnya.

Angela tersenyum memperlihatkan gigi kecilnya dan ikut berlari menghampiri Azura. “Mama, aku merindukanmu.”

“Anak Mama tersayang.” Azura memeluk putrinya.

Sedangkan Angelo hanya mengernyitkan dahinya. Betapa berlebihan adik dan mamanya yang sudah saling merindukan padahal baru beberapa jam saja tidak bertemu.

“Elo, kenapa ga peluk Mama. Sini Nak.” Azura melambaikan tangannya ke arah Angelo.

Dengan santai Angelo mendekati adik dan mamanya yang masih saling berpelukan. Azura sudah merentangkan tangannya dan berharap Angelo memeluknya, akan tetapi angan-angan seakan terhempaskan. Angelo melenggang tanpa ekspresi melewati Azura.

Bibir Azura ternganga. Ia tidak menyangka putranya hanya melewatinya dengan wajah datar. Walau sudah mengenal sifat putranya yang dingin dan seakan tak tersentuh, tetap ada sedikit rasa kecewa yang menggelayut dalam hatinya.

“Sudahlah Ma. Kakak memang begitu, sok cool padahal paling peka. Maklumlah masih anak-anak,” ucap Angela dengan mimik wajah serius.

Azura ingin tertawa saat melihat raut wajah serius Angela yang berbicara padanya. Bisa-bisanya Angela mengatakan kalau Angelo masih anak-anak sedangkan usia putrinya tersebut sama saja dengan Angelo. Mereka anak kembar mana mungkin berbeda, perbedaan pun itu hanya hitungan menit.

“Mama, ayo pulang. Aku capek,” teriak Angelo yang lagi-lagi tanpa ekspresi yang sudan menunggu di samping kendaraan beroda dua tersebut.
“Eh, iya Nak. Tunggu sebentar yaa. Ayoo Ela kita cus pulang."
"Okey my Mama yang paling baik."

Azura tersenyum dan menggandeng tangan Angela menuju ke arah motornya.

Setelah mengatur posisi duduk Angela dan Angelo. Azura memutar kunci motornya lalu berkata, “ready?”

“Ready,” jawab Angela dan Angelo serentak.

“And go…” Azura melajukan motornya dengan semangat.

Sepanjang perjalanan hanya terdengar suara kecil Angela yang bernyanyi dengan fasih bagian lagu Money Lisa BlackPink.

I came here to drop some money, dropping all my money
Drop some money, all this bread so yummy, yeah
Twerking, twerking when I buy the things I like
Dollar, dollars dropping on my ass tonight

Sedangkan putranya, Angelo masih dengan mode on silent killnya. Kepribadian anak kembarnya bagaikan yang satu suka keramaian bagaikan di tempat pesta dan yang satu suka keheningan bagaikan di kuburan. Ia pun hanya bisa memaklumi semua keadaan. Mau bagaimana lagi inilah kenyataannya.

“Akhirnya tiba juga dengan selamat sampai di rumah. Terima kasih yaa Tuhan,” ucap Angela dengan rasa syukur.

Dengan penasaran Azura melirik Angelo. Lagi-lagi putranya tersebut hanya diam tanpa ekspresi. Ingin sekali ia menarik sudut bibir Angelo agar mau tersenyum sedikit saja untuk menyenangkan hatinya.

“Ayo makan dulu aku sudah lapar, ayo makan dulu aku sudah lapar, isi perutmu dengan makan. Ayo makan dulu aku sudah lapar, makan apa aja yang penting kenyang.” Angela mengatakan semuanya dengan nada lagu Money sambil tubuhnya bergoyang-goyang tak tentu arah.

“Cekh!” terdengar suara decakan dari bibir mungil Angelo yang membuat Azura menoleh ke arah putranya.

Azura terkejut dengan suara decakan Angelo. Ia tidak pernah mengajarkan anaknya seperti itu. Walau terlihat biasanya saja, tapi lain keluarga, lain pula peraturannya. Baginya apa yang dilakukan Angelo itu tidak sopan.

“Elo kenapa kamu seperti itu, Nak,” ucap Azura dengan suara lembut.

Angelo menengadahkan wajahnya menatap Azura. Tubuh Mamanya yang lebih tinggi dan dirinya yang masih kecil sulit rasanya untuk bertatapan secara langsung dengan Azura.

“Ela berisik Ma. Aku ga tahan mendengarnya nyanyi money.. money,” ucap Angelo kesal.

“Walau seperti itu kamu ga boleh berdecak seperti itu, Nak. Berdecak kayak begitu ga sopan Sayang.” Azura mengelus rambut Angelo.

“Mama bilang itu ga sopan? Tapi kenapa Papa sering berdecak seperti itu kalau lagi bicara sama Mama dulu. Tak salahkan kalau aku seperti itu meniru Papa.”

Hati Azura terasa sakit mendengar perkataan putranya. Inilah akibatnya dulu ia dan Ben sering bertengkar di depan putra putrinya sehingga menyebabkan Angelo meniru perbuatan yang tidak baik. Ia memegang lengan Angelo dan mengajaknya duduk di kursi ruang keluarga.

“Angelo… apa yang kamu lihat, kamu dengar, atau apapun hal yang tidak baik jangan pernah ditiru Nak. Entah itu perbuatan yang baik atau buruk dari Mama dan Papa. Maafkan Mama yang dulu sering bertengkar di depan Elo ya.” Tanpa terasa bulir-bulir air mata menetes di pipi Azura.

Melihat Azura menangis membuat Angelo menjadi merasa bersalah. Ia sebenarnya sudah tahu kalau berdecak itu perbuatan yang tidak sopan, namun ia tetap melakukan itu kalau merasa kesal tanpa disadarinya.

“Maaf Mama. Sebenarnya aku tau kalau itu tidak sopan, tapi ga tau kenapa aku tetap melakukannya. Mama boleh marahin aku, tapi Mama ga boleh nangis. Kalau Mama nangis aku sedih, aku sayang Mama.” Suara Angelo terdengar bergetar seperti ingin menangis.

Mendengar suara Angelo yang ingin menangis membuat Azura terenyuh. Putranya memang terlihat lebih dewasa dari usianya yang masih 5 tahun. Ia pun memeluk Angelo membawa putranya tersebut dalam dekapannya. Terdengar isak tangis Angelo yang tertutupi pelukannya.




Komentar Buku (149)

  • avatar
    JannahNurul

    saya suka sangat

    20d

      0
  • avatar
    Julia Jr.

    ceritanya suru

    24d

      0
  • avatar
    Faisal1105Aa

    ceritany bagus

    24/08

      0
  • Lihat Semua

Bab-bab Terkait

Bab Terbaru